Tiba-tiba tangisan Vino memecah kesunyian nan kehampaan rumah besar itu.
Huaaa …
Elena panik bukan main. Sembari membawa minyak telon dan baju ia berlari-lari meninggalkan kamar. Begitu juga dengan Lily dan Adam yang saling tatap tapi kemudian Lily tak peduli sementara Adam ikut berlari keluar.
Adam baru saja akan menuruni anak tangga, tetapi langkahnya dibuat terhenti kala ia melihat Elena yang acak adul setengah berdiri di hadapan Vino.
Perempuan itu mengusap-usap pipi Vino, menciumi punggung tangannya dan berulang kali mengatakan maaf.
"Maafkan ibu, yah, maaf. Ibu terlalu lama, yah, sampai Vino bosan dan turun sendiri. Apa masih sakit, hum?"
Vino menggeleng. Tangisannya tadi hanya keras sesaat. Setelah elena datang. Kemudian menenangkan bocah itu, kini ia tak merasakan apapun lagi.
"Ayo."
Dilanjut Elena membopong bocah itu. Mendudukan nya kembali ke sofa semula. Sedikit demi sedikit dan hati-hati ia mulai mendandani Vino selayaknya anak kecil.
Dari atas, Adam terus memperhatikan mereka atau lebih tepatnya memperhatikan Elena.
Tidak tau hanya perasaan Adam atau bagaimana; yang jelas Adam menemukan ketulusan di wajah Elana. Tulus merawat Vino, bukan hanya karena Vino anak sambungnya tapi Elena yang betul-betul menganggap Vino anak sendiri.
"Apa aku berdosa sudah tidak adil padanya?" batin Adam. Ia berpikir keras. Hanya saja saat ini ia belum menemukan titik baik. Ia masih tidak terima dengan kebodohan wanita itu yang menukar seluruh hartanya hanya untuk menikahi Adam.
"Bodoh!" kata Adam sebelum berbalik; hendak ke kamar.
Lily selesai dandan. Ia cantik dengan make-up tebal dan gaya pakaian ala pekerja kantor.
Ya, selama satu pekan ini dandanan Lily seperti itu. Adam yang dulunya tidak terbiasa, sekarang sudah mulai menerima. Kadang kala ia tersenyum karena Lily bisa bahagia tapi kadang kala juga ia sakit hati atas sikap Lily yang sudah berubah hampir 95%.
Kendati demikian, Adam tak juga membuang rasa cintanya untuk wanita itu. Perasaan Adam belum berubah. Dan mungkin akan tetap sama. Mungkin!
***
Waktu bergulir cepat.
Hari berganti hari. Lily kian sibuk dengan urusan perusahaan. Elena sibuk mengurus rumah dan Vino. Sedangkan Adam diberi modal membuat usaha kecil-kecilan. Syukurlah usahanya lancar selama dua pekan ini. Ditambah ia menggunakan jasa karyawan atas saran Lily. Jadi Adam cukup memantau atau sesekali turut bergabung.
Selama di rumah Adam memperhatikan gerak-gerik Elena. Dimulai dari pagi buta sampai sore hari, perempuan itu sibuk sekali hingga sepertinya ia tidak punya waktu me time.
Muncul rasa kasihan pada Elena. Sekedar kasihan. Jadi acap kali Adam bangun lebih pagi untuk memasak. Masakannya enak. Lily suka tiap kali Adam masak.
***
Minggu ini jadual Adam tidur dengan Elena. Tapi seperti yang sudah-sudah. Adam tidak akan satu kasur dengan perempuan itu. Dan malam lalu, Adam memilih tidur di sofa sendirian. Tanpa selimut atau tanpa bantal. Ketika Elena memberikannya. Adam menolak. Jadi Elena bisa apa selain pasrah?
Biasanya, ketika Elena bangun, Adam masih terlelap. Dengan begitulah Elena diam-diam memandang Adam, memperhatikan setiap inci tubuh pria itu, mengukir senyum karena pada akhirnya bisa berada di dekat Adam dan menjadi istrinya walau … ya sudahlah. Akan terlalu muak jika terus diulang.
Berbeda pagi ini. Elena tidak menemukan Adam di sofa. Di ruang televisi juga tidak ada. Terbesit pikiran negatif. Elena mengira Adam tidur bersama Lily. Ia kecewa tapi hanya bisa meredam dengan senyum.
Lalu, Elena melanjutkan langkahnya menuju dapur. Tapi dari kejauhan ia mendengar suara gaduh khas pertemuan spatula dan wajan.
Elena panik. Ia mengira itu adalah maling, karena sekarang masih pagi buta. Bisa saja ada maling kesiangan.
Tanpa pikir panjang, perempuan itu secara asal mengambil sapu. Ia angkat tinggi-tinggi. Ia berjalan mengendap-endap memasuki dapur dan …
Ya!
Seorang pria berkaos hitam tengah jongkok menghadap lemari es. Kedua tangannya masuk ke lemari es itu. Mencari-cari sesuatu, entah apa.
"Mas Adam!!!" Elena terperangah.
Adam spontan menoleh dengan mulut menggigit sosis. Matanya membulat. Adam pun sama terkejutnya.
"Mas Adam …" Elena melirik kompor. Panci presto bertengger dengan api kecil. Juga wajan yang isinya sayur sop.
"Mas Adam … kenapa harus masak? Masih ada Elena. Elena bisa masak, kok," kata Elena dengan wajah merasa bersalah kayak habis ketahuan mencuri. Ya kebalik kali.
Pipi Adam merona. Ia malu. Ia pun beringsut bangun; mengunyah sisa sosisnya.
Satu bulan telah berlalu. Sikap Adam belum berubah. Masih kaku dan dingin pada Elena. "Anggap saja aku sedang baik."
Mata Elena berkaca-kaca. Ia hanya ingin mempersenang hatinya. Ia menebak-nebak jika Adam sebenarnya kasihan pada Elena, jadi ia rela bangun lebih pagi dari Elena lalu membuat sarapan.
"Aku mencintaimu, mas," batin Elena.
"Mau apa kau kesini? Tidak ada kerjaan untukmu. Kembali ke kamar saja sana!" usir Adam. Namun, sebenarnya bukan mengusir melainkan meminta Elena tetap di kamar untuk istirahat, karena beberapa jam lagi kesibukan akan ia mulai. Dan pastinya ia tidak punya waktu banyak untuk istirahat.
"Mas … terima kasih."
"Jangan pede. Aku hanya iseng," ketus Adam.
Elena tersenyum. Anggapan perempuan itu, Adam sedang berbohong.
***
Semua anggota keluarga sudah berkumpul. Adam duduk di kursi kepala keluarga. Lily di sisi kanannya, Vino di sebelah Lily persis. Dan Elena di sebelah kiri Adam.
Mulut mereka dipenuhi makanan. Mengunyah setiap gigitan yang nikmat tiada tanding.
Selesai makan, Lily membuka suara. "Masakan kamu, yah, mas?"
Adam mengangguk.
"Pantesan. Enak."
Adam suka pujian itu. Sekilas ia melirik Elena. Wajahnya tampak murung. Mungkin Elena mengira Lily menganggap masakan Elena tidak seenak masakan Adam.
"Mas, nanti teman-teman aku pada datang. Mas dandan yang gagah, yah, jangan kumel. Ya walaupun bagaimanapun bentuknya mas tetap ganteng, sih, he he."
Adam angguk-angguk sekali lagi.
"Oh, iya. Elena. Kamu juga nanti mending jangan menunjukkan diri. Ya … meskipun teman-teman ku tau bagaimana pertukaran kita tapi aku tidak mau teman-teman ku sampai banyak tanya sama kamu. Maklum, mereka kebanyakan orang kampung tapi nikah sama orang kaya semua, jadi agak cerewet."
Oh, sial. Lily tidak bercermin. Ia sendiri termasuk rewel minta ampun.
Elena mengulas senyum. Sama dengan Adam. Ia hanya mengangguk.
Lily lantas menyambar tas juga ponselnya, yang dari tadi kelap-kelip terus layarnya karena pesan membrondong masuk.
"Aku berangkat dulu. Bye." Lily pamit. Ia mengecup pipi Adam dan Vino, juga melambai pada Elena.
***
Semua bekas makanan sudah dibersihkan. Elena berniat membawa Vino bermain di luar. Mendadak Adam setengah berlari menuruni anak tangga dengan memanggil Elena.
"Elena …"
Elena berbalik. "Iya?"
"Mau ke mana?"
Semua bekas makanan sudah dibersihkan. Elena berniat membawa Vino bermain di luar. Mendadak Adam setengah berlari menuruni anak tangga dengan memanggil Elena."Elena …"Sambil tetap menggenggam tangan kecil Vino, Elena menoleh dan tersenyum. "Iya?"Adam ragu-ragu. Tapi ia harus mengatakannya, atau Lily akan marah.Elena menautkan kedua alisnya. "Mas, ada apa?" Tanya wanita itu.Adam menghela nafas pelan. Tanpa mau melihat Elena, ia berucap, "Aku tidak tahu harus berpakaian apa. Tolong kau carikan pakaian yang pantas supaya Lily tidak mau di depan teman-temannya."Sudut bibir wanita itu teran
"Tidak mungkin!" Lily menatap Adam penuh cinta dan kepercayaan penuh. "Mas Adam cinta mati padaku. Jika tidak, mana mungkin ia bersedia menikahi Elena demi kekayaan ini!"Mendengar pengakuan terang-terangan Lily, perasaan Adam sangat terluka. Pria itu merasa, harga dirinya telah benar-benar hilang tergantikan dengan harta yang sangat Lily inginkan.Lucunya, hal ini malah dijadikan bahan lelucon Lily dan teman-temannya. Tentu saja perasaan Adam semakin kacau. Hal itu dapat Elena lihat melalui celah pintu. Dan melihatnya demikian, Elena yang tadinya kesal pada Lily menjadi kasihan pada Adam karena pria setampan dan sebaik Adam justru mendapat istri seperti Lily."Ly, aku merasa gerah. Aku pergi ke kolam renang." Pamit Adam, dan tanpa menunggu persetujuan Lily, Adam pergi begitu saja.Lily tampak akan menghentikan, tetapi teman-teman Lily menahannya. "Hei, biarkan saja? Mari bicarakan seberapa banyak kamu mendapatkan aset wanita bodoh itu?"Membahas hal ini membuat Lily dua kali lipat be
Waktu berselang. Elena membuka pintu kamarnya sambil tersenyum hangat.Langkah Adam terhenti di ambang pintu. Dia terdiam seperti sedang menimbang-nimbang.Kemudian Elena berkata tanpa berat hati. "Dam, malam ini jatah tidurmu bersamaku tapi jika kamu enggan, kamu bisa kembali ke kamar Lily."Adam mengangkat wajahnya. Dia menatap Elena secara intens. Namun bukan wanita itu yang menjadi pusat perhatian, melainkan bayangan ucapan Lily dan teman-temannya beberapa saat lalu yang membuat Adam sakit hati dan rasanya perasaan itu tidak akan terobati meski seribu tahun berlalu sekalipun."Dam." Elena menyadarkan Adam.Adam mengerjap dan tanpa pikir panjang memasuki kamar istri keduanya tersebut.Elena tercengang. Dia seperti bermimpi. Dia tak menyangka Adam bersedia masuk setelah beberapa kebersamaan pria itu terlihat enggan tak enggan.Setelah Adam masuk harusnya Elena menutup pintu, tetapi tidak. Elena mematung dan malahan tenggelam dalam pemikiran sendiri.Adam yang sadar lantas menoleh l
Slurppp cupppElena tak menyangka Adam rupanya begitu ahli dalam hal ini. Dia melumat, menghisap, sesekali menggigit bahkan sampai menjelajahi dinding mulut Elena hingga wanita itu kelabakan menyeimbangi.Maklum, hal seperti ini tentu adalah pengalaman pertama bagi Elena. Dan begitu mencobanya, ternyata dia bermain seseorang yang sangat ahli! Sampai pada akhirnya Elena kesulitan bernafas. Dia mendorong pundak Adam, dan Adam merespon gerakan Elena.Adam melepas bibir bawah wanita itu setelah sebelumnya digigit. Jarak wajah mereka masih sangat dekat, mereka dapat merasakan embusan nafas masing-masing.Hah hah hahSetelah beberapa detik, Elena mengangkat wajah menatap Adam. Dan entah kenapa dia merasa, kali ini Adam terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya.Adam sama-sama menatap mata Elena. Wanita yang selalu menatapnya penuh cinta sejak kali pertama pertemuan mereka hingga detik ini, berhasil membangkitkan birahi Adam."Dam—"Alhasil ketika Elena hendak mengatakan sesuatu, Adam tak
Pendengaran Lily masih tajam. Tepat ketika dia menempelkan telinganya di permukaan pintu, dia mendengar desahan Elena dan Adam yang saling bersahutan satu sama lain! DeggggJantung Lily bagai disambar petir. Wanita serakah itu tersentak mundur dengan pundak naik turun tak menentu.Kemudian dia secara jelas mendengar desahan mereka semakin jelas dan memanjang tapi setelah itu tidak ada suara desahan lagi, melainkan obrolan yang tidak bisa dia dengar.Pikiran Lily kacau. Pandangannya berkunang-kunang. Pikirannya menjadi kosong melompong.Pada akhirnya, wanita itu berjalan tunggang langgang ke sofa yang tidak jauh dari kamar Elena. Lalu, tangisan yang belum pernah keluar setelah dirinya kaya, kini keluar tanpa ampun! "Tidak … ini tidak mungkin." Lily sudah mengetahui apa yang pastinya terjadi di kamar Elena bersama Adam, tetapi wanita itu berusaha menolak kenyataan.Dia berpikir Adam hanya mencintai dirinya, dan tidak akan mungkin berani menyentuh wanita lain meski itu Elena yang sudah
Lily lahir dari keluarga miskin. Rupanya juga jauh dari kata cantik tapi bukan berarti jelek. Pendidikannya hanya sebatas SMP saja. Ia tidak bisa lanjut lantaran terhalang biaya.Usai menyelesaikan sekolah menengah pertama. Lily merantau ke kota. Kurang lebih selama tiga tahun, ia bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kemudian karena sebuah keinginan terbesit. Lily melanjutkan sekolah di sekolah paket.Ia lumayan pintar. Meskipun bermodalkan ijazah paket C. Ia bisa melamar pekerjaan di salah satu kantor jasa keuangan.Di sanalah ia bertemu Adam, suaminya. Kebetulan Adam berstatus sebagai petugas lapang.Ya, Adam terpaksa memilih pekerjaan tersebut dikarenakan ia selalu saja dikeluarkan dari kantor-kantor lamanya dengan alasan menyebabkan kericuhan atas ketampanan, yang Adam miliki.Kadangkala Adam mengutuk ketampanannya. Ia merasa terus mendapat sial atas ketampanan tersebut.Waktu bergulir cepat. Kurun enam bulan sesudah Lily mengenal Adam.
Hari itu juga. Selepas Lily menyelesaikan pemeriksaan sang anak. Ia mengajak Elena pulang ke rumah. Atau tepatnya ke kontrakan, yang nyaris tak pantas disebut layak huni.Lapisan dinding rumah kontrakan itu terkikis sebagian. Bekas lapisannya menimbun di pinggiran dinding. Terkesan kotor seperti tidak pernah dibersihkan. Padahal Lily bolak-balik menyapu tapi dinding terus menerus terkikis. Lily sampai bosan.Selain itu lantai rumah kontrakan terbuat dari semen serta atap rumah menggunakan seng, yang terlibat memiliki lubang.Manakala hujan tiba sudah ketebak rumah akan digenangi air.Untungnya tempat tidur mereka bukan dengan ka
"Me--menikah dengan Elena." Ulang Adam, terbata-bata.Lily mengangguk cepat. Ia sangat bersemangat. Seakan-akan ia membawa kabar baik berupa kehamilan dirinya seperti tiga tahun silam.Adam menggeleng. Tatapan pria itu nanar. Ia sama sekali tak menduga sang istri, yang amat ia cintai tega hati berlaku demikian."Tidak, Li. Aku tidak bisa," jawab Adam tanpa berpikir panjang.Sontak Lily ikut berdiri. Wajah bahagianya seketika berubah murka. Sorot cinta yang barusan Adam lihat tak tersisa secuil pun. Yang ada hanya kilatan bak petir menyambar.
Pendengaran Lily masih tajam. Tepat ketika dia menempelkan telinganya di permukaan pintu, dia mendengar desahan Elena dan Adam yang saling bersahutan satu sama lain! DeggggJantung Lily bagai disambar petir. Wanita serakah itu tersentak mundur dengan pundak naik turun tak menentu.Kemudian dia secara jelas mendengar desahan mereka semakin jelas dan memanjang tapi setelah itu tidak ada suara desahan lagi, melainkan obrolan yang tidak bisa dia dengar.Pikiran Lily kacau. Pandangannya berkunang-kunang. Pikirannya menjadi kosong melompong.Pada akhirnya, wanita itu berjalan tunggang langgang ke sofa yang tidak jauh dari kamar Elena. Lalu, tangisan yang belum pernah keluar setelah dirinya kaya, kini keluar tanpa ampun! "Tidak … ini tidak mungkin." Lily sudah mengetahui apa yang pastinya terjadi di kamar Elena bersama Adam, tetapi wanita itu berusaha menolak kenyataan.Dia berpikir Adam hanya mencintai dirinya, dan tidak akan mungkin berani menyentuh wanita lain meski itu Elena yang sudah
Slurppp cupppElena tak menyangka Adam rupanya begitu ahli dalam hal ini. Dia melumat, menghisap, sesekali menggigit bahkan sampai menjelajahi dinding mulut Elena hingga wanita itu kelabakan menyeimbangi.Maklum, hal seperti ini tentu adalah pengalaman pertama bagi Elena. Dan begitu mencobanya, ternyata dia bermain seseorang yang sangat ahli! Sampai pada akhirnya Elena kesulitan bernafas. Dia mendorong pundak Adam, dan Adam merespon gerakan Elena.Adam melepas bibir bawah wanita itu setelah sebelumnya digigit. Jarak wajah mereka masih sangat dekat, mereka dapat merasakan embusan nafas masing-masing.Hah hah hahSetelah beberapa detik, Elena mengangkat wajah menatap Adam. Dan entah kenapa dia merasa, kali ini Adam terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya.Adam sama-sama menatap mata Elena. Wanita yang selalu menatapnya penuh cinta sejak kali pertama pertemuan mereka hingga detik ini, berhasil membangkitkan birahi Adam."Dam—"Alhasil ketika Elena hendak mengatakan sesuatu, Adam tak
Waktu berselang. Elena membuka pintu kamarnya sambil tersenyum hangat.Langkah Adam terhenti di ambang pintu. Dia terdiam seperti sedang menimbang-nimbang.Kemudian Elena berkata tanpa berat hati. "Dam, malam ini jatah tidurmu bersamaku tapi jika kamu enggan, kamu bisa kembali ke kamar Lily."Adam mengangkat wajahnya. Dia menatap Elena secara intens. Namun bukan wanita itu yang menjadi pusat perhatian, melainkan bayangan ucapan Lily dan teman-temannya beberapa saat lalu yang membuat Adam sakit hati dan rasanya perasaan itu tidak akan terobati meski seribu tahun berlalu sekalipun."Dam." Elena menyadarkan Adam.Adam mengerjap dan tanpa pikir panjang memasuki kamar istri keduanya tersebut.Elena tercengang. Dia seperti bermimpi. Dia tak menyangka Adam bersedia masuk setelah beberapa kebersamaan pria itu terlihat enggan tak enggan.Setelah Adam masuk harusnya Elena menutup pintu, tetapi tidak. Elena mematung dan malahan tenggelam dalam pemikiran sendiri.Adam yang sadar lantas menoleh l
"Tidak mungkin!" Lily menatap Adam penuh cinta dan kepercayaan penuh. "Mas Adam cinta mati padaku. Jika tidak, mana mungkin ia bersedia menikahi Elena demi kekayaan ini!"Mendengar pengakuan terang-terangan Lily, perasaan Adam sangat terluka. Pria itu merasa, harga dirinya telah benar-benar hilang tergantikan dengan harta yang sangat Lily inginkan.Lucunya, hal ini malah dijadikan bahan lelucon Lily dan teman-temannya. Tentu saja perasaan Adam semakin kacau. Hal itu dapat Elena lihat melalui celah pintu. Dan melihatnya demikian, Elena yang tadinya kesal pada Lily menjadi kasihan pada Adam karena pria setampan dan sebaik Adam justru mendapat istri seperti Lily."Ly, aku merasa gerah. Aku pergi ke kolam renang." Pamit Adam, dan tanpa menunggu persetujuan Lily, Adam pergi begitu saja.Lily tampak akan menghentikan, tetapi teman-teman Lily menahannya. "Hei, biarkan saja? Mari bicarakan seberapa banyak kamu mendapatkan aset wanita bodoh itu?"Membahas hal ini membuat Lily dua kali lipat be
Semua bekas makanan sudah dibersihkan. Elena berniat membawa Vino bermain di luar. Mendadak Adam setengah berlari menuruni anak tangga dengan memanggil Elena."Elena …"Sambil tetap menggenggam tangan kecil Vino, Elena menoleh dan tersenyum. "Iya?"Adam ragu-ragu. Tapi ia harus mengatakannya, atau Lily akan marah.Elena menautkan kedua alisnya. "Mas, ada apa?" Tanya wanita itu.Adam menghela nafas pelan. Tanpa mau melihat Elena, ia berucap, "Aku tidak tahu harus berpakaian apa. Tolong kau carikan pakaian yang pantas supaya Lily tidak mau di depan teman-temannya."Sudut bibir wanita itu teran
Tiba-tiba tangisan Vino memecah kesunyian nan kehampaan rumah besar itu.Huaaa …Elena panik bukan main. Sembari membawa minyak telon dan baju ia berlari-lari meninggalkan kamar. Begitu juga dengan Lily dan Adam yang saling tatap tapi kemudian Lily tak peduli sementara Adam ikut berlari keluar.Adam baru saja akan menuruni anak tangga, tetapi langkahnya dibuat terhenti kala ia melihat Elena yang acak adul setengah berdiri di hadapan Vino.Perempuan itu mengusap-usap pipi Vino, menciumi punggung tangannya dan berulang kali mengatakan maaf."Maafkan ibu, yah, maaf. Ibu terlalu lama, yah, sampai Vino bosan dan turun sendiri. Apa masih saki
CeklekkkSpontan Elena terenyak. Ia bersicepat duduk dari tidurannya. Dan meraih selimut guna menutupi punggungnya yang terbuka, karena saat ini ia hanya menggunakan gaun tipis tanpa lengan.Pintu dibuka kasar. Lily mendorong Adam masuk meski gelagat Adam sudah persis seperti tahanan, yang menolak keras masuk bui.Lily sama sekali tak peduli. Malam ini adalah malam pertama Adam. Dan hal itu tidak bisa diganggu gugat."Li." Adam merengek.Lily acuh tak acuh. Ia tutup pintunya dari luar. Bahkan ia juga mengunci pintu itu supaya Adam tidak bisa kabur.Setelah itu Lily kembali ke kamar. Menghabiskan malam, berteman setumpuk uang dan kekayaan tiada habis tujuh turunan. Sedang Adam tetap mematung seorang diri di depan pintu.Elena menatap Adam sepintas. Sebuah duka terlukis jelas di wajah pria itu. Elena tau betul, Adam menahan sakit sekaligus
Biarpun Elena lahir dari keluarga berkecukupan juga selalu dilayani para pelayan, tetapi bukan berarti Elena si anak manja yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah atau hanya bisa masak air.Hidup mandiri sedari ia lulus SMA memaksa Elena melakukan segala hal seorang diri. Ia belajar memasak, membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika dan pekerjaan ibu rumah tangga lain.Bahkan ketika sakit, Elena terbiasa membuat obat sendiri. Misal wedang jahe yang sekarang sedang ia buat.Trik itu diajarkan nenek Elena sewaktu neneknya yang dari kota keraton tinggal di rumah.
Usai mendengar kabar Adam bersedia menikah dengan Elena, dan tentunya sesuai kesepakatan. Maka Elena juga Lily menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan.Mulai dari dekorasi sederhana, memesan gaun pernikahan, menyebar undangan dan masih banyak lagi.Selama itu, anak mereka Lily titipkan lebih dulu kepada orang tua Lily.Lily tidak memberitahu apa yang tengah ia perbuat sampai tidak punya waktu mengurus anaknya. Orang tua Lily pun tidak banyak bertanya-tanya meski dalam hati terkumpul seribu pertanyaan.Memasuki hari kedua setelah Adam setuju. Lily sengaja