Gendis terjaga dengan mata yang masih terasa berat untuk dibuka. Ia terkejut ketika memegang perutnya dan menyadari bahwa perutnya sudah kempes. Ternyata ia sudah melahirkan. Tadi selepas melahirkan ia terlalu lelah dan ngantuk sehingga tertidur."Berapa lama aku tertidur? Anakku mana? Kok nggak ada?" gumamnya kaget lalu terduduk dengan cepat.Gendis melihat ke sekelilingnya dan menemukan ada Catherine sedang menggendong seorang bayi tidak jauh dari tempat tidurnya berada."Bu Catherine, apa itu anak saya?" Gendis bertanya pelan. Segaris senyum samar terbit di bibirnya. Ya Tuhan, anaknya sudah lahir. Gendis bisa menggendongnya sekarang. Gendis akan memeluk dan menciumnya dengan penuh perasaan sayang."What?" Catherine mengernyit. "Kamu bilang apa? Anak kamu?""Itu anak saya kan, Bu? Saya baru melahirkannya tadi. Tolong, Bu. Saya ingin memeluknya. Saya ingin menyusui dia," pinta Gendis begitu penuh harap sambil merentangkan tangannya ke arah Catherine.Alih-alih akan mengabulkan Cather
Mobil yang dikendarai Catherine memasuki halaman rumah. Sepanjang perjalanan pulang perempuan itu tidak berhenti mengomel. Penyebabnya adalah bayi laki-laki yang ia letakkan di jok belakang tidak berhenti menangis. Entah apa yang diinginkan anak itu.Catherine menurunkan bayi tersebut dari mobil. Setelahnya perempuan itu bergerak cepat menurunkan barang-barang yang lain. Ia sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tadi Catherine membeli botol susu dan susu formula di tengah perjalanan."Ribut banget sih! Bisa diam nggak?" Catherine membentak anak berumur dua hari itu yang masih menangis keras memekakkan telinga.Dengan terburu-buru Catherine membuatkan susu untuknya. Namun karena perempuan itu belum berpengalaman ia justru membuat susu yang terlalu panas. Alih-alih akan berhenti menangis, tangis anak yang belum diberi nama itu malah semakin keras. Catherine jadi bingung sendiri apa yang harus dilakukannya.Selama beberapa menit perempuan itu mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan lan
"Kok dia malah nangis ya? Biasanya bayi yang baru lahir bakal ngisap dada ibunya langsung," ujar Rosa keheranan."Aku kan udah bilang kalau ASI-ku nggak keluar makanya dia nggak mau," jawab Catherine bersikeras."Tapi orang yang baru melahirkan ASI-nya otomatis keluar lho, Cat! Kamu kok beda sendiri ya?" Rosa menatap intens pada Catherine seakan baru saja menemukan sebuah keanehan."Ya mana aku tahu, Ros! Kan udah kubilang kalau setiap orang hamil terus lahiran nggak ada yang sama. Semua tergantung kondisi dan keadaan." Catherine semakin jengkel pada Rosa yang terus menginterogasinya seolah ia baru saja melakukan kesalahan yang begitu besar."Oh iya, aku baru ingat. Aku nggak ngeliat Gendis dari tadi. Emang dia ke mana? Kenapa kamu bisa melahirkan sendiri? Kan ada Gendis," ucap Rosa lagi yang sepertinya belum puas mencecar Catherine, seakan sedang mencongkel letak kesalahannya sampai dapat."Gendis dijemput suaminya. Dia pulang kampung.""Lho, gimana sih? Kenapa kamu biarkan dia pergi
Gendis sudah berada di tengah jalan raya. Berdiri di antara mobil-mobil dan kendaraan lainnya. Bagaimana caranya bernyanyi sedangkanhatinya begitu sedih?Mengabaikan sesaat rasa perih di hatinya, Gendis mendekat ke sebuah mobil berwarna hitam. Tahu Gendis datang, pengemudi mobil langsung menutup kaca mobilnya yang tadi terbuka rapat-rapat. Gendis terus berada di sana. Ia mencoba bernyanyi dengan suaranya yang pas-pasan."Jauh kau pergi meninggalkan diriku ...Disini aku merindukan dirimu ...Kini ku coba mencari penggantimu ...Namun tak lagi kanseperti dirimu oh kekasih ..."Setelah selesai menyanyi Gendis menengadahkan kedua tangannya ke dekat jendela mobil. Namun tidak ada reaksi apa-apa. Sang pengemudi tidak meresponnya. Mungkin ia merasa terganggu dengan kehadiran Gendis.Perempuan malang itu menelan salivanya yang pahit, kemudian menurunkan tangannya kembali.Gendis masih belum putus asa. Ia beralih pada kendaraan lainnya dengan harapan pemilik mobil yang ia datangi berbeda d
Gendis memang berhasil mengisi perutnya. Membuat kelegaan menjalari hatinya. Namun hanya untuk sesaat. Ketika malam datang perempuan itu kebingungan harus menginap di mana. Ia tidak punya tempat berteduh. Terbersit di hatinya untuk datang ke rumah Rosa karena perempuan itu baik padanya. Tapi hal tersebut tidak mungkin Gendis lakukan. Rosa pasti akan memberitahu Catherine. Gendis tidak ingin kembali ke rumah perempuan jahat itu lagi. Lagi pula keluarga besar Rexa bisa tahu kalau anak itu adalah anak Dexter. Gendis tidak ingin merusak nama baik Dexter. Apa kata dunia jika mereka tahu Dexter menikahi pembantunya sendiri?Di tengah kegalauannya Tuhan rupanya masih berbaik hati pada Gendis. Tadi sebelum Maghrib Gendis mengamen lagi. Ada pengendara mobil baik hati yang memberinya lima ribu rupiah. Gendis menggunakannya untuk membeli mie instan dan air mineral kecil.Sambil duduk bersandar di emperan toko yang sudah tutup Gendis mengunyah mie instannya sendiri. Mie itu mentah. Meski namany
Dexter menggeleng-gelengkan kepalanya antara percaya dan kecewa setelah mendengar penjelasan Catherine.'Aku cuma pergi tiga hari tapi kamu tega ninggalin aku, Ndis,' bisik hatinya sedih.Dengan perasaan yang semakin perih Dexter mengambil putra kecilnya yang masih menangis lalu membawa ke dekapannya. Ini adalah pengalaman pertamanya menggendong bayi. Tapi entah ada keajaiban apa yang membuatnya tidak merasa canggung. Diciumnya sang putra dengan penuh kasih sayang.Catherine menyodorkan botol susu pada Dexter untuk kemudian diberikan pada anaknya. Tangisan anak itu reda seketika setelah mendapat yang dibutuhkannya.Dexter terisak di dalam hati mengingat kepergian Gendis. Seharusnya saat ini bayi kecil berhidung mancung itu berada dalam dekapan ibu kandungnya.Catherine menempatkan diri di sebelah Dexter. Berdua mereka memandangi anak yang tengah menyusu itu."Siapa namanya, Dex?" tanya Catherine."Bobby." Dexter menjawab dengan lugas."Aku setuju," ujar Catherine, padahal Dexter tidak
Dexter melempar pandangannya ke luar jendela. Dari ketinggian puluhan lantai di kantornya ia dapat melihat kepadatan lalu lintas di luar sana.Semua tampak seperti kotak-kotak kecil yang bergerak perlahan.Hari ini tepat sepuluh hari usia Bobby. Sudah satu minggu Dexter terus mencari Gendis. Tapi usahanya masih belum membuahkan hasil.Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Catherine Dexter bertanya pada para pembantu sepergaulan Gendis. Seperti ART di rumah Martha ataupun di rumah Rosa. Ia juga bertanya pada ART di sekitar rumahnya sendiri, tapi tidak ada informasi apa-apa. Mereka tidak tahu Gendis pergi ke mana. Bahkan orang-orang itu juga baru tahu kalau Gendis sudah tidak bekerja dengan Dexter lagi.Setiap hari di saat pulang dan pergi kerja Dexter melihat ke sekeliling jalan yang ia lalui. Berharap ada Gendis di antara orang-orang yang ia lihat. Tapi tidak. Gendis tidak pernah muncul di ruang matanya. Perempuan itu hanya ada di dalam angan dan mimpinya.'Aku harus ketemu Gendis, gi
Pagi-pagi sekali Dexter sudah berangkat dari rumah menuju bandara. Dexter membohongi Catherine. Ia sama sekali tidak memiliki business trip apa-apa apalagi ke Kuala Lumpur.Tujuan Dexter adalah mencari Gendis ke kampung halaman perempuan itu. Sudah sejak beberapa hari yang lalu Dexter memesan tiket pesawat yang tidak setiap hari ada ke sana. Dexter tidak tahu di mana alamat pasti tempat tinggal orang tua Gendis. Ia hanya pergi bermodalkan nekat dan kemauan yang keras. Tadi saat akan meninggalkan Bobby Dexter begitu sedih. Ingin rasanya ia membawa anak itu. Tapi ia juga tahu itu adalah hal yang tidak mungkin. Penerbangannya sangat jauh. Belum lagi perjalanan darat yang akan ia tempuh nantinya.Dexter hanya berbisik di telinga anaknya saat akan berpamitan tadi. Berharap ibu anak itu segera ditemukan dan Dexter bisa membawanya kembali ke rumah.Dexter tersentak ketika mendengar pengumuman dari petugas bandara bahwa pesawat akan berangkat. Jantungnya berdegup kencang. Ia akan melalui pen