Sebelum patroli, kupikir mangsa terbesar kami ada di sekitar Gerha pemilik kemampuan, tetapi ketika Haswin mencetuskan itu, tidak ada yang protes, sehingga aku perlu bertanya, “Bukannya kita harus mengawasi dua orang?”
“Oh. Kau tidak ikut saat ngobrol dengan Dhiena, ya,” kata Dalton.
“Aku mau lihat kamar Layla,” cetus Haswin.
Aku tak tahu itu serius atau bualan, tetapi kalau Haswin yang bicara, rasanya mencurigakan. “Dia, kan, tidak di kamarnya,” kataku.
“Yang kita lihat kamarnya, bukan Layla,” desis Yasha. “Sumber awalnya dari sana. Di penutup jendelanya masih ada bekas anak panah, jadi kalau kau sedikit cerdas mengukur arah lintasan, semestinya kau tahu dari mana panah itu meluncur. Dan percaya atau tidak, semua itu ucapan Dhiena, bukan aku.”
“Dia memeriksanya sendirian,” lanjut Dalton.
“Diam-diam,” tambah Haswin. “Dan aku tidak bisa lihat
Patroli hari itu berakhir ketika kami menelusuri Gerha pemilik kemampuan, tidak melihat sesuatu yang mencurigakan, kecuali Reila yang duduk termenung di halaman belakang. Sebenarnya Haswin punya gagasan menghampirinya dan sedikit menginterogasi, tetapi Dalton punya ide lain. “Serahkan itu ke Forlan.”Jadi, mereka memilih menyusuri kompleks asrama, sementara aku berdiri di pagar Reila, sampai dia menyadari keberadaanku.“Boleh aku masuk?” tanyaku.“Lewat mana?”“Pertanyaan retorik.”Ketika melompat masuk, pembicaraan kami tak terlalu panjang. Aku hanya bertanya, “Tidak tidur?”“Mau tidur lagi.”“Sejak kapan di sini?”“Mungkin sepuluh menit. Patroli?”Jadi, kukatakan kalau patroli malam punya aturan baru, dan dia bilang kalau tahu itu—baru kusadari Reila juga tim bertahan—yang membuat kami tertawa lirih. Pembicaraan
Itu pertama kali kami memancing bersama orang selain tim tetap geng idiot. Semestinya Elka tidak termasuk, tetapi ketika Dalton bilang sudah lama sejak kami berempat tidak mengajak orang lain, Elka terdiam, yang entah bagaimana membuat kemampuanku merasakan kejengkelan. Aku tahu dia ingin termasuk dalam empat orang yang dimaksud Dalton. Setidaknya, aku mengerti alasan dia ingin dianggap masuk kelompok permainan aneh kami, tetapi rasanya aneh kalau dia sampai ingin ikut dianggap idiot.Hal aneh pertama yang mengusikku: kabut tebal danau masih belum hilang, meski secara teknis hari sudah terik. Aku mengerti kabut ini hanya bisa dilihat darah murni—dan darah murni di kelompok ini hanya aku—tetapi rasanya cukup janggal memancing di tengah kabut pekat.Sayangnya, itu tidak kubicarakan.Dua kano tetap terombang-ambing di danau. Kano milikku diisi Dalton dan Elka, sementara sisanya berdekatan dengan kami.“Jangan dekat-dekat,” sergah Dalt
Sebenarnya aku ingin menerbangkan Lukas ke luar Padang Anushka.Namun, kalau Layla memang memaafkannya, aku akan memikirkan hal lain untuk menebus kesalahannya. Jadi, kami berdua berjalan ke dapur.Gagasan Layla sudah tidak lagi mengambil tugas Kapten tim tungku terasa sumbang di telingaku mengingat dia masih sering membawa Fal ke dapur. Itu juga belum termasuk Layla yang hadir di Rapat Dewan sebagai Kapten tim tungku, jadi kurasa memang ada berbagai hal yang terjadi di luar sepengetahuanku. Aku tahu Lavi benar. Aku tidak terlalu mengerti masalahnya.Sayangnya, gagasan itu benar. Ketika di dapur, yang menyambutku Rose.“Em... Layla tidak di sini,” katanya, muram. “Sudah tiga hari tidak kemari. Kupikir kau yang lebih tahu.”“Kalian tidak pernah bicara?” tanyaku.“Sejak dia keluar Venus, kami masih bicara, tapi entah sudah berapa lama.”Kuputuskan pergi, dan kupikirkan kalau Layla juga cuk
Fal menuntut ingin bermain denganku—sebagai ganti kesedihan yang tiba-tiba muncul—dan itu memang salahku, yang membuatku bimbang karena tak ingin Fal terus mengingat itu. Namun, aku ingin tidur, jadi dia menghinaku seperti cara Layla menghinaku. “Dasar tukang tidur! Fal tidak suka tukang tidur!”Kemudian dia mendobrak pintu seperti cara Layla menutup pintu.Aku menatap ambang pintu. “Sekarang aku yang patah hati.”“Setidaknya dia tersenyum,” komentar Tara, yang membuatku mengerutkan kening karena—mananya yang tersenyum?“Masih belum ada masalah tertentu,” jelas Isha, ketika kutanya apa yang dia periksa dari Fal. “Tapi itu bisa berarti dua hal. Kemampuan keduanya sudah bangkit dan dia tidak sadar—bahkan tubuhnya sendiri juga tidak sadar—atau kemampuan keduanya belum bangkit. Biasanya memang mendekati delapan tahun.”Aku tidak ingin tahu berapa umurnya, jadi yan
Nuansa ruangan Profesor Neil benar-benar mengingatkanku akan ruangan peneliti bawah tanah vila Fal. Jadi, baru kusadari kalau mungkin peneliti di jaman ini memiliki ruangan yang hampir persis serupa.Kuharap aku tidak masuk bawah tanah.Namun, aku masuk bawah tanah. Ruangan Profesor Neil ada di sisi tangga berbeda dengan ruangan tim peneliti. Ruangan tim peneliti ada di sisi kanan tangga kembar, sementara ruangan Profesor Neil ada di sisi kiri tangga kembar. Dan tangga itu tidak hanya naik, tetapi turun. Jadi, ketika pintu di samping tangga terbuka, satu-satunya yang terlihat hanya tangga ke bawah. Tidak terlalu panjang, rasanya hanya berbeda satu lantai di permukaan tanah. Maka ruangan Profesor Neil tidak seperti ruangan tim peneliti yang mirip seperti ruangan pada umumnya, melainkan ruangan yang lebih mirip seperti aula besar. Langit-langitnya sangat tinggi, terlihat sangat jauh seolah ketinggian langit-langit itu ada di ketinggian sama seperti langit-langit di lanta
Gangguan kedua yang mencegahku tidur muncul ketika aku hampir terlelap, yang rasanya tidak bisa disebut gangguan. Maksudku, itu muncul karenaku, dan dia tidak terima kalau disebut gangguan. Jadi, tiba-tiba saja aku sudah bercerita banyak, dan dia juga mengatakan banyak hal yang sekiranya perlu ditanamkan ke benakku. Aku selalu senang mendengarnya cerita. Kami seperti sedang bertautan mata.Contohnya, “Haswin memang seperti itu. Aku jarang bicara dengannya, dan kami tidak pernah dalam satu Rapat Dewan, kecuali Rapat Dewan Perang saat aku masih jadi anggota tim penyerang. Tapi saat itu aku merasa dia punya insting bagus untuk ukuran Kapten tim bertahan. Kau tahu, Forlan? Saat dia mundur dari Kapten, aku melarang dewan menyetujuinya, dan kupikir Haswin benar-benar tercengang seolah tidak pernah menyangka aku jadi orang pertama yang menolak.”“Aku bisa bayangkan ekspresinya,” kataku.“Kemudian dia dengan bodoh bilang, ‘Aku tidak p
Aku tidak tahu sejak kapan mulai tertidur, tetapi kalau harus bilang kapan tepatnya aku sadar tengah bermimpi—itu saat aku melihat puing-puing markas tim penyerang. Kondisinya sama seperti terakhir kulihat—bahkan tidak ada perubahan berarti, jadi aku tahu ini bukan sembarangan mimpi.Terutama ketika mendapati dua orang bertempur di pekarangan.Tidak sulit mengetahui siapa yang sedang bertempur—jadi dibilang sebagai bertempur, mereka lebih cocok disebut duel.Aku sudah tahu Dalton punya kemampuan bela diri yang paling oke, tetapi di citra ini, Dalton tampak begitu lincah jauh melebihi apa yang pernah kulihat. Dia memakai kaki—yang sejujurnya jarang dia pakai karena belakangan dia lumayan suka memakai ayunan tangan—terutama dengan bantuan kemampuannya. Namun, di citra ini, Dalton mengayunkan kaki, bahkan berputar-putar dan, sungguh, kalau tendangan itu berhasil melesak kuat, itu cukup menyakitkan.Dan itu terjadi.Troy b
Malam itu, kami patroli lebih cepat. Begitu jam malam, kami patroli.Jadi, kami membagi tim: Haswin, Yasha, Elka memeriksa posisi terakhir semua penghuni Mars dan Venus, sementara aku bersama Dalton memeriksa posisi terakhir para pemilik kemampuan.Cukup mudah mengetahui posisi terakhir mereka—terutama saat mereka punya markas masing-masing. Di klinik, seperti biasa, ada satu orang tetap.“Aku tetap di sini sampai pagi,” kata Isha.“Tara?” tanya Dalton.“Di Venus.”Jadi, sebagai pembuktian, kami ke Balai Dewan, mendobrak masuk ruangan tim peneliti. Ada tiga orang tetap.“Bisakah kalian mengetuk sebelum masuk?” ketus Jesse.“Lama sekali tidak melihatmu di sini,” sapa Dalton.“Ini ruanganku.”“Berencana keluar saat malam?” tanyaku, langsung ke intinya.Mereka bilang ingin tidur, dan kami tidak ingin protes. Lagi pula, an