Dexter sadar betul atas tindakan yang dilakukannya. Ia sudah memikirkan matang-matang segala risiko dan konsekuensinya. Dengan membawa Gendis ke rumah ia bisa mengawasinya walau tidak dua puluh empat jam. Sedangkan jika memindahkan ke apartemen lain Catherine berkemungkinan masih bisa melacaknya.Dexter masih ingat kelanjutan pertengkarannya dengan Catherine. Perempuan itu mempermasalahkan sikap Dexter yang menurutnya terlalu berlebihan pada Gendis. Namun Dexter menjelaskan bahwa ia bersikap demikian karena perempuan itu sedang mengandung anak mereka berdua. Dan wanita hamil harus mendapat perlakuan yang istimewa demi calon bayi dalam kandungannya. Barulah Catherine mengerti.Gendis duduk dengan tegang di sebelah Dexter. Banyak kekhawatiran menghantui kepalanya. Ia takut Catherine kembali memperlakukannya dengan buruk. Apalagi Dexter jarang di rumah. Jangan sampai Catherine lepas kontrol lalu membunuhnya atau mencekiknya hidup-hidup.Dexter yang sedang menyetir menoleh ke arah Gendi
Sudah hampir satu bulan Gendis berada di rumah Dexter. Sampai sejauh ini Catherine bersikap baik padanya. Entah itu di depan atau pun di belakang Dexter. Gendis bersyukur atas perubahan Catherine tersebut. Yang Gendis tidak tahu adalah bahwa Catherine mengetahui bahwa Dexter memasang CCTV di setiap sudut rumah sehingga tidak memberi celah pada Catherine untuk berbuat jahat.Setiap hari Dexter meninjaunya. Tidak ada yang aneh terjadi di rumah itu. Sikap Catherine juga biasa pada Gendis. Dexter tidak menyesali keputusannya membawa Gendis ke rumahnya.Hari-hari berlalu tanpa terasa. Bulan ini kandungan Gendis sudah berada di bulan ke sembilan. Gendis sudah merasakan sakit-sakit yang dirasakan ibu hamil seperti sakit pinggang, punggung dan perut. Serta pegal di mana-mana.Semakin dekat dengan due date-nya Gendis merasa sedih. Artinya sebentar lagi ia akan berpisah dengan anak yang sembilan bulan ini tumbuh di dalam rahimnya. Tiba-tiba rasa tidak rela itu datang.Gendis yang mengandung den
Selama Gendis tinggal bersama dengannya dan Catherine, otomatis Dexter tidak bisa berhubungan langsung dengan Gendis. Dexter tidak bisa berinteraksi terlalu intim apalagi bermesraan dengannya. Dexter masih menghargai Catherine sebagai istri yang ia nikahi secara resmi baik itu secara agama dan negara. Dexter hanya berhubungan sewajarnya dengan Gendis.Malam ini ketiganya makan malam bersama. Mereka duduk dalam satu meja makan. Sejak Dexter kembali membawa Gendis pulang, satu kali pun perempuan itu tidak pernah diperlakukan bagai pembantu. Jika Gendis dan Dexter makan malam Gendis akan ikut makan bersama keduanya. Jika Dexter dan Catherine pergi ke luar maka Gendis juga akan diajak. Dexter khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Gendis jika perempuan itu tinggal sendiri. Apalagi kehamilannya sudah sangat tua dan hanya tinggal menunggu hari. Namun kali ini Dexter tidak bisa membawa Gendis. Ia harus meninggalkan kedua istrinya di rumah."Cat, besok sore aku harus berangkat ke London,"
Gendis berjalan bersisian dengan Dexter dengan tangan saling terkait. Keduanya memakai pakaian berwarna putih. Bukan hanya pakaian putih biasa namun pakaian pengantin yang indah. Senyum bahagia tidak ada habisnya menghiasi bibir Gendis. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Dexter. Pria itu akan menikahinya dengan resmi secara agama maupun negara. Hubungan Dexter dengan Catherine sudah lama berakhir. Dexter juga sudah lama mengajak Gendis menikah dengan resmi tapi Gendis belum mau. Ia merasa sebagai orang ketiga karena membuat Dexter dan Catherine berpisah walau berkali-kali Dexter menerangkan padanya dirinya bukanlah perebut suami orang. Baru hari ini pintu hatinya terbuka untuk menerima pria itu.Gendis tersentak.Ia terbangun dari tidurnya dengan tiba-tiba. Ternyata tadi ia bermimpi. Anak di dalam perutnya menendang dengan begitu kuat, membuatnya tidak tahan dan langsung membuka mata.Hal pertama yang ia lihat adalah jam yang berada di dinding. Pukul 20.05. Ternyata cukup lam
Catherine langsung panik melihat keadaan Gendis. Selama beberapa saat ia merasa kebingungan. Apa yang harus dilakukannya? Ia hanya sendiri di sini. Tidak ada siapa pun yang bisa membantunya."Gimana sih kamu? Katanya baru akan melahirkan minggu depan!""Sa-saya juga nggak tahu, Bu. Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang. Saya tidak kuat lagi ...," pinta Gendis yang semakin tidak berdaya. Gendis sudah kembali terbujur di lantai."Sekarang berdiri, kita ke rumah sakit!""Saya nggak kuat, Bu. Saya nggak bisa berdiri." Jangankan untuk berdiri, untuk duduk saja Gendis tidak memiliki kekuatan."Apa? Jadi gimana caranya kita ke rumah sakit?"Gendis terdiam. Ia bisa mengatakan agar Catherine menggendongnya tapi perempuan itu mana sanggup. Dan barang tentu akan marah padanya."Maaf, Bu Catherine, saya memang nggak sanggup berdiri. Sekujur tubuh saya lemah. Tapi apa Ibu bisa menapah saya?" pinta Gendis begitu penuh permohonan.Catherine mengembuskan napanya kasar. Ia tidak ingin melakukannya
Gendis terjaga dengan mata yang masih terasa berat untuk dibuka. Ia terkejut ketika memegang perutnya dan menyadari bahwa perutnya sudah kempes. Ternyata ia sudah melahirkan. Tadi selepas melahirkan ia terlalu lelah dan ngantuk sehingga tertidur."Berapa lama aku tertidur? Anakku mana? Kok nggak ada?" gumamnya kaget lalu terduduk dengan cepat.Gendis melihat ke sekelilingnya dan menemukan ada Catherine sedang menggendong seorang bayi tidak jauh dari tempat tidurnya berada."Bu Catherine, apa itu anak saya?" Gendis bertanya pelan. Segaris senyum samar terbit di bibirnya. Ya Tuhan, anaknya sudah lahir. Gendis bisa menggendongnya sekarang. Gendis akan memeluk dan menciumnya dengan penuh perasaan sayang."What?" Catherine mengernyit. "Kamu bilang apa? Anak kamu?""Itu anak saya kan, Bu? Saya baru melahirkannya tadi. Tolong, Bu. Saya ingin memeluknya. Saya ingin menyusui dia," pinta Gendis begitu penuh harap sambil merentangkan tangannya ke arah Catherine.Alih-alih akan mengabulkan Cather
Mobil yang dikendarai Catherine memasuki halaman rumah. Sepanjang perjalanan pulang perempuan itu tidak berhenti mengomel. Penyebabnya adalah bayi laki-laki yang ia letakkan di jok belakang tidak berhenti menangis. Entah apa yang diinginkan anak itu.Catherine menurunkan bayi tersebut dari mobil. Setelahnya perempuan itu bergerak cepat menurunkan barang-barang yang lain. Ia sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tadi Catherine membeli botol susu dan susu formula di tengah perjalanan."Ribut banget sih! Bisa diam nggak?" Catherine membentak anak berumur dua hari itu yang masih menangis keras memekakkan telinga.Dengan terburu-buru Catherine membuatkan susu untuknya. Namun karena perempuan itu belum berpengalaman ia justru membuat susu yang terlalu panas. Alih-alih akan berhenti menangis, tangis anak yang belum diberi nama itu malah semakin keras. Catherine jadi bingung sendiri apa yang harus dilakukannya.Selama beberapa menit perempuan itu mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan lan
"Kok dia malah nangis ya? Biasanya bayi yang baru lahir bakal ngisap dada ibunya langsung," ujar Rosa keheranan."Aku kan udah bilang kalau ASI-ku nggak keluar makanya dia nggak mau," jawab Catherine bersikeras."Tapi orang yang baru melahirkan ASI-nya otomatis keluar lho, Cat! Kamu kok beda sendiri ya?" Rosa menatap intens pada Catherine seakan baru saja menemukan sebuah keanehan."Ya mana aku tahu, Ros! Kan udah kubilang kalau setiap orang hamil terus lahiran nggak ada yang sama. Semua tergantung kondisi dan keadaan." Catherine semakin jengkel pada Rosa yang terus menginterogasinya seolah ia baru saja melakukan kesalahan yang begitu besar."Oh iya, aku baru ingat. Aku nggak ngeliat Gendis dari tadi. Emang dia ke mana? Kenapa kamu bisa melahirkan sendiri? Kan ada Gendis," ucap Rosa lagi yang sepertinya belum puas mencecar Catherine, seakan sedang mencongkel letak kesalahannya sampai dapat."Gendis dijemput suaminya. Dia pulang kampung.""Lho, gimana sih? Kenapa kamu biarkan dia pergi