“Assalamualaikum, kamu dimana Mbak?” tanya Rio.
“Di kos temen ini Mas, kenapa?” tanya balik Gendhis.“Kos nya di deket alun-alun Reog ya? Aku lihat sepertinya mobilmu terparkir di depan,” jawab Rio.“Iya mas, bener! Kok sampean tau?” tanya Gendhis heran.“Oke, tunggu ya lima menit! Mobilmu titipkan sana dulu! Assalamualaikum,” perintah Rio sambil mematikan telpon sepihak."Siapa Ndis?" tanya Rosi."Oh, Bosku yang travel itu loh," jawab Gendhis."Megapa dia tiba- tiba menyuruhku menunggunya ya? Dia sampai tahu lo Ros kalau aku sedang berada di kosmu, bahkan dia menyuruhku menitipkan mobilku di sini," cerita Gendhis."SIKAAAATTTT!!!!"seru Rosi.Gendhis memukulkan tas selempang yang di bawanya ke tubuh Rosi."Au sakit!" jerit Rosi."Hahahaha! Makanya mulut di jaga!" gelak Gendhis.Rosi mengelus lengannya."Aku kerja dulu, dah di telpon Mami, kalau mau titip mobil taruh depan ya!" perintah Rosi.Gendhis mengangguk, dia keluar berjalan beriringan dengan Rosi yang akan pergi bekerja."Kau tak apa menunggu dia sendiri di sini? Tunggu sana di kamarku!" perintah Rosi."Tak usah, aku di sini saja, paling sebentar lagi," tolak Gendhis."Ku temani ya," tawar Rosi."Tak apa pergilah Ros, kau harus kerja! Semangat ya!" seru Gendhis.Rosi melambaikan tangannya ke Gendhis. Club itu hanya berada dua ratus meter dari Kos Rosi. Gendhis menunggu Rio sendiri di depan kos sahabatnya.Sejuta pikiran memenuhi benak Gendhis. Kenapa tiba-tiba Rio mengajak dia bertemu, aneh sekali rasanya. Padahal selama ini mereka tak pernah berhubungan, jangankan menelpon bertukar pesan di WA atau chat saja tak pernah. Lalu tiba- tiba Rio menelponnya mengajaknya bertemu.'Tin...' suara klakson mobil Pajero Rio mengagetkan Gendhis. Dia berjalan ke arah mobil Rio, terlihat Rio datang tanpa Dimas sahabat setianya. Gendhis membuka pintu barisan penumpang ke dua. Dia tak berani lancang duduk di depan bersama Rio. Agak sungkan jika duduk di samping Rio.“Duduklah di depan, disampingku” perintah Rio dengan lirih.Gendhis menutup pintu itu dan mengikuti kemauan Rio. Dia duduk di samping lelaki itu.“Tumben Mas? Njenengan (kamu) kok disini? Ada perlu pentingkah?” tanya Gendhis sambil menarik baju agar sedikit menutupi paha yang terpampang nyata."Bodohnya aku! Mana pakai baju mengumbar aurat kemana- mana lagi, duhhh gimana ya kalau Mas Rio ilfeel melihat pakaianku seperti ini," kata Gendhis dalam hati.“Enggak! Aku hanya rindu kamu!" ucap Rio."Hah? Apa?" Gendhis terlonjak kaget mendengar perkataan yang baru saja Rio ucapkan."Aku tak akan mengulanginya lagi," ujar Rio santai.Gendhis terdiam, apa dia tadi tak salah dengar ya. Benarkah Rio mengatakan Rindu padanya? atau meang telinganya yang salah?"Sekarang aku pindah di kota ini untuk sementara waktu, ibuku sakit butuh pendampingan khusus, apalagi aku anak tunggal kan! Jadi untuk sementara aku pindah di rumah ibuku...” Rio menjelaskan.Gendhis hanya diam tak menanggapi. Mobil melaju pelan membawaku ke arah jalan anyar (jalan baru). Mereka berhenti disalah satu warung pinggir jalan, Rio lalu turun tanpa mematikan mesin mobil. Tak lama dia datang kembali ke mobil dan mendekati pintu Gendhis,“Makanlah, ini nasi pecel paling enak di sini! Dan ini air mineralnya,” ujar Rio sambil menyodorkan nasi pecel pincuk dan sebotol air mineral untuk Gendhis.Gendhis menerimanya, dia masih diam mematung tanpa menyentuh nasi pecel itu. Dia hanya memperhatikan tingkah Rio dari dalam mobil. Rio kemudian kembali ke warung tersebut dan membawa nasi pecel serta segelas teh hangat untuk dinya sendiri.'Tok...to...' Rio memberikan kode untuk membukakan pintu mobil untuknya. Karena kedua tangannya memegang makanan. Gendhis segera menaruh air minerah di laci dushboard mobil dan membuka pintunya."Terimakasih," kata Rio.Rio memasuki mobil dan membuka moonroof mobil lalu mematikan mesinnya. Mereka makan nasi pecel berdua di dalam mobil dibawah bintang malam.“Enak?” tanya Rio.“Lumayan, tapi kurang pedes Mas! Kalo di Madiun pas malem ada yang enak! Namanya pecel Mak’e buka-nya tapi setengah dua pagi, anak-anak pernah ku ajak kesana pas aku dapet tips banyak event dinas kemarin,” kata Gendhis.Rio hanya tersenyum tak menanggapi.“Minggu depan kamu berangkat ya, ke jogja event nya perusahaan rokok! Ada 4 bus, kamu khusus bus petingginya, nanti sama mas Iim, Rosa, sama Guruh, bagaimana?" tanya Rio.Gendhis hanya menjawab dengan anggukan.“Mas, maaf nih ya sebelumnya, sampean (kamu) gak takut istri tau? Keluar sama aku malem-malem gini! Kalo aku mah bebas aja belum menikah, tapi sampean kan sudah...” tanya Gendhis hati- hati takut menyinggung perasaan Rio.Rio menghela nafas."Sebenarnya aku...."BERSAMBUNGSEBUAH KEJUJURAN"Sebenarnya aku takut, tetapi rasa rinduku padamu mengalahkan semua itu," ucap Rio lirih.Meskipun Rio mengucapkannya lirih Gendhis dengan jelas mendengarkannya. Mereka hanya berdua di dalam mobil. Di tambah suasana malam yang cukup sunyi."Apa aku tak salah dengar Mas?" tanya Gendhis.Rio tak menjawab. Dia melanjutkan makannya sampai nasi dalam pincuk itu habis. Lalu mengambil sebotol air mineral miliknya."Istriku tak akan pernah tau, dia tidak pernah keluar rumah apalagi jam segini! Kamu belum pernah ketemu dia kan ya?” tanya Rio. Gendhis mengangguk perlahan. Memang Gendhis belum pernah melihat istri Rio secara langsung, hanya saja dari cerita yang Gendhis dengar, istri Rio sangat sholehah memakai cadar tentu berbeda jauh dengan dirinya yang sholehot dan gemar memakai baju mini.“Nanti kalau waktunya ku kenalkan dengan istriku...” ujar Rio.Gendhis mengangguk dan melanjutkan menikmati makan malamnya. Mereka berdua terdiam beberapa saat itu. "Tuhan aku tak tahu ap
WOWGendhis membiarkan telpon itu. Dia tak ingin mengangkatnya karena sudah larut malam. Beberapa kali notif pesan masuk, entah dari siapa Gendhis mengabaikan. Gendhis hanya ingin tidur malam ini.Tring satu pesan masuk[Kenapa gak diangkat?][Kamu party ya?]3x panggilan video tak terjawab dari Rio."Ah dia menghancurkan mood pagiku," ujar Gendhis lirih.Gendhis mengetik pesan untuk Rio.[Semalam aku capek, tidur]Balas Gendhis singkat. Pagi hari ini Gendhis memiliki beberapa jadwal untuk bertemu dengan banyak orang. Pak Muhaimin atasan Gendhis sudah mewanti- wanti sejak kemarin jangan sampai proyek gagal. Tanktop hitam, blazer, celana kerja, serta heels hitam, di lengkapi cluth berinisial nama menjadi pilihan busana Gendhis hari ini. Setelah sarapan dengan nasi pecel buatan ibunya, Gendhis berpamitan untuk berangkat kerja. Mengendari mobil perlahan sambil mendengarkan alunan lagu dari cakra khan."Masih terlalu pagi, apa lebih baik aku mampir ke showroom Samuel ya," gumam Gendhis se
SALAH KAMAR?Ternyata kaki Rio yang jelas sengaja menyentuh kaki Gendhis. Rio tersenyum ke sekilas ke arah Gendhis, entah apa maksudnya. Meeting malam ini selesai, sudah di putuskan hari sabtu dini hari mereka akan berangkat, hanya TL dan rombongan. Team memantau standby di kota mereka. Untuk pembagian hotel Gendhis sekamar dengan Rosa, dan Guruh dengan Iim."Baik apa ada yang ingin di tanyakan lagi?" ujar Dimas."Tidak Pak!" sahut Iim."Oke, sekarang waktunya kita makan- makan, silahkan temen- temen memesan makanan yang kalian inginkan," kata Rio."Mbak Gendhis mau makan apa?" tanya Rosa."Em, Nasi goreng saja, minumya air mineral dingin ya!" perintah Gendhis.Mereka memesan masing- masing menu. Menikmati makan malam bersama."Kau langsung pulang?" tanya Rio.Gendhis mengangguk. Malam ini Gendhis langsung pergi ke salon langganannya. Salon Mama mita, untuk memasang eyelash dan berfikir mewarnai rambut. "Mamtit aku besok ada event, ini kan masih jam sepuluh malem bisa lembur ndak?" ta
Malam Indah di kota JogjaGendhis sedikit terkejut, mewah sekali kamar hotel yang di peruntukan untuk dirinya. Apakah teman tidurnya merupakan pejabat kelas tinggi di pabrik. Kamar yang di tempati Gendhis di lengkapi dengan balkon dan bath up, mungkin yang sekamar dengannya manager pusat. Setelah mandi sebentar Gendhis segera menelpon Mas Dimas untuk menanyakan keberadaan orang yang sekamar dengannya. Dan dia menjawab tidak tahu. Notif hp- Gendhis berbunyi. Satu pesan dari Rio.[Aku terjebak macet]Dia melampirkan video sedang menyetir dan jalan sekitar malioboro yang macet. Video itu Gendhis forward ke Dimas. Tak lama dia membalas.[Loh, pak Ustad kesana sama siapa? Sumpah itu deket hotelmu][Ya mana ku tau, kan biasa e sama sampean][Enggak, katanya aku suruh libur dlu. Wah awas lo, speachlees aku sama kalian][Maksudnya?]Belum sempat Gendhis melihat balasan pesan Dimas pintu kamar di ketuk. Setengah berlari Gendhis membukanya, Gendhis kira dia teman sekamarnya, ternyata lelaki yan
DOSA TERINDAH"Aku ingin memiliku malam ini dan selamanya, aku tak akan memaksa, biarkan semua berjalan seperti air yang mengalir! Aku ingin kau sadar satu hal Gendhis bahwa aku datang membawa cinta bukan nafsu untuk memiliki dirimu," bisik Rio di telingan Gendhis.Tubuh Gendhis menggelinjang. Bulu kuduknya berdiri mendapat perlakuan seperti itu."Apakah aku berdosa jika melakukan ini dengan suami orang Mas?" tanya Gendhis.""Ya, tentu saja berdosa! Tapi bukankah sebagai manusia kita sama- sama pendosa? Hanya saja cara kita yang berbeda," ujar Rio.Mereka saling bertatapan beberapa saat. Gendhis melihat sorot mata lelaki sholeh dan pendiam itu nampak teduh. Rasanya mata ini seperti berbicara bahwa dia akan aman jika bersamanya.Gendhis merasakan ada sesuatu yang dingin menyentuh bibirnya. Ya, Rio mulai mengecup bibirnya, Gendhis mulai memejamkan mata. Menikmati sentuhan dingin dan getaran aneh yang mulai menjalar ke seluruh tubuh.Dinginnya AC hotel rupanya tak mampu meredakan hawa pa
NAMAKU RIO!-AUTHOR BAWA KE SETTING DAN ALUR FLASH BACK CERITA RUMAH TANGGA RIO ❤️-Rio Gunawan, nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Rio terlahir disalah satu kota terkecil selatan pulau Jawa tempat lahirnya kesenian Reog Ponorogo. Bapaknya bernama Suhadi berprofesi sebagai pembuat dadak merak yaitu topeng kepala harimau yang beratnya mencapai 50-60 kilogram terbuat dari kerangka kayu, rotan, sampai bambu yang kemudian dilapisi kulit harimau gembong, konon jaman dahulu wajah reog bukan hanya dibuat dari kulit hewan saja, tetapi juga dari kulit manusia dan hanya beberapa orang termasuk ayahku yang memiliki reog asli warisan dari leluhurnya. Selain memproduksi dadak merak, topeng ganongan, dan satu set alat musiknya, ibuku memproduksi baju panadhon setelan hitam untuk para warok, serta rompi merah dan celana merah untuk bujangganom. Tak lupa baju penari wanita dan atributnya yang disebut jathilan."Rio, sampai kapan kau akan seperti ini Nak? Dimas datang kemari, dia mengajakmu
MATINYA RASA CINTA RIO."Kau salah paham Rio, sebenarnya aku bekerja sebagai pemandu lagu tidak lebih," ujar Via."Aku bukan lelaki bodoh!" ucap Rio."Rio, dengarkan aku! Logikanya sekarang aku harus bekerja apa? Nenek sakit, adikku butuh biaya sekolah Rio, huhuhu" isak Via.Rio membalikkan badan. Dia merangkul wanita di hadapannya. Entah setan mana yang merasuki Via sehingga dia memilih jalan menjadi wanita pemandu lagu di salah satu tempat karaokean kota Ponorogo. "Sampai kapan kau akan bekerja di sini?" tanya Rio mengajak Via membeli minuman di indomaret dekat club malam tempatnya bekerja."Setelah semuanya stabil, aku janji akan segera meninggalkan tempat ini Rio! Via janji, bahkan Via masih menjaga kesucian yang Via miliki, seperti janji kita dulu, Via akan menunggu Rio untuk datang dan menikah!" kata Via.Rio sempat bertahan dengannya, karena sangat mencintai wanita itu dengan tulus. Namun ternyata lingkungan membuat pengaruh dan pola pikir Via berubah. Via terlalu dalam masuk d
SEMUA UNTUK IBU"Bu, boleh Rio ngomong?" tanya Rio."Ngomong ya ngomong saja to Le, kok kayak sama siapa saja kamu itu," kata Purwati sambil asik menuang adonan bakwan ke wajan berisi minyak panas."Mau ngomong apa to? Kok kelihatannya penting sekali," sambung Purwati yang melihat gelagat aneh dari putranya yang menunduk dan diam.“Bismillah, semua demi Ibu," gumam Rio lirih."Bu, aku ingin bertemu wanita itu! Tapi Rio tidak berjanji langsung cocok ya Bu! Seperti kata Ibu dulu, tak ada salahnya mencoba. Rio juga ingin mencoba mengenalnya lebih dahulu, doakan saja semoga awal pertemuan nanti bisa menjadi awal yang baik,” ucap Rio dengan cepat.Purwati langsung menengok ke arah Rio. Matanya berbinar bahagia, seulas senyum terlukis di wajahnya.“Alhamdulillah, makasih ya Le, ibu seneng banget! Pak, Pak nanti ayok ke rumahnya Ustad Furqon, Si Rio anakmu mau Pak ketemu dengan wanita itu, dengan calon mantu pilihan Ibu,” kata Purwati berteriak lari ke arah