Biarpun Elena lahir dari keluarga berkecukupan juga selalu dilayani para pelayan, tetapi bukan berarti Elena si anak manja yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah atau hanya bisa masak air.
Hidup mandiri sedari ia lulus SMA memaksa Elena melakukan segala hal seorang diri. Ia belajar memasak, membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika dan pekerjaan ibu rumah tangga lain.
Bahkan ketika sakit, Elena terbiasa membuat obat sendiri. Misal wedang jahe yang sekarang sedang ia buat.
Trik itu diajarkan nenek Elena sewaktu neneknya yang dari kota keraton tinggal di rumah.
Banyak yang nenek ajarkan pada Elena. Namun, Elena hanya menangkap beberapa hal saja. Salah satunya membuat wedang jahe beserta cara mengatasi orang sakit.
Sepuluh menit telah berlalu. Wedang jahe buatan Elena telah selesai. Ia menuangkannya ke dalam cangkir keramik. Kemudian ia bawa keluar menghampiri sang suami.
Adam rupanya masih duduk di sofa. Kepala Adam semakin nyut-nyutan. Untuk berdiri ia agak susah. Pandangannya terasa kabur. Semua objek jadi punya kembaran.
Sambil memijat kening. Adam mencium aroma wangi khas tanaman herbal, jahe. Aromanya wangi, dan menggugah selera.
Tiap kali Adam sakit. Adam akan meminta Lily membuatkan wedang jahe tersebut. Adam akan merasa memiliki sepuluh kali semangat setiap mencium aromanya. Namun, berbeda untuk saat ini karena wedang jahe bukan buatan Lily melainkan Elena.
Jangankan memiliki sepuluh semangat. Melirik pun Adam enggan.
"Silahkan, Mas." Elena telah membuat wedang jahe itu penuh cinta. Ia juga menyuguhkannya tapi Adam tetap memijat pelipis tanpa ada keniatan menyentuh.
"Mas." Elena memperingatkan. Adam malah membuang wajah.
"Aku pusing. Kamu pergi saja ke kamar. Tolong biarkan aku sendiri," ujar Adam.
"Makanya aku buatin wedang jahe, Mas. Mungkin kamu kecapean juga," balas Elena.
Adam acuh tak acuh. Kemudian Elena beringsut bangun. Ia berjalan ke belakang sofa. Dipegangnya kepala Adam disusul pijatan-pijatan lembut darinya.
"Tidak perlu, El," tolak Adam menjauhkan tangan Elena, "aku tidak terbiasa dipijat," dalih Adam padahal acap kali sakit kepala ia selalu merengek pada Lily. Meminta wanita itu memijatnya meski lebih sering Lily menolak.
Elena terpaksa berhenti memijat. Ia beralih duduk di samping Adam seraya memandangi wajah suaminya itu.
Ditatap dalam demikian. Adam agak risih. Ia sedikit menjauh tanpa melepas pijatan kepalanya.
"Kamu masih kecewa sama pernikahan ini, Dam?" Tanya Elena.
Dan tanpa Adam menjawab pun Elena mestinya tau jawaban apa yang akan Adam beri. Hanya saja Adam ingin bungkam. Ia tak mau kekecewaan hatinya menyebabkan ia berkata yang mungkin menyakiti hati Elena.
"Dam, asal kamu tau. Dari dulu aku selalu suka sama kamu," terang Elena.
"Aku miskin, El. Kamu salah mencintai orang."
"Dam, harta bisa dicari tapi kebahagiaan sejati tidak. Dan selama aku mencari harta, aku tidak pernah merasa kebahagiaan sesungguhnya, Dam. Aku … aku bisa bahagia asal bersamamu."
Adam tersenyum kecut. Baginya ucapan Elena saat ini hanya karena ia masih pengantin baru. Ia belum tau kekejaman hidup setelah pernikahan berjalan cukup lama.
Bahtera rumah tangga tidak selalu manis. Ada pasang surutnya, yang mungkin nanti akan Elena rasakan. Dan bisa jadi setelah itu Elena menyadari bahwa cinta dalam hubungan bukan segalanya.
Persis seperti pendapat Lily usai mengalami pahitnya perjalanan rumah tangga ia dan Adam.
"Dam, aku tidak peduli kau miskin atau kaya. Asal kau Adam, seseorang yang kukenal sedari SMA. Maka ku anggap itu lebih dari cukup."
Sekali lagi Adam tersenyum kecut dibarengi gelengan kepala tak percaya.
"Perkataan mu sama persis seperti perkataan Lily saat awal-awal pernikahan kami. Setelah lewat berbulan-bulan baru ia rasakan betapa susahnya menjalani semua ini."
Elena membisu. Ia tak lagi berkata-kata manis. Ia cukup memperhatikan baik-baik wajah Adam. Lalu, tersenyum simpul.
"Sampai detik ini aku masih tidak mengira bahwa kau sungguh akan menjadi suami ku, Dam." Monolog Elena.
"Kau pergilah ke kamar. Aku ingin di sini," pinta Adam.
Elena berusaha menjadi istri yang baik. Ia mengangguk. Ia beringsut bangun dan melangkah ke kamarnya yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat Adam duduk.
Selepas kepergian Elena. Adam merebahkan tubuh di atas sofa. Ia berusaha menghilangkan rasa sakit di kepalanya seraya melirik wedang jahe buatan Elena.
Sejujurnya Adam ingin sekali menikmati wedang tersebut, akan tetapi mengingat tangan siapa yang membuat. Keinginan Adam seketika lenyap.
Entahlah. Ia sendiri tidak tau antara belum menerima atau tidak akan menerima kehadiran Elena dalam hidupnya.
Di sisi lain.
Kedua bola mata Lily masih terjaga. Matanya membulat menghitung setiap lembaran kertas bernilai dalam genggaman.
Tak secuil pun tampak ketidakbahagiaan pada wajah Lily. Ketidakbahagiaan yang selalu ia miliki telah lenyap bersama datangnya pundi-pundi harta, yang sekarang dalam dekapan.
Selain uang. Lily juga telah diberi hak mengurus perusahaan, yang tengah naik daun itu.
Lily melirik seragam baru untuk bekerjanya, besok. Wanita itu sudah tak sabar duduk di kursi putar, di hadapkan komputer dan dipanggil bos oleh para karyawannya.
Ah, rasanya Lily benar-benar tak bisa membayangkan kebahagiaan tiada tara itu. Sampai-sampai jam menunjukan angka 12 lewat. Mata Lily terjaga kuat. Kantuk tak sedikit pun mengusik.
Tok tok tok …
Alih-alih sedang menikmati kekayaan yang ia dapat. Pintu terdengar diketuk bersama masuknya Adam.
Adam melihat Lily tak menoleh ke arahnya. Seakan-akan kehadiran Adam ibarat angin lalu. Adam memanggil. "Li?"
Wanita itu balas bergumam. Ia lebih mementingkan harta ketimbang suami.
"Li?" Ulang Adam. Dan jawaban Lily tak berubah.
Adam menghela nafas kasar. Lantas, main berbaring saja di sisi sang anak yang sudah lelap.
"Aduh, Mas! Kamu jangan senggol-senggol uang aku, dong!" Omel Lily sambil menyingkirkan tubuh Adam.
"Li, aku mau tidur. Kamu singkirkan dulu uang kamu dari sini," saran Adam melihat sebagian uang Lily berantakan di atas sprei.
"Sebentar, Mas. Aku pusing, nih, ngitungnya," sungut Lily tak mau berpaling dari lembaran berharga tersebut.
"Li, dibandingkan uang itu sepertinya aku bukanlah apa-apa," cibir Adam.
"Tentu saja," jawab Lily.
Sakit. Jantung Adam mendadak berhenti berdetak. Matanya membulat, kosong. Buliran panas luruh menyusul. Segera ia seka dan memaksa senyum.
"Asal kau bahagia, li."
"Maksudku bukan begitu, Mas. Mas tau sendiri kehidupan dahulu kita bagaimana. Aku bisa gila kalau terus sengsara, dan beruntungnya Tuhan memberi jalan lain, Mas. Semua juga berkat kamu."
Kali ini Lily baru mengangkat wajah. Melempar senyum, yang selalu membuat Adam seolah memiliki segalanya meski ia miskin.
"Loh!" Lily berhenti menghitung uang. "Kok, kamu di sini, Mas. Harusnya malam ini kamu temani Elena. Ini malam pertama kalian."
"Nggak, Li. Aku lagi sakit. Aku pengen tidur bareng kamu dan Vino," tolak Adam.
"Tidak bisa begitu, dong, Mas. Elena juga istri kamu. Terlebih sekarang malam pertama kalian. Ayo keluar, kamu harus bermalam dengan Elena."
"Tapi, Li." Adam menolak. Ia merengek ingin tetap bersama Lily dan sang anak. Namun, dengan tega Lily menarik Adam keluar dari kamarnya serta membawa turun pria itu.
Lily sendiri yang mengantarkan Adam ke kamar Elena.
"Li, kamu tega sekali mencampakkan suami sendiri," batin Adam seakan ingin menangis.
CeklekkkSpontan Elena terenyak. Ia bersicepat duduk dari tidurannya. Dan meraih selimut guna menutupi punggungnya yang terbuka, karena saat ini ia hanya menggunakan gaun tipis tanpa lengan.Pintu dibuka kasar. Lily mendorong Adam masuk meski gelagat Adam sudah persis seperti tahanan, yang menolak keras masuk bui.Lily sama sekali tak peduli. Malam ini adalah malam pertama Adam. Dan hal itu tidak bisa diganggu gugat."Li." Adam merengek.Lily acuh tak acuh. Ia tutup pintunya dari luar. Bahkan ia juga mengunci pintu itu supaya Adam tidak bisa kabur.Setelah itu Lily kembali ke kamar. Menghabiskan malam, berteman setumpuk uang dan kekayaan tiada habis tujuh turunan. Sedang Adam tetap mematung seorang diri di depan pintu.Elena menatap Adam sepintas. Sebuah duka terlukis jelas di wajah pria itu. Elena tau betul, Adam menahan sakit sekaligus
Tiba-tiba tangisan Vino memecah kesunyian nan kehampaan rumah besar itu.Huaaa …Elena panik bukan main. Sembari membawa minyak telon dan baju ia berlari-lari meninggalkan kamar. Begitu juga dengan Lily dan Adam yang saling tatap tapi kemudian Lily tak peduli sementara Adam ikut berlari keluar.Adam baru saja akan menuruni anak tangga, tetapi langkahnya dibuat terhenti kala ia melihat Elena yang acak adul setengah berdiri di hadapan Vino.Perempuan itu mengusap-usap pipi Vino, menciumi punggung tangannya dan berulang kali mengatakan maaf."Maafkan ibu, yah, maaf. Ibu terlalu lama, yah, sampai Vino bosan dan turun sendiri. Apa masih saki
Semua bekas makanan sudah dibersihkan. Elena berniat membawa Vino bermain di luar. Mendadak Adam setengah berlari menuruni anak tangga dengan memanggil Elena."Elena …"Sambil tetap menggenggam tangan kecil Vino, Elena menoleh dan tersenyum. "Iya?"Adam ragu-ragu. Tapi ia harus mengatakannya, atau Lily akan marah.Elena menautkan kedua alisnya. "Mas, ada apa?" Tanya wanita itu.Adam menghela nafas pelan. Tanpa mau melihat Elena, ia berucap, "Aku tidak tahu harus berpakaian apa. Tolong kau carikan pakaian yang pantas supaya Lily tidak mau di depan teman-temannya."Sudut bibir wanita itu teran
"Tidak mungkin!" Lily menatap Adam penuh cinta dan kepercayaan penuh. "Mas Adam cinta mati padaku. Jika tidak, mana mungkin ia bersedia menikahi Elena demi kekayaan ini!"Mendengar pengakuan terang-terangan Lily, perasaan Adam sangat terluka. Pria itu merasa, harga dirinya telah benar-benar hilang tergantikan dengan harta yang sangat Lily inginkan.Lucunya, hal ini malah dijadikan bahan lelucon Lily dan teman-temannya. Tentu saja perasaan Adam semakin kacau. Hal itu dapat Elena lihat melalui celah pintu. Dan melihatnya demikian, Elena yang tadinya kesal pada Lily menjadi kasihan pada Adam karena pria setampan dan sebaik Adam justru mendapat istri seperti Lily."Ly, aku merasa gerah. Aku pergi ke kolam renang." Pamit Adam, dan tanpa menunggu persetujuan Lily, Adam pergi begitu saja.Lily tampak akan menghentikan, tetapi teman-teman Lily menahannya. "Hei, biarkan saja? Mari bicarakan seberapa banyak kamu mendapatkan aset wanita bodoh itu?"Membahas hal ini membuat Lily dua kali lipat be
Waktu berselang. Elena membuka pintu kamarnya sambil tersenyum hangat.Langkah Adam terhenti di ambang pintu. Dia terdiam seperti sedang menimbang-nimbang.Kemudian Elena berkata tanpa berat hati. "Dam, malam ini jatah tidurmu bersamaku tapi jika kamu enggan, kamu bisa kembali ke kamar Lily."Adam mengangkat wajahnya. Dia menatap Elena secara intens. Namun bukan wanita itu yang menjadi pusat perhatian, melainkan bayangan ucapan Lily dan teman-temannya beberapa saat lalu yang membuat Adam sakit hati dan rasanya perasaan itu tidak akan terobati meski seribu tahun berlalu sekalipun."Dam." Elena menyadarkan Adam.Adam mengerjap dan tanpa pikir panjang memasuki kamar istri keduanya tersebut.Elena tercengang. Dia seperti bermimpi. Dia tak menyangka Adam bersedia masuk setelah beberapa kebersamaan pria itu terlihat enggan tak enggan.Setelah Adam masuk harusnya Elena menutup pintu, tetapi tidak. Elena mematung dan malahan tenggelam dalam pemikiran sendiri.Adam yang sadar lantas menoleh l
Slurppp cupppElena tak menyangka Adam rupanya begitu ahli dalam hal ini. Dia melumat, menghisap, sesekali menggigit bahkan sampai menjelajahi dinding mulut Elena hingga wanita itu kelabakan menyeimbangi.Maklum, hal seperti ini tentu adalah pengalaman pertama bagi Elena. Dan begitu mencobanya, ternyata dia bermain seseorang yang sangat ahli! Sampai pada akhirnya Elena kesulitan bernafas. Dia mendorong pundak Adam, dan Adam merespon gerakan Elena.Adam melepas bibir bawah wanita itu setelah sebelumnya digigit. Jarak wajah mereka masih sangat dekat, mereka dapat merasakan embusan nafas masing-masing.Hah hah hahSetelah beberapa detik, Elena mengangkat wajah menatap Adam. Dan entah kenapa dia merasa, kali ini Adam terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya.Adam sama-sama menatap mata Elena. Wanita yang selalu menatapnya penuh cinta sejak kali pertama pertemuan mereka hingga detik ini, berhasil membangkitkan birahi Adam."Dam—"Alhasil ketika Elena hendak mengatakan sesuatu, Adam tak
Pendengaran Lily masih tajam. Tepat ketika dia menempelkan telinganya di permukaan pintu, dia mendengar desahan Elena dan Adam yang saling bersahutan satu sama lain! DeggggJantung Lily bagai disambar petir. Wanita serakah itu tersentak mundur dengan pundak naik turun tak menentu.Kemudian dia secara jelas mendengar desahan mereka semakin jelas dan memanjang tapi setelah itu tidak ada suara desahan lagi, melainkan obrolan yang tidak bisa dia dengar.Pikiran Lily kacau. Pandangannya berkunang-kunang. Pikirannya menjadi kosong melompong.Pada akhirnya, wanita itu berjalan tunggang langgang ke sofa yang tidak jauh dari kamar Elena. Lalu, tangisan yang belum pernah keluar setelah dirinya kaya, kini keluar tanpa ampun! "Tidak … ini tidak mungkin." Lily sudah mengetahui apa yang pastinya terjadi di kamar Elena bersama Adam, tetapi wanita itu berusaha menolak kenyataan.Dia berpikir Adam hanya mencintai dirinya, dan tidak akan mungkin berani menyentuh wanita lain meski itu Elena yang sudah
Lily lahir dari keluarga miskin. Rupanya juga jauh dari kata cantik tapi bukan berarti jelek. Pendidikannya hanya sebatas SMP saja. Ia tidak bisa lanjut lantaran terhalang biaya.Usai menyelesaikan sekolah menengah pertama. Lily merantau ke kota. Kurang lebih selama tiga tahun, ia bekerja sebagai asisten rumah tangga. Kemudian karena sebuah keinginan terbesit. Lily melanjutkan sekolah di sekolah paket.Ia lumayan pintar. Meskipun bermodalkan ijazah paket C. Ia bisa melamar pekerjaan di salah satu kantor jasa keuangan.Di sanalah ia bertemu Adam, suaminya. Kebetulan Adam berstatus sebagai petugas lapang.Ya, Adam terpaksa memilih pekerjaan tersebut dikarenakan ia selalu saja dikeluarkan dari kantor-kantor lamanya dengan alasan menyebabkan kericuhan atas ketampanan, yang Adam miliki.Kadangkala Adam mengutuk ketampanannya. Ia merasa terus mendapat sial atas ketampanan tersebut.Waktu bergulir cepat. Kurun enam bulan sesudah Lily mengenal Adam.
Pendengaran Lily masih tajam. Tepat ketika dia menempelkan telinganya di permukaan pintu, dia mendengar desahan Elena dan Adam yang saling bersahutan satu sama lain! DeggggJantung Lily bagai disambar petir. Wanita serakah itu tersentak mundur dengan pundak naik turun tak menentu.Kemudian dia secara jelas mendengar desahan mereka semakin jelas dan memanjang tapi setelah itu tidak ada suara desahan lagi, melainkan obrolan yang tidak bisa dia dengar.Pikiran Lily kacau. Pandangannya berkunang-kunang. Pikirannya menjadi kosong melompong.Pada akhirnya, wanita itu berjalan tunggang langgang ke sofa yang tidak jauh dari kamar Elena. Lalu, tangisan yang belum pernah keluar setelah dirinya kaya, kini keluar tanpa ampun! "Tidak … ini tidak mungkin." Lily sudah mengetahui apa yang pastinya terjadi di kamar Elena bersama Adam, tetapi wanita itu berusaha menolak kenyataan.Dia berpikir Adam hanya mencintai dirinya, dan tidak akan mungkin berani menyentuh wanita lain meski itu Elena yang sudah
Slurppp cupppElena tak menyangka Adam rupanya begitu ahli dalam hal ini. Dia melumat, menghisap, sesekali menggigit bahkan sampai menjelajahi dinding mulut Elena hingga wanita itu kelabakan menyeimbangi.Maklum, hal seperti ini tentu adalah pengalaman pertama bagi Elena. Dan begitu mencobanya, ternyata dia bermain seseorang yang sangat ahli! Sampai pada akhirnya Elena kesulitan bernafas. Dia mendorong pundak Adam, dan Adam merespon gerakan Elena.Adam melepas bibir bawah wanita itu setelah sebelumnya digigit. Jarak wajah mereka masih sangat dekat, mereka dapat merasakan embusan nafas masing-masing.Hah hah hahSetelah beberapa detik, Elena mengangkat wajah menatap Adam. Dan entah kenapa dia merasa, kali ini Adam terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya.Adam sama-sama menatap mata Elena. Wanita yang selalu menatapnya penuh cinta sejak kali pertama pertemuan mereka hingga detik ini, berhasil membangkitkan birahi Adam."Dam—"Alhasil ketika Elena hendak mengatakan sesuatu, Adam tak
Waktu berselang. Elena membuka pintu kamarnya sambil tersenyum hangat.Langkah Adam terhenti di ambang pintu. Dia terdiam seperti sedang menimbang-nimbang.Kemudian Elena berkata tanpa berat hati. "Dam, malam ini jatah tidurmu bersamaku tapi jika kamu enggan, kamu bisa kembali ke kamar Lily."Adam mengangkat wajahnya. Dia menatap Elena secara intens. Namun bukan wanita itu yang menjadi pusat perhatian, melainkan bayangan ucapan Lily dan teman-temannya beberapa saat lalu yang membuat Adam sakit hati dan rasanya perasaan itu tidak akan terobati meski seribu tahun berlalu sekalipun."Dam." Elena menyadarkan Adam.Adam mengerjap dan tanpa pikir panjang memasuki kamar istri keduanya tersebut.Elena tercengang. Dia seperti bermimpi. Dia tak menyangka Adam bersedia masuk setelah beberapa kebersamaan pria itu terlihat enggan tak enggan.Setelah Adam masuk harusnya Elena menutup pintu, tetapi tidak. Elena mematung dan malahan tenggelam dalam pemikiran sendiri.Adam yang sadar lantas menoleh l
"Tidak mungkin!" Lily menatap Adam penuh cinta dan kepercayaan penuh. "Mas Adam cinta mati padaku. Jika tidak, mana mungkin ia bersedia menikahi Elena demi kekayaan ini!"Mendengar pengakuan terang-terangan Lily, perasaan Adam sangat terluka. Pria itu merasa, harga dirinya telah benar-benar hilang tergantikan dengan harta yang sangat Lily inginkan.Lucunya, hal ini malah dijadikan bahan lelucon Lily dan teman-temannya. Tentu saja perasaan Adam semakin kacau. Hal itu dapat Elena lihat melalui celah pintu. Dan melihatnya demikian, Elena yang tadinya kesal pada Lily menjadi kasihan pada Adam karena pria setampan dan sebaik Adam justru mendapat istri seperti Lily."Ly, aku merasa gerah. Aku pergi ke kolam renang." Pamit Adam, dan tanpa menunggu persetujuan Lily, Adam pergi begitu saja.Lily tampak akan menghentikan, tetapi teman-teman Lily menahannya. "Hei, biarkan saja? Mari bicarakan seberapa banyak kamu mendapatkan aset wanita bodoh itu?"Membahas hal ini membuat Lily dua kali lipat be
Semua bekas makanan sudah dibersihkan. Elena berniat membawa Vino bermain di luar. Mendadak Adam setengah berlari menuruni anak tangga dengan memanggil Elena."Elena …"Sambil tetap menggenggam tangan kecil Vino, Elena menoleh dan tersenyum. "Iya?"Adam ragu-ragu. Tapi ia harus mengatakannya, atau Lily akan marah.Elena menautkan kedua alisnya. "Mas, ada apa?" Tanya wanita itu.Adam menghela nafas pelan. Tanpa mau melihat Elena, ia berucap, "Aku tidak tahu harus berpakaian apa. Tolong kau carikan pakaian yang pantas supaya Lily tidak mau di depan teman-temannya."Sudut bibir wanita itu teran
Tiba-tiba tangisan Vino memecah kesunyian nan kehampaan rumah besar itu.Huaaa …Elena panik bukan main. Sembari membawa minyak telon dan baju ia berlari-lari meninggalkan kamar. Begitu juga dengan Lily dan Adam yang saling tatap tapi kemudian Lily tak peduli sementara Adam ikut berlari keluar.Adam baru saja akan menuruni anak tangga, tetapi langkahnya dibuat terhenti kala ia melihat Elena yang acak adul setengah berdiri di hadapan Vino.Perempuan itu mengusap-usap pipi Vino, menciumi punggung tangannya dan berulang kali mengatakan maaf."Maafkan ibu, yah, maaf. Ibu terlalu lama, yah, sampai Vino bosan dan turun sendiri. Apa masih saki
CeklekkkSpontan Elena terenyak. Ia bersicepat duduk dari tidurannya. Dan meraih selimut guna menutupi punggungnya yang terbuka, karena saat ini ia hanya menggunakan gaun tipis tanpa lengan.Pintu dibuka kasar. Lily mendorong Adam masuk meski gelagat Adam sudah persis seperti tahanan, yang menolak keras masuk bui.Lily sama sekali tak peduli. Malam ini adalah malam pertama Adam. Dan hal itu tidak bisa diganggu gugat."Li." Adam merengek.Lily acuh tak acuh. Ia tutup pintunya dari luar. Bahkan ia juga mengunci pintu itu supaya Adam tidak bisa kabur.Setelah itu Lily kembali ke kamar. Menghabiskan malam, berteman setumpuk uang dan kekayaan tiada habis tujuh turunan. Sedang Adam tetap mematung seorang diri di depan pintu.Elena menatap Adam sepintas. Sebuah duka terlukis jelas di wajah pria itu. Elena tau betul, Adam menahan sakit sekaligus
Biarpun Elena lahir dari keluarga berkecukupan juga selalu dilayani para pelayan, tetapi bukan berarti Elena si anak manja yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah atau hanya bisa masak air.Hidup mandiri sedari ia lulus SMA memaksa Elena melakukan segala hal seorang diri. Ia belajar memasak, membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika dan pekerjaan ibu rumah tangga lain.Bahkan ketika sakit, Elena terbiasa membuat obat sendiri. Misal wedang jahe yang sekarang sedang ia buat.Trik itu diajarkan nenek Elena sewaktu neneknya yang dari kota keraton tinggal di rumah.
Usai mendengar kabar Adam bersedia menikah dengan Elena, dan tentunya sesuai kesepakatan. Maka Elena juga Lily menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan.Mulai dari dekorasi sederhana, memesan gaun pernikahan, menyebar undangan dan masih banyak lagi.Selama itu, anak mereka Lily titipkan lebih dulu kepada orang tua Lily.Lily tidak memberitahu apa yang tengah ia perbuat sampai tidak punya waktu mengurus anaknya. Orang tua Lily pun tidak banyak bertanya-tanya meski dalam hati terkumpul seribu pertanyaan.Memasuki hari kedua setelah Adam setuju. Lily sengaja