DUA GELAS ES JERUK DI WARUNG!
-POV AUTHOR-“Sifa, Nduk...” bisik seseorang dari belakangnya,Dia menoleh, ternyata Ibu mertuanya datang. Tak tanggung- tanggung Ibu mertuanya menggunakan motor bebek entah dapat dari mana. Ibu mertuanya menyerahkan helm untuk di pakainya. Sifa benar- benar memuji keahlian mertuanya yang tak bisa di anggap sepele itu. Sangat totalitas sekali, dia tak meduga sang mertua bisa berpikir sampai sejauh ini.“Pakailah, cepat! Sepertinya Rio sudah mendapatkan ojeknya! Lihatlah utu, dia pergi dengan di bonceng gojek,” teriak Purwati.Sifa mengangguk, dia memakai helm berbentuk cakil (menutup semua wajahnya seperti helm pembalap) entah dari mana Ibunya mendapatkan helm ini. Lalu dengan sigap sang Ibu menyelah (mengongkel motor saat dobel stater mati) dengan sekali selahan. Dia ragu untuk naik ke atas motor itu, apalagi berboncengan dengan Ibu mertuanya yang usianya jelas sudah tua. Dia takut Ibu mertuanya nanti keberatan memboncengnya.“NTERTANGKAP BASAH!-POV AUTHOR-“RIO!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriak Purwati.Semua menoleh terkejut, tak terkecuali Sifa yang berada di samping sang Ibu mertua. Tampak raut kaget di wajah Rio mendapati Ibu nya bersama Sifa udah berada di pelataran rumah Gendhis. Rio menengguk ludahnya dengan kasar. Gambaran peperangan sudah ada di depan Rio.“Ibu... mengapa Ibu berada di sini? Bagaimana Ibu bisa di sini?” tanya Rio dengan suara tergagap.“Berdiri kau! Bajingan! Anak biadab! Laknat! Tak tahu diuntung, apakah Ibumu pernah mendidik mu berlaku curang seperti ini? Hah? Kau taruh mana otakmu! Kau permalukan Ibumu seperti ini. Kau buang wanita baik- baik seperti Sifa demi lonte murahan!” teriak Purwati sambil menghampiri putranya.Purwati masuk ke dalam rumah yang kebetulan tak di kunci, Rio berdiri masih mematung. Dia menghampiri Rio yang berdiri di depan wanita itu. Nampak sekali putranya melindungi gadis itu. “Bu, Rio bisa jelaskan semuanya,” kata Rio berdiri melindungi Gen
KAU MENGATAIKU LONTHE? LALU ANAKMU?-POV AUTHOR-“Minumlah, Bu. Monggo (silahkan),” kata Dea sambil menyuguhkan nampan berisi air dingin dan roti kering.“Cuih... aku tak sudi. Kau pasti telah memasukkan jampi- jampi di air itu agar aku lulut (menurut) padamu. Sama seperti yang kau lakukan pada anakkku. Benar bukan?” tuduh Purwati.Gendhis hanya tersenyum memandang Ibu Rio, penampilannya lusuh. Lalu beralih melihat Sifa, yang terduduk di lantai dengan memegang lengan sofanya.“Lihatlah baik- baik, Bu. Ini masih segelan, bagaimana mungkin aku melakukan macam- macam seperti yang njenengan (kau) tuduhkan? Mbak Sifa, duduklah di atas kursi jangan di lantai. Itu dingin, akan masuk angin jika berada di bawah,” Gendhis mengingatkan dengan sabar.“Heh tak usah kau mencari muka denganku. Memanggil Ibu, kau pikir siapa berhak memanggilku dengan sebutan Ibu!” teriak Gendhis yang masih tersulut emosi.Untungnya Rio memegangi tubuh Ibunya dengan cara duduk mengapitnya di Sofa. Jika tidak mungkin I
Timezone!"Selamat ulang tahun! Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, Sayang! Selamat ulang tahun," kata Gendhis sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk putranya.Bocah berumur satu tahun itu melonjak kegirangan karena terdapat banyak balon yang mengelilingi mereka. Melihat putranya yang begitu gembira tak terasa Gendis bernyanyi sambil meneteskan air mata. Dia terharu melihat betapa bahagianya bocah lelaki itu, Gendis merangkul erat dan memeluknya, dia menciumi kedua pipi gembul itu."Selamat ulang tahun Rahandika Kai Niskala, seperti arti namamu kau harus menjadi seorang lelaki yang kuat bagaikan prajurit gagah dan perkasa juga berparas tampan. Tak ada yang perlu kau takutkan di dunia ini, karena ibu akan selalu ada untukmu," ujar Gendhis sambil mencium pipi gembul Kai.Hari ini tepat Kai berumur satu tahun, tak ada perayaan istimewa. Gendis memang sengaja merayakannya hanya berdua dengan sang buah hati. Sejak kejadian terakhir di Ponorogo Gendis memu
AKU BUKAN PILIHANMU, MAS!-POV AUTHOR-“Jawablah dengan jujur, Sayang! Mereka mengharapkan kejujuranmu, katakan walau itu pahit,” ujar Pohan mengatakan dengan lembut, membuat suasana yang tadinyan panas sedikit mereda.Pohan mengambil sebotol air dingin yang tersaji di meja, membuka lalu meminumnya. Sambil menunggu Gendhis mengangkat suaranya. Dia melihat istri Rio masih duduk lemas di lantai, trenyuh hati Pohan melihatnya. Wanita begitu lemah di hadapan lelaki.“Sebelumnya saya ingin minta maaf dengan tulus pada Mbak Sifa sebagai sesama perempuan. Maafkan saya, Mbak Sifa. Saya khilaf dan mengaku salah pernah berusaha merebut Mas Rio darimu,” ujar Gendhis dengan lantang dan berani.Dia memang mengambil langkah tegas ini. Rasanya dia sudah muak hidup dalam bayangan rasa bersalah. Dia ingin mengakhiri semuanya. Mungkin ini pertemua terakhirnya dengan Sifa dan Rio. Dia ingin meminta maaf untuk semuanya dan pergi dengan tenang.“Tuh kan, dasar lonte!” teriak Purw
GENDHIS & POHAN!Untung saja Farhat anak yang patuh, dia menurut saja ketika orang tuanya mengajaknya pergi. Sifa segera menuntun Rio ke arah yang berlawanan agar mereka tak berpapasan dengan Gendis dan Pohan. Mereka pun memutuskan berjalan menuju foodcourt terdekat."Kau mau pesan apa, Bi? Biar Umi yang pesan, Abi jaga Farhat saja di sini. Mau makan apa?" tanya Sifa kepada sang suami."Kau yakin tak apa- apa? Bukannya perutmu kram?" tanya Rio sedikit khawatir dengan kondisi sang istri karena sejak tadi dia mengeluh perutnya kram. Maklum saja, Sifa sedang hamil tua, HPL tinggal seminggu kurang."Tidak kok, Bi! Umi tak apa, sekalian gerak bisar kaki tak bengkak. Mau makan kentang? CFC? mau Es teller 88?" tanya Sifa."Terserah kau saja, Mi! Kau jangan lupa pesankan makanan kesukaan Farhat. Dia paling suka kentang dan ayam goreng. Pesankanlah yang banyak, lama sekali aku tidak melihat Farhat makan dengan lahap. Apalagi dia akan kembali ke pondok atas sebentar lagi," perintah Rio kepada s
APAKAH MEREKA BERTEMU?Ternyata Pohan menuju kamar mandi. Rio pun segera menghampiri mobil itu dan tak menyia- nyiakan kesempatan itu. Dia menuju mobil itu lalu mengetuk kaca nya dari samping. Tapi dia bersembunyi dengan memiringkan badannya. Begitu kaca di buka oleh Gendhis, Rio memanggilnya."Gendis," panggil Rio.Gendis pun menoleh ke arah suara yang memanggilnya dengan menengok sedikit. Dia terkejut melihat siapa yang berada di sampingnya. Sosok itu tertangkap di ujung ekor mata Gendhis, sosok itu menepi di arah sisi lain mobil. Gendhis langsung menutup mulutnya sangking kagetnya. Dia tak menyangka laki- laki itu bisa berdiri di hadapannya sekarang. Padahal mereka sudah berpisah hampir dua tahun dan lelaki itu tak menemukan keberadaannya."Mengapa sekarang aku harus bertemu dia lagi?" batin Gendis dalam hati sambil langsung berusaha menutup jendela yang setengah terbuka itu.Namun dengan sigap dan tak kalah gesit Rio menghalanginya. Dia menaruh tangannya di s
STNK SIAPA ITU, MAS?"Apakah Mas Rio bertemu dengan Gendis? Mengapa perasaanku tak enak?" batin Sifa dalam hati melihat gerak-gerik sang suami yang tak beres.Sifa tak berani menanyakan lebih lanjut pada Rio, suaminya. Dia hanya bisa berdoa dalam hati semoga itu hanya ketakutannya saja. Karena dia tak ingin kejadian dua tahun lalu terulang lagi. Rasanya cukup sudah dia merasakan sakitnya dikhianati suami sendiri. Dia sedang mencoba menata rumah tangganya untuk lebih bisa baik lagi. Akankah ini juga hancur untuk kedua kali?"Bagaimana, Nduk? Kau jadi pulang besok?" tanya Abah Furqon."Entahlah, Bah! Sifa juga tak tahu bagaimana, Bah. Wong Sifa sama Farhat ini hanya manut dan ikut saja bagaimana keputusan Mas Rio. Kalau Sifa sendiri menganggur saja tak masalah pulang kapan pun. Karena Sifa memang tak memiliki acara yang khusus besok. Kalau pun harus menginap lagi di Surabaya pun, rasanya tak masalah," jawab Sifa."Begitupun Farhat bukankah Farhat masih masuk sekola
MENGUTIT DION"Mas apa yang kau lakukan? Alamat dan STNK siapa itu?" tanya Sifa lagi."Hah? Oh ini Dek, bukanlah masalah penting. Ini hanya STNK! Jadi itu loh, Dek! Tadi itu lho Mas di parkiran mall melihat mobil bagus sekali ternyata itu adalah mobil keluaran terbaru," kata Rio setengah tergagap mendapatis ang istri tiba- tiba bangun dan memergokinya sedang mencari tahu STNK yang di pegangnya."Lalu kok Mas pingin sekali! Mobilnya keren dan bagus sekali, Dek! Nih sampai sengaja tak foto," ucap Rio memperlihatkan Hpnya. Tampak di layar memang foto mobil berwarna hitam."Masya Allah! Bagus sekali yo, Mas," kata Sifa setuju dengan pendapat suaminya."Mas coba lihat pajaknya, Dek! Ternyata mahal sekali, sampai bisa buat beli motor satu," ujar Rio sambil memperbesar tulisan biaya pajak kendaraan tanpa memperlihatkan namanya agar sang istri percaya."Lailahaillallah,Mas! Itu hanya biaya pajak tahunan saja, Mas? Mahalnya!" komentar Sifa."Wes jangan Mas! Beli mobil yang biasa-biasa saja yan
IZINKAN AKU POLIGAMI"Tidak Mas, Sifa hanya ingin me time sendiri. Sifa ingin memanjakan diri sekedar pergi ke salon memotong rambut dan melakukan spa Syariah. Apakah boleh, Mas?" tanya Sifa."Kau akan pergi dengan siapa?" selidik Rio."Perginya biar diantarkan oleh santri Abah yang wanita, Mas. Toh mobil Umi ada di rumah kok, Mas," kata Sifa."Kebetulan tadi Abah pergi menggunakan mobilnya sendiri dengan Mulki. jadi ada satu mobil yang menganggur di rumah. Bagaimana, Mas?" tanya Sifa."Baiklah jika seperti itu, Dek. Yang penting Humairah aman ya?" ucap Rio mencoba memastikan."Tenang saja, Mas. Kau tak usah takut, insya Allah anak kita aman. Humaira akan dijaga oleh Umi sehingga Sifa benar-benar nyaman dan aman serta tenang saat meninggalkannya," jawab Sifa."Baiklah kalau begitu, Dek. Kau butuh uang berapa? Akan Mas transfer saja ya," ujar Rio."Tak usah, Mas. Kebetulan jatah bulanan yang Mas berikan masih ada kok. Itu saja insya Allah sudah cukup," jawab Sifa agar tak membuat suami
IDE GILA SIFA!"Ya sudah kita akan langsung saja bertemu dengan Rio tanpa kau harus pulang dulu. Setelah semua jelas, baru kau nanti mengatakan semua kepada Mbakmu, agar Mbakmu tak salah paham dan kecewa. Sekarang Mbakmu sebenarnya ada di posisi dilema, Le," jelas Abah Furqon."Astagfirulloh. Kenapa lagi, Bah?" tanya Mulki."Dia ingin percaya kepadamu sebenarnya, Le. Tetapi apa yang dilihat dengan mata kepalanya itu justru bertentangan dengan semua kepercayaananya. Melihat kau dan Rio duduk bersama wanita itu, bahkan wanita itu duduk di hadapanmu. Wajar kan kalau Mbakyu mu kecewa," jawab Abah Furqon."Bah, tolong kali ini jangan Abah berpikir bahwa Mulki turut andil dan ikut campur terlalu dalam masalah keluarga Mbak Sifa, tolong jangan, Bah. Tolong jangan berpikir itu lagi, karena jika Abah masih berpikir seperti itu sampai selamanya Mbak Sifa nasibnya akan seperti ini, Mbak Sifa akan mencintai sendiri dan itu sakit, Bah," ujar Mulki dengan menghela nafasnya panjang."Biarlah, Bah. B
BISMILLAH LANGKAH AWAL!Dengan penuh takzim, Simbok mengantarakan pesanan Abah Furqon. Mereka pun menikmati nasi pecel itu dan tak membahas masalah ini lagi. Sejak dulu memang pantangan bagi Mulki dan Abahnya untuk berbicara ketika makan. Meskipun hal sepenting apapun setelah selesai makan dan menghirup kopinya, baru mereka berbicara lagi."Lalu harus bagaiman, Abah?" tanya Abah Furqon."Menurut Mulki sekarang kita harus memanggil Mas Rio lagi, Bah. Bagaimana lagi? Semua sudah kadung terlanjur terjadi. Mbak Sifa pun juga sudah tahu masalah ini, jadi jangan sampai hal ini makin membuat Mbak Sifa berpikir macam- macam, Bah. Kita harus menyelesaikan masalah ini hari ini juga, Bah. Kita tak bisa menundanya makin lama, Bah. Mulki tak ingin dan tak mau kehilangan kepercayaannya juga, kita harus segera menyelesaikan masalah ini, Bah. Sungguh," tegas Mulki."Selain itu ada satu hal lain yang menghantui pikian Mulki, Bah. Karena satu sisi pun kita harus memikirkan kondisi wanita itu dan anakn
TENTANG PERNIKAHAN SIRI"Dia tak ingin menikahi wanita itu, Bah. Namun dia juga tak ingin dianggap sebagai pecundang mengkhianati anak itu padahal Mas Rio juga mengakui bahwa dia adalah darah dagingnya hanya saja dia tak ingin namanya tercantum di akta. Tapi Bah...""Kenapa?" tanya Abah Furqon."Mas Rio ingin tetap menafkahinya. Bagaimana menurut Abah?" tanya balik Mulki.Abah Furqon menghela nafasnya panjang. Saat seperti ini lah sebenarnya dia sang anak bisa bertukar pikiran, saling mengupgrade ilmu agama masing- masing. Kali ini abah Furqon ingin mengangkat topik pernikahan siri dan perzinahan."Pertama Abah ingin menyoroti ucapanmu, Le. Tetang pernikahan yang dilakukan secara rahaasia atau lebih akrab disebut nikah siri adalah pernikahan yang tidak dicatat di kantor KUA. Nikah siri, dikatakan sah menurut agama tapi tidak sah menurut Negara karena seperti yang sudah dijelaskan tadi, tidak tercatat di KUA. Benar katamu, nikah siri memang memiliki banyak kekurangan. Namun di beberap
RENCANA DAN STRATEGI PARA LELAKI!"Bahkan sepertinya foto itu diambil kemarin siang saat kita bersama toh? Abah sedang mengisi kajian dan mata kuliah, sedangkan kau berpamitan berdiskusi tentang dakwah masa kini. Lalu kenapa kok tiba- tiba kau ada di cafe itu? Bagaimana ceritanya?" tanya Abah Furqon.Mulki menghela nafas panjang sekaali. Dia harus menceritakan sedetails mungkin sekarang pada Abahnya. Karena dia yakin hanya Abahnya yang bisa menyelesaikan masalah ini."Bah, sungguh ini sebenarnya tidak sengaja, itu bukan pertemuan yang di bentuk lantas sengaja, bukan seperti itu, Bah. Semua di luar kendali Mulki, saat itu memang Mulki ada berpamitan kepada Abah saat Abah mengisi ceramah. Mulki akan berpamitan dan akan berdiskusi bersama teman-teman dari beberapa universitas perwakilan salah satu organisasi agama yang memang sengaja membahas dakwah modern. Mereka meminta tolong Mulki sebagai pengisinya untuk kelas akhwat dan akhirnya Mulki pun setuju- setuju saja saat itu," jawab Mulki
DUDUK DI BAWAH POHON BERINGIN"Abah pergilah ke ke mushola dulu. Kita akan mendengarkan versi dari Mulki," perintah Umi Laila lagi."Iya, Umi. Assalamualaikum," pamit Abah Furqon."Kau lebih percaya adikmu kan sekarang?" tanya Umi Laila. Sifa pun menganggukkan kepalanya."Ya sudah kalau aku percaya dengan adikmu sekarang, kau tak usah berpikir macam-macam," kata Umi Laila."Kau jangan takut sekarang, Nduk. Pasrahkan semuanya pada Gusti Allah. Kau jangan berpikir hal-hal yang aneh. Itu akan mempengaruhi kualitas Asi mu sekarang itu, Nduk. Sudah tak perlu kau pikir lelaki yang seperti itu lagi. Benar dia suamimu kau harus baik kepadanya, berpikirlah seperti tak ada masalah yang sekarang itu dan harus diutamakan adalah anakmu. Nasib dan kualitas asimu harus bagus demi masa depan anakmu yang lebih baik. Biarlah, biar semua nanti akan di balas oleh gusti Allah saja. Kau tak perlu ikut campur, biar semua di catat olehnya," sambung Umi Laila."Karena kau tahu kan sebaik-baiknya sutradara itu
KECURIGAAN SIFASampai adzan subuh dan suara tahrim berkumandang dia masih belum bisa tidur. Dia masih penasaran dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa adiknya bisa bertingkah seperti ini, apa yang dirahasiakan adiknya dan sang suami. Mengapa mereka tega menyembunyikan kenyataan pahit seperti ini. Bahkan mereka diam-diam bertemu dengan Gendis di belakangnya tanpa ada pemberitahuan pada Sifa."Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?" gumam Sifa.Dia segera keluar dari kamar mencari Mulki. Tapi rupanya kalah cepat, karena Mulki sudah tak ada di sana. Entah sejak kapan adiknya itu sudah pergi ke mushola. Mungkin sejak subuh tadi, ingin rasanya Sifa menyusul ke depan lalu menanyakan semuanya langsung pada adiknya. Tapi tak mungkin karena di depan sangat ramai dan pondok putra milik keluarganya. Dia harus bisa menahan emosi dan menjaga marwahnya."Allah, kapan dia pergi," gumam Sifa.Dia benar- benar tak mendengar suara Mulki saat membuka kamarnya. Padahal biasanya dia
MENDADAK VIRAL DI SOSIAL MEDIA"Dia itu sangat pandai, aku menghalangimu menikah dengannya bukan karena aku masih mencintainya atau aku ingin menikahi dia suatu saat nanti, tidak. Justru sebaliknya, aku tak hanya ingin saja kau terjebak dalam permainan mu sendiri, dengarkan aku kali ini saja," sambung Rio."Benarkah? benarkah kau tak mencintainya lagi?" tanya Mulki dengan penekanan.Rio menghela nafasnya panjang. Munafik memang jika dia mengatakan bahwa dia tak mencintai wanita itu. Dia memang masih mencintai wanita itu namun dia kali ini bisa berpikir jernih, tak seperti dulu."Ya memang aku sedikit mencintainya. Namun tak segila dulu," kata Rio Jujur."Jika sudah seperti ini masalah tak akan menjadi gampang, Mulki. Justru masalah ini akan melebar. Bagaimana jika Sifa tahu?" tanya Rio.Mulki pun langsung juga menyadari bahwa ikut campur terlalu dalam masalah rumah tangga Rio dan Sifa. Dia menghela nafasnya panjang, orang tuanya memang terbiasa untuk tak malu meminta maaf tanpa geng
APAKAH KAU YAKIN TAK MENCINTAINYA?"TIDAK BISA!" tegas Mulki.Semua terdiam, Rio pun tak bisa berkutik dengan semua ucapan Mulki. Mulki pun hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Ternyata apa yang dikatakan oleh Rio memang tidak bohong. Gendis memvalidasi semuanya bahwa apa yang pernah di jelaskan pada Rio padanya memang benar. Karena sebelumnya Rio dan Gendis tidak pernah bertemu lagi. Mereka baru bertemu beberapa hari kebelakangan ini dan itu pun perkara Gendhis menuntut akta kelahiran."Kenapa tak mungkin?" tanya Gedhis lirih."Aku dengar kau kuliah hukum ya? Atau pasanganmu sekarang orang yang tahu hukum. Aku rasa dia juga sedikit banyak pasti telah menjelaskannya padamu kan? Kalau tidak aku akan jelaskan semua padamu. Seperti yang kau tahu sendiri, akta kelahiran itu tak mungkin didapatkan tanpa ada pernikahan sah. Biar bagaimanapun juga aku ini juga kuliah hukum walaupun kuliah secara online saja, tapi aku sedikit banyak tahu tentang permasalahan ini. Kau tak mungkin menunt