"Lapor Panglima, pasukan Negara Zhou sudah meninggalkan barak." Ming Ye begitu bergegas melaporkan kejadian penting ini pada Panglima mereka.Pagi masih buta, semburat kemerahan baru saja menyembul di ufuk timur. Namun, ada berita mengagetkan seperti ini. Xuan Yuan baru saja keluar dari tenda militer ketika Ming Ye memberi laporan. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu, Ming Ye hanya bisa berdiri di sana tanpa berbuat apa-apa. Tak sabar menunggu, tapi tidak berani menerobos masuk.Takutnya, di dalam ... Panglima sedang bermesraan dengan permaisurinya. "Sejak kapan mereka pergi?" tanya Xuan Yuan."Pasukan terakhir masih meninggalkan jejak debu yang bisa kita lihat dari sini," lapor Ming Ye."Kirimkan beberapa orang untuk memastikan! Jangan-jangan ini hanya jebakan," ucap Xuan Yuan kemudian."Baik, saya sendiri yang akan ke sana," sahut Ming Ye."Ajak Xue bersamamu!" titahnya. Xue akan bisa melihat dengan jelas dan terang benderang. Xuan Yuan akan merasa lebih tenang jika Xue yang m
QianQian dan Guru Mei Yin sibuk di dalam tenda. Sementara Xuan Yuan menunggu di luar. Sebenarnya, Pangeran Ketiga ini sedang resah menunggu kabar dari Xue dan Ming Ye yang sedang memeriksa di barak yang telah ditinggalkan oleh pasukan Negara Zhou. Berbagai rasa berkecamuk di dalam dada. Belajar dari pengalaman betapa liciknya Ying Lan, dia tidak boleh percaya begitu saja dengan apa yang terlihat sebelum mengkonfirmasi semuanya sesuai prosedur yang diperlukan."Panglima, apakah Permaisuri masih di dalam?" Yunxi datang tergopoh-gopoh."Ya, dia sedang belajar hal penting pada Guru Mei." "Panglima, baru saja aku menerima pesan dari Ming Ye. Di barak, mereka menemukan puluhan prajurit yang sakit. Tak ada siapapun selain mereka yang sekarat meregang nyawa." Yunxi menyampaikan kabar sesuai dengan apa yang didengarnya."Mereka sudah memastikan dan memeriksa sampai detail? Tidak ada jebakan di sana?" tanya Xuan Yuan."Semua benda berharga sudah dibawa pergi. Tidak ada apapun lagi di sana, se
Jun Hui hanya bisa menundukkan kepala. Himpitan tenaga dalam yang dikeluarkan oleh Pangeran Ketiga menekannya sedemikian rupa, hingga tidak bisa menegakkan kepala untuk menatapnya."Siapa namamu?!" tanya Xuan Yuan datar dan dingin.Terhadap musuh, dia tidak pernah bersikap lembut. Sekalipun mereka hanya berstatus sebagai bawahan. Namun tetap saja mereka semua adalah musuh."Jun Hui." Jun Hui menjawab tanpa rasa takut.Jika saat ini dia akan dibunuh oleh tentara Da Liang, mungkin saja nasib sialnya telah datang. Siapa suruh dia memilih untuk tetap tinggal ketika semua orang meninggalkan tempat ini.Tanpa perlindungan siapapun, bahkan dia masih harus melindungi pasien yang sedang terkapar di dalam tenda dalam keadaan mengenaskan sedemikian rupa."Katakan, kenapa kamu tidak ikut pergi?" "Sudah kubilang, aku tidak tega meninggalkan mereka semua." Jun Hui tidak berkata apapun. Xuan Yuan menatap wanitanya beberapa saat."Xue, periksa semuanya dengan teliti!" titah Xuan Yuan. Rasa curiga be
Hari ini, Xin Qian telah menghabiskan waktu sepanjang hari untuk memberikan perawatan pada korban perang di pihak Negara Zhou. Terdengar aneh, tapi begitulah. Xin Qian merasa tidak tega melihat mereka ditinggalkan majikannya begitu saja."Ayo kembali ke markas, mereka tidak akan sembuh dalam waktu singkat!" Xin Qian mengajak Xuan Yuan kembali. Tidak ingin terlibat semakin dalam dengan pasien yang berasal dari Negara Zhou itu lebih lama. Ada sebagian yang masih bisa selamat. Ada juga yang tidak selamat karena luka yang begitu parah. Jika berada di zaman modern, mereka akan mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Namun di zaman ini, mereka sangat kekurangan fasilitas kesehatan.Xuan Yuan setuju. Tadinya mereka datang ke sini hanya untuk melihat-lihat. Ternyata malah harus merawat mereka semua."Biarkan pria bernama Jun Hui itu yang melanjutkan! Kita harus kembali." Xuan Yuan menegaskan."Iya, kamu benar. Biarkan dia yang melakukannya. Kita kembali sekarang!" Xin Qian setuju. Ad
Kembali ke tenda militer, Xin Qian baru bisa menghela napas. Rasa lelah merayapi, sepanjang hari tidak bisa merebahkan diri berleha-leha dan memanjakan diri."A Yuan, menjadi Permaisuri ternyata sangat melelahkan. Kalau begitu aku pensiun saja!" keluhnya."Omong kosong! Menjadi Permaisuriku adalah pekerjaan bawaan yang harus kamu tanggung seumur hidup!" dengkus A Yuan tidak suka. Mendengar Xin Qian berkata ingin pensiun, hatinya terasa sakit. Sekali menjadi permaisurinya, selamanya harus menjadi permaisurinya. Tidak boleh ada penyesalan dan keluhan sedikit pun."Aku kira saat menjadi permaisuri, aku bisa hidup berleha-leha. Ternyata, malah harus terjun dalam peperangan yang melelahkan!" dengkus Xin Qian tak peduli. Dia hanya butuh mengungkapkan sebagai pelampiasan rasa lelahnya sepanjang hari ini. Namun ternyata A Yuan menanggapi lain. "QianQian, menjadi istriku adalah nasib baik yang tidak boleh kamu sesali. Mengerti tidak?!" A Yuan menjentikkan jarinya di dahi Xin Qian. Setiap ka
Hari keberangkatan Pangeran Ketiga menuju wilayah Utara dikawal 50.000 pasukan akhirnya tiba juga. Dua pangeran Da Liang berdiri berhadap-hadapan."Apa keputusanmu sudah tidak bisa dirubah lagi?" Sekali lagi, Putra Mahkota berusaha membujuk."Kakak, Hangzhou akan menjadi milikmu. Aku akan tinggal di Kota Chang'an untuk mengelolanya. Kelak, aku berharap bisa memerintahnya menjadi negara yang mandiri," tolak Xuan Yuan.Terdengar suara dengusan kasar. Huantian sungguh tidak menginginkan hal ini terjadi lagi. Sebelumnya, dia begitu membenci adiknya ini, tapi sekarang dia bahkan dia ingin berpisah dengannya. "Kelak, saat upacara pengangkatanmu menjadi Kaisar, aku dan QianQian akan datang memberi selamat." Huantian tidak bisa berkata apapun untuk mengubah pendirian Xuan Yuan. Pasukan sudah dan semua logistik sudah siap berangkat. Ada begitu banyak kereta kuda yang memuat hadiah emas dan perak, serta barang-barang berharga dari keluarga Istana untuk Xuan Yuan.Mendirikan negara bukan perka
Gerbang Kota Chang'an tak semegah Hangzhou. Itulah kesan pertama begitu Xin Qian sampai di sana. Tak ada sambutan meriah sebagaimana ketika mereka menang perang dengan Negara Qing dulu di tempat ini. Meskipun nama besar Pangeran Ketiga sebagai Dewa Perang Da Liang sudah melanglang buana di setiap pelosok wilayah Da Liang, tapi Kora Chang'an terlalu miskin jika dibandingkan dengan Hangzhou.Pasar-pasar yang ada di tempat ini terlihat begitu sederhana. Tidak semeriah dan sepadat di Hangzhou. Dari atas punggung Xiao Shan, Xin Qian mengamati lingkungan baru yang akan menjadi tempat tinggalnya ke depan."Kota ini masih begitu miskin, jika dibandingkan dengan Hangzhou," dengkusnya pelan."Ya, perlahan, kita akan membenahi segala sesuatunya." Xuan Yuan sudah menyiapkan master plan untuk mengelola Kota Chang'an. Pangeran Ketiga merencanakan akan membangun sebuah negara yang kuat. Hal pertama yang harus dibenahi adalah perekonomian rakyat jelata yang hidup di bawah garis kemiskinan."Seharus
Pangeran Ketiga duduk dengan wajah panik di sisi ranjang. Jantung berdegup kencang karena Xin Qian benar-benar tidak bangun sebanyak apapun dia berusaha membangunkan. Tak ingin melepaskan genggaman tangannya sama sekali dari tangan dingin Xin Qian."QianQian, bangunlah!" bujuknya dengan suara parau. Sebelumnya, Xuan Yuan tak pernah merasakan ketakutan sebesar ini. Berada di bawah tarian pedang yang hampir merenggut nyawanya di medan perang pun, tak pernah membuatnya begitu ketakutan. Rasa takut adalah rasa asing baginya. Namun, dia benar-benar merasakannya hari ini."QianQian, jangan membuatku ketakutan!" Suara pria itu terdengar mengiba. Xue yang berjaga di depan pintu bisa merasakan sebesar apa rasa takut yang dirasakan majikannya.Bahkan bagi mereka semua, Xin Qian adalah orang paling hebat. Kehadirannya selalu mampu menyalakan lentera di dalam kegelapan. Selalu ada jalan keluar dari masalah apapun, asalkan Permaisuri sudah bertindak.Sekarang, Permaisuri tidak bisa merespon pangg