Home / Fantasi / Selubung Memori / 133. PATROLI MALAM #3

Share

133. PATROLI MALAM #3

last update Last Updated: 2022-05-28 14:00:09

Lokasi markas tim bertahan setidaknya jauh lebih damai dibanding markas tim penyerang. Aksesnya lebih menenangkan. Nuansanya juga lumayan asyik buat nongkrong. Barangkali Haswin yang membongkar habis-habisan markas ini—dan saat kutanyakan pada Dalton. “Haswin yang memindahkannya kemari.”

Jadi, markas tim bertahan ada di tepi danau, di ujung cabang jalan berpaving terakhir. Bentuk markasnya berbeda dengan markas tim penyerang yang mirip bak benteng kuno. Markas tim bertahan begitu terbuka—dan itu benar-benar terbuka, hanya terdiri dari Joglo versi tanpa dinding. Jadi, itu seperti bangunan yang punya atap kokoh, dengan pilar-pilar marmer yang berdiri menyangganya. Halaman depan diisi dengan tongkat kayu yang ditancap ke tanah, penuh bekas pukulan dan sayatan pedang—lalu ada lubang besar, atau parit, aku tidak mengerti itu digunakan untuk apa, tetapi tampaknya untuk latihan simulasi perang. Kemudian ada kubangan air—tidak terlalu besar, tetapi

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   134. PATROLI MALAM #4

    Sebelum patroli, kupikir mangsa terbesar kami ada di sekitar Gerha pemilik kemampuan, tetapi ketika Haswin mencetuskan itu, tidak ada yang protes, sehingga aku perlu bertanya, “Bukannya kita harus mengawasi dua orang?”“Oh. Kau tidak ikut saat ngobrol dengan Dhiena, ya,” kata Dalton.“Aku mau lihat kamar Layla,” cetus Haswin.Aku tak tahu itu serius atau bualan, tetapi kalau Haswin yang bicara, rasanya mencurigakan. “Dia, kan, tidak di kamarnya,” kataku.“Yang kita lihat kamarnya, bukan Layla,” desis Yasha. “Sumber awalnya dari sana. Di penutup jendelanya masih ada bekas anak panah, jadi kalau kau sedikit cerdas mengukur arah lintasan, semestinya kau tahu dari mana panah itu meluncur. Dan percaya atau tidak, semua itu ucapan Dhiena, bukan aku.”“Dia memeriksanya sendirian,” lanjut Dalton.“Diam-diam,” tambah Haswin. “Dan aku tidak bisa lihat

    Last Updated : 2022-05-30
  • Selubung Memori   135. KONFLIK #1

    Patroli hari itu berakhir ketika kami menelusuri Gerha pemilik kemampuan, tidak melihat sesuatu yang mencurigakan, kecuali Reila yang duduk termenung di halaman belakang. Sebenarnya Haswin punya gagasan menghampirinya dan sedikit menginterogasi, tetapi Dalton punya ide lain. “Serahkan itu ke Forlan.”Jadi, mereka memilih menyusuri kompleks asrama, sementara aku berdiri di pagar Reila, sampai dia menyadari keberadaanku.“Boleh aku masuk?” tanyaku.“Lewat mana?”“Pertanyaan retorik.”Ketika melompat masuk, pembicaraan kami tak terlalu panjang. Aku hanya bertanya, “Tidak tidur?”“Mau tidur lagi.”“Sejak kapan di sini?”“Mungkin sepuluh menit. Patroli?”Jadi, kukatakan kalau patroli malam punya aturan baru, dan dia bilang kalau tahu itu—baru kusadari Reila juga tim bertahan—yang membuat kami tertawa lirih. Pembicaraan

    Last Updated : 2022-06-01
  • Selubung Memori   136. KONFLIK #2

    Itu pertama kali kami memancing bersama orang selain tim tetap geng idiot. Semestinya Elka tidak termasuk, tetapi ketika Dalton bilang sudah lama sejak kami berempat tidak mengajak orang lain, Elka terdiam, yang entah bagaimana membuat kemampuanku merasakan kejengkelan. Aku tahu dia ingin termasuk dalam empat orang yang dimaksud Dalton. Setidaknya, aku mengerti alasan dia ingin dianggap masuk kelompok permainan aneh kami, tetapi rasanya aneh kalau dia sampai ingin ikut dianggap idiot.Hal aneh pertama yang mengusikku: kabut tebal danau masih belum hilang, meski secara teknis hari sudah terik. Aku mengerti kabut ini hanya bisa dilihat darah murni—dan darah murni di kelompok ini hanya aku—tetapi rasanya cukup janggal memancing di tengah kabut pekat.Sayangnya, itu tidak kubicarakan.Dua kano tetap terombang-ambing di danau. Kano milikku diisi Dalton dan Elka, sementara sisanya berdekatan dengan kami.“Jangan dekat-dekat,” sergah Dalt

    Last Updated : 2022-06-03
  • Selubung Memori   137. KONFLIK #3

    Sebenarnya aku ingin menerbangkan Lukas ke luar Padang Anushka.Namun, kalau Layla memang memaafkannya, aku akan memikirkan hal lain untuk menebus kesalahannya. Jadi, kami berdua berjalan ke dapur.Gagasan Layla sudah tidak lagi mengambil tugas Kapten tim tungku terasa sumbang di telingaku mengingat dia masih sering membawa Fal ke dapur. Itu juga belum termasuk Layla yang hadir di Rapat Dewan sebagai Kapten tim tungku, jadi kurasa memang ada berbagai hal yang terjadi di luar sepengetahuanku. Aku tahu Lavi benar. Aku tidak terlalu mengerti masalahnya.Sayangnya, gagasan itu benar. Ketika di dapur, yang menyambutku Rose.“Em... Layla tidak di sini,” katanya, muram. “Sudah tiga hari tidak kemari. Kupikir kau yang lebih tahu.”“Kalian tidak pernah bicara?” tanyaku.“Sejak dia keluar Venus, kami masih bicara, tapi entah sudah berapa lama.”Kuputuskan pergi, dan kupikirkan kalau Layla juga cuk

    Last Updated : 2022-06-05
  • Selubung Memori   138. KONFLIK #4

    Fal menuntut ingin bermain denganku—sebagai ganti kesedihan yang tiba-tiba muncul—dan itu memang salahku, yang membuatku bimbang karena tak ingin Fal terus mengingat itu. Namun, aku ingin tidur, jadi dia menghinaku seperti cara Layla menghinaku. “Dasar tukang tidur! Fal tidak suka tukang tidur!”Kemudian dia mendobrak pintu seperti cara Layla menutup pintu.Aku menatap ambang pintu. “Sekarang aku yang patah hati.”“Setidaknya dia tersenyum,” komentar Tara, yang membuatku mengerutkan kening karena—mananya yang tersenyum?“Masih belum ada masalah tertentu,” jelas Isha, ketika kutanya apa yang dia periksa dari Fal. “Tapi itu bisa berarti dua hal. Kemampuan keduanya sudah bangkit dan dia tidak sadar—bahkan tubuhnya sendiri juga tidak sadar—atau kemampuan keduanya belum bangkit. Biasanya memang mendekati delapan tahun.”Aku tidak ingin tahu berapa umurnya, jadi yan

    Last Updated : 2022-06-07
  • Selubung Memori   139. KONFLIK #5

    Nuansa ruangan Profesor Neil benar-benar mengingatkanku akan ruangan peneliti bawah tanah vila Fal. Jadi, baru kusadari kalau mungkin peneliti di jaman ini memiliki ruangan yang hampir persis serupa.Kuharap aku tidak masuk bawah tanah.Namun, aku masuk bawah tanah. Ruangan Profesor Neil ada di sisi tangga berbeda dengan ruangan tim peneliti. Ruangan tim peneliti ada di sisi kanan tangga kembar, sementara ruangan Profesor Neil ada di sisi kiri tangga kembar. Dan tangga itu tidak hanya naik, tetapi turun. Jadi, ketika pintu di samping tangga terbuka, satu-satunya yang terlihat hanya tangga ke bawah. Tidak terlalu panjang, rasanya hanya berbeda satu lantai di permukaan tanah. Maka ruangan Profesor Neil tidak seperti ruangan tim peneliti yang mirip seperti ruangan pada umumnya, melainkan ruangan yang lebih mirip seperti aula besar. Langit-langitnya sangat tinggi, terlihat sangat jauh seolah ketinggian langit-langit itu ada di ketinggian sama seperti langit-langit di lanta

    Last Updated : 2022-06-09
  • Selubung Memori   140. KONFLIK #6

    Gangguan kedua yang mencegahku tidur muncul ketika aku hampir terlelap, yang rasanya tidak bisa disebut gangguan. Maksudku, itu muncul karenaku, dan dia tidak terima kalau disebut gangguan. Jadi, tiba-tiba saja aku sudah bercerita banyak, dan dia juga mengatakan banyak hal yang sekiranya perlu ditanamkan ke benakku. Aku selalu senang mendengarnya cerita. Kami seperti sedang bertautan mata.Contohnya, “Haswin memang seperti itu. Aku jarang bicara dengannya, dan kami tidak pernah dalam satu Rapat Dewan, kecuali Rapat Dewan Perang saat aku masih jadi anggota tim penyerang. Tapi saat itu aku merasa dia punya insting bagus untuk ukuran Kapten tim bertahan. Kau tahu, Forlan? Saat dia mundur dari Kapten, aku melarang dewan menyetujuinya, dan kupikir Haswin benar-benar tercengang seolah tidak pernah menyangka aku jadi orang pertama yang menolak.”“Aku bisa bayangkan ekspresinya,” kataku.“Kemudian dia dengan bodoh bilang, ‘Aku tidak p

    Last Updated : 2022-06-11
  • Selubung Memori   141. KONFLIK #7

    Aku tidak tahu sejak kapan mulai tertidur, tetapi kalau harus bilang kapan tepatnya aku sadar tengah bermimpi—itu saat aku melihat puing-puing markas tim penyerang. Kondisinya sama seperti terakhir kulihat—bahkan tidak ada perubahan berarti, jadi aku tahu ini bukan sembarangan mimpi.Terutama ketika mendapati dua orang bertempur di pekarangan.Tidak sulit mengetahui siapa yang sedang bertempur—jadi dibilang sebagai bertempur, mereka lebih cocok disebut duel.Aku sudah tahu Dalton punya kemampuan bela diri yang paling oke, tetapi di citra ini, Dalton tampak begitu lincah jauh melebihi apa yang pernah kulihat. Dia memakai kaki—yang sejujurnya jarang dia pakai karena belakangan dia lumayan suka memakai ayunan tangan—terutama dengan bantuan kemampuannya. Namun, di citra ini, Dalton mengayunkan kaki, bahkan berputar-putar dan, sungguh, kalau tendangan itu berhasil melesak kuat, itu cukup menyakitkan.Dan itu terjadi.Troy b

    Last Updated : 2022-06-13

Latest chapter

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

  • Selubung Memori   601. UJUNG TALI #7

    Lavi memeriksa arah, titik koordinat, perkiraan waktu—hingga kapan kami harus istirahat. Formasi kami cukup oke. Aku jelas membawa Lavi di punggung—dan kupikir Reila hanya akan melayang di udara bersama Leo. Namun, Leo punya ide yang lebih oke lagi: dia menggendong Reila.Tentunya Reila menolak. Dia bisa bergerak sendiri dengan membuat dia dan Leo melayang. Dia bisa menggerakkan dua orang dengan cepat mengikutiku. Leo protes. Jauh lebih efisien bila dia meringankan bobot dua orang dalam satu orang. Semestinya Reila yang paling tahu itu bisa lebih mudah dilakukan atau tidak, tetapi Leo yakin itu lebih efektif dan efisien. Lavi dan aku mempertimbangkan itu. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu itu bisa lebih oke atau tidak—karena ini pertama kali, jadi keputusan dikembalikan ke mereka berdua. Jadi, Leo mendebat Reila tentang waktu istirahat yang mungkin bisa lebih lama dan formasi yang bisa melebar jika tiga orang bergerak bersama. Dengan dirinya menggendong Rei

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status