Home / Fantasi / Selubung Memori / 169. LUBANG #5

Share

169. LUBANG #5

last update Last Updated: 2022-08-08 14:00:51

Hal beruntungnya, kesadaranku tetap terjaga.

Namun, gelap, tidak terlihat apa-apa. Satu-satunya yang terasa hanya debu.

Aku bisa merasakan posisi tubuhku: telentang. Bagian bawahku tidak rata, sepertinya puing-puing bangunan. Aromanya tercampur antara tanah, debu, dan abu ledakan. Debunya jelas bercampur aduk, masih pekat. Sulit memahami apa yang ada di sekitar. Semua indraku terganggu. Mata tidak bisa membedakan mana yang dilihat saat terbuka dan tertutup. Rasanya seperti mau mati. Andai tidak memiliki kemampuan ini, aku yakin kami semua sudah tidak lagi di dunia.

Suara pertama yang terdengar itu batuk Layla. Dia dekat.

Kabar baiknya, dia langsung memanggil nama, meskipun lirih. “Forlan?”

Aku tidak menjawab. Jadi, dia memanggil lagi. “Forlan?” Aku masih sulit membalas. Tenggorokanku kering. Lalu Layla memanggil lagi, tetapi dengan suara seperti hampir menangis. “Forlan? Di mana?”

“Layla, jangan mena

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   170. LUBANG #6

    Cara meloloskan diri kami lumayan mudah untuk ukuranku.Aku tidak menyangka kemampuan yang selama ini kusembunyikan—satu-satunya yang tahu aku punya kemampuan ini Lavi—harus digunakan ketika seperti ini. Kubilang pada Haswin syaratnya hanya satu: “Cari dinding tanah.”Jadi, ketika kami turun sampai dasar lubang, puing-puing sudah tidak ada di sekeliling. Gejolak dalam perutku mulai berputar kembali ketika konsentrasiku memuncak. Aku bisa membayangkan struktur tanah—pilihan mana yang lebih baik kuambil, apakah menyemburkan tanah ke luar hingga membentuk lorong tanah atau memadatkan tanah sekitar hingga tidak tersisa rongga.Cukup lama aku memikirkan itu, sampai kuputuskan menggabungkannya. Gemuruh mulai terdengar lagi seolah ledakan belum berhenti.Setidaknya, itu cukup membuatku terkejut. Lorong tanah terbentuk sampai atas dalam waktu kurang dari tiga menit. Sebagai gantinya, keringatku keluar cukup banyak seperti sehabis kel

    Last Updated : 2022-08-10
  • Selubung Memori   171. GERENDEL #1

    Ada begitu banyak yang tercampur aduk dalam diri kami.Begitu Yasha kembali, aku juga berhasil berdiri—plus Kara berhasil tiba ke tempat kami. Dia langsung bertanya spesifik padaku, tetapi kubilang tidak masalah dan aku lebih cemas dengan kondisi Kara yang lusuh. Dua orang yang kepalanya diperban di sini aku dan Haswin, tetapi kondisiku jauh lebih parah. Haswin bilang itu wajar karena, “Ketika kita jatuh, orang pertama yang juga langsung membuat penyelamatan itu Forlan. Dia yang paling berkorban.”Aku benci gagasan berkorban, terutama bila Padang Anushka seperti ini.“Yang pertama meledak Gerha Troy,” kata Kara menjelaskan situasi sangat cepat. “Lalu dalam waktu sama, klinik, Balai Dewan, Mars, pondok utama. Reila di Mars, mencoba evakuasi penghuni yang mungkin masih tertimbun. Total ada dua puluh enam orang sebelum ledakan, kini ada empat belas. Reila masih terus mencari sisanya. Balai Dewan, sebagian runtuh, tim peneliti ter

    Last Updated : 2022-08-12
  • Selubung Memori   172. GERENDEL #2

    Serangan telak itu melesak sukses ke perut Aaron.Angin membuat kami melayang tinggi. Aaron tidak sempat mempersiapkan diri—jadi dia jauh lebih terkejut ketika mendapati aku sudah ada di dekatnya, tepat di ketinggian yang membuat kami bisa melihat padang rumput.Sedetik, tendangan kuatku melesak ke perut Aaron, membuatnya meluncur tepat ke padang rumput. Kecepatan terjunnya begitu cepat, sehingga ketika tubuh besar itu menyentuh padang rumput, ledakan dalam tanah langsung berkobar. Satu dentuman itu meledakkan beberapa ranjau di dekat lokasi pendaratan Aaron.Sementara aku, berangsur-angsur menghilangkan puting beliung, mendarat di dekat Joglo. Ada Kara yang mengangkat alis dan Dalton yang menganga di dekat Joglo. Ada beberapa penghuni yang berlarian menuju asrama terhenti mendapatiku mendarat sempurna dengan keseimbangan yang sangat tepat.“Apa yang terjadi?” tanya Kara, langsung.“Aaron dan Troy di Gerhaku. Bagaimana keada

    Last Updated : 2022-08-14
  • Selubung Memori   173. GERENDEL #3

    Terlalu banyak hal aneh masuk ke kepala kami.Dalton berusaha menjelaskan situasi itu ke Kara, tetapi sebaik-baiknya kami menceritakan ulang semua yang terjadi, Kara baru bisa mengerti sepenuhnya ketika melihat lubang besar di tempat yang kami yakini sebagai Anggara.Tidak ada yang bisa dijelaskan, jadi penghuni masuk kembali ke Joglo, kali ini bahkan tidak hanya di depan pintu masuk, tetapi sudah di depan relief. Itu tempat teraman sejauh yang bisa kami pikirkan. Dan sejauh yang kurasakan, Aaron masih bertempur melawan Mister di padang rumput.Aku dan Dalton masih duduk di tangga masuk Joglo, butuh jeda sejenak.“Oh tidak. Kenapa selalu ada hal aneh saat ada kau?” gumam Dalton.“Percayalah, aku juga heran kenapa selalu ada hal aneh ketika aku di sana. Tapi kali ini bukan aku. Aku juga tidak mengerti.”“Aku ingin percaya itu karena Ratu Arwah,” ujarnya.“Sejauh ini, mari kita anggap itu kesimp

    Last Updated : 2022-08-16
  • Selubung Memori   174. GERENDEL #4

    Kabar baiknya: lima belas orang berhasil diselamatkan. Kabar buruknya, sepuluh orang hampir tak sadar lagi, dibawa ke Joglo—Reila berniat menyusul ke padang rumput sepertiku, tetapi aku menyergah, “Kau. Harus. Istirahat.”“Kau juga harus istirahat,” protesnya. “Kau sudah—”“Tapi ini tugasku,” sergahku. “Aku harus melakukan ini.”“Dan ini juga tugasku,” timpalnya, tanpa jeda. Barangkali kelelahan kami memang serupa—aku terjebak di bawah tanah, meledakkan kemampuan yang sulit diterima akal sehat—dan dia sudah mengangkat puing-puing lebih dari yang bisa dia lakukan, sembari mencari keberadaan orang yang mungkin terkubur jauh dalam tanah. Dan dia melakukan itu tanpa petunjuk, sekaligus di waktu yang sama cemas pada keberadaan orang-orang yang juga terjebak menahan sesaknya kegelapan.Reila tahu argumenku lemah. “Aku ini tim bertahan. Kau bukan. Aku yang palin

    Last Updated : 2022-08-18
  • Selubung Memori   175. GERENDEL #5

    Andai aku tidak menghentikan Fal, kurasa dia akan membunuh Troy.Troy sudah terkapar, terguling-guling memegangi bahunya yang lubang—mulai mengumpat-umpat sangat keras. Aku mengambil jalur pandang Fal ke Troy, lalu menurunkan paksa telunjuknya. “Fal, jangan.”Fal masih melotot ke tempat Troy yang bahkan sudah kuhalangi.“Aku tidak apa-apa,” kataku. “Lihat? Aku tidak terluka.”“Dia mau melukai Forlan,” ucapnya, dingin. Matanya melotot kaku.Sebenarnya terbalik, aku yang melukainya, tetapi aku tidak bisa bilang itu. “Fal, lihat mataku.” Fal melihat mataku, jadi aku mulai mengusap air matanya. “Fal tidak boleh melakukan itu. Aku senang Fal marah karenaku, tapi Fal tidak bisa tiba-tiba mengeluarkan cahaya seperti tadi. Itu bahaya.”Fal tampaknya tidak bisa diajak bicara lagi. Mata merahnya masih berusaha menatap Troy layaknya menuntut sesuatu. Dia seperti bukan benar-b

    Last Updated : 2022-08-20
  • Selubung Memori   176. GERENDEL #6

    Ini operasi militer paling mendadak yang pernah kulihat selama di sini.Para penghuni Mars yang setidaknya bisa bergerak—minimal luka ringan—sudah bersiap mengambil senjata di gudang, memakai zirah besi, berlari ke padang rumput. Beberapa orang bahkan membawa jebakan yang siap disebarkan. Aku tidak tahu itu berguna untuk melawan monster atau tidak, tetapi asumsi kami semestinya tidak hanya melawan monster. Kenzie tidak sadar—bahkan meskipun dia sadar, keadaannya belum tentu bisa memimpin pasukan. Maka jelas, penggantinya cuma Haswin dan Yasha. Mereka berdua bisa berpadu sangat sempurna.Perintah pertama Kara padaku sangat jelas. “Isha barangkali butuh bantuan Falesha di garis belakang. Ketika kau kembali, aku ingin kau mengamati dari jarak paling jelas, menunggu siapa yang paling harus kita hentikan. Sebisa mungkin, kau harus coba mendekati Aaron dan Troy. Ketika penghalang pecah, mereka berusaha keluar. Halangi mereka. Dan kau juga harus pergi

    Last Updated : 2022-08-22
  • Selubung Memori   177. GERENDEL #7

    Tepat ketika pertempuran tampaknya mulai seimbang—seakan kami punya peluang lolos dari serangan monster—aku bertemu pedang dengan Aaron.Dia bahkan tidak bergeming meskipun jasad Troy di dekatnya.Ketika kami adu kekuatan dengan pedang satu sama lain—pedangnya tidak seperti pedang yang punya banyak keistimewaan, hanya pedang dengan sisi baja yang terlihat tangguh, bertemu dengan pedang perunggu milikku—aku bergumam, “Kupikir aku berniat menghentikan dua pengkhianat keluar.”“Kau dengar kami,” geramnya.“Kau yang bicara terlalu keras di medan tempur.”“Kau harus dibungkam.”Setelah beberapa kali saling menangkis, aku sedikit mengerti kemampuan Aaron. Dia bisa tiba-tiba begitu kuat, begitu cepat, begitu keras—seolah dia punya mekanisme yang bisa menambah daya tempur dalam tubuhnya. Itu memang jenis kemampuan aneh yang jarang kutemui, tetapi mengingat kemampuan Isha j

    Last Updated : 2022-08-24

Latest chapter

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status