Gendis berjalan bersisian dengan Dexter dengan tangan saling terkait. Keduanya memakai pakaian berwarna putih. Bukan hanya pakaian putih biasa namun pakaian pengantin yang indah. Senyum bahagia tidak ada habisnya menghiasi bibir Gendis. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Dexter. Pria itu akan menikahinya dengan resmi secara agama maupun negara. Hubungan Dexter dengan Catherine sudah lama berakhir. Dexter juga sudah lama mengajak Gendis menikah dengan resmi tapi Gendis belum mau. Ia merasa sebagai orang ketiga karena membuat Dexter dan Catherine berpisah walau berkali-kali Dexter menerangkan padanya dirinya bukanlah perebut suami orang. Baru hari ini pintu hatinya terbuka untuk menerima pria itu.Gendis tersentak.Ia terbangun dari tidurnya dengan tiba-tiba. Ternyata tadi ia bermimpi. Anak di dalam perutnya menendang dengan begitu kuat, membuatnya tidak tahan dan langsung membuka mata.Hal pertama yang ia lihat adalah jam yang berada di dinding. Pukul 20.05. Ternyata cukup lam
Catherine langsung panik melihat keadaan Gendis. Selama beberapa saat ia merasa kebingungan. Apa yang harus dilakukannya? Ia hanya sendiri di sini. Tidak ada siapa pun yang bisa membantunya."Gimana sih kamu? Katanya baru akan melahirkan minggu depan!""Sa-saya juga nggak tahu, Bu. Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang. Saya tidak kuat lagi ...," pinta Gendis yang semakin tidak berdaya. Gendis sudah kembali terbujur di lantai."Sekarang berdiri, kita ke rumah sakit!""Saya nggak kuat, Bu. Saya nggak bisa berdiri." Jangankan untuk berdiri, untuk duduk saja Gendis tidak memiliki kekuatan."Apa? Jadi gimana caranya kita ke rumah sakit?"Gendis terdiam. Ia bisa mengatakan agar Catherine menggendongnya tapi perempuan itu mana sanggup. Dan barang tentu akan marah padanya."Maaf, Bu Catherine, saya memang nggak sanggup berdiri. Sekujur tubuh saya lemah. Tapi apa Ibu bisa menapah saya?" pinta Gendis begitu penuh permohonan.Catherine mengembuskan napanya kasar. Ia tidak ingin melakukannya
Gendis terjaga dengan mata yang masih terasa berat untuk dibuka. Ia terkejut ketika memegang perutnya dan menyadari bahwa perutnya sudah kempes. Ternyata ia sudah melahirkan. Tadi selepas melahirkan ia terlalu lelah dan ngantuk sehingga tertidur."Berapa lama aku tertidur? Anakku mana? Kok nggak ada?" gumamnya kaget lalu terduduk dengan cepat.Gendis melihat ke sekelilingnya dan menemukan ada Catherine sedang menggendong seorang bayi tidak jauh dari tempat tidurnya berada."Bu Catherine, apa itu anak saya?" Gendis bertanya pelan. Segaris senyum samar terbit di bibirnya. Ya Tuhan, anaknya sudah lahir. Gendis bisa menggendongnya sekarang. Gendis akan memeluk dan menciumnya dengan penuh perasaan sayang."What?" Catherine mengernyit. "Kamu bilang apa? Anak kamu?""Itu anak saya kan, Bu? Saya baru melahirkannya tadi. Tolong, Bu. Saya ingin memeluknya. Saya ingin menyusui dia," pinta Gendis begitu penuh harap sambil merentangkan tangannya ke arah Catherine.Alih-alih akan mengabulkan Cather
Mobil yang dikendarai Catherine memasuki halaman rumah. Sepanjang perjalanan pulang perempuan itu tidak berhenti mengomel. Penyebabnya adalah bayi laki-laki yang ia letakkan di jok belakang tidak berhenti menangis. Entah apa yang diinginkan anak itu.Catherine menurunkan bayi tersebut dari mobil. Setelahnya perempuan itu bergerak cepat menurunkan barang-barang yang lain. Ia sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tadi Catherine membeli botol susu dan susu formula di tengah perjalanan."Ribut banget sih! Bisa diam nggak?" Catherine membentak anak berumur dua hari itu yang masih menangis keras memekakkan telinga.Dengan terburu-buru Catherine membuatkan susu untuknya. Namun karena perempuan itu belum berpengalaman ia justru membuat susu yang terlalu panas. Alih-alih akan berhenti menangis, tangis anak yang belum diberi nama itu malah semakin keras. Catherine jadi bingung sendiri apa yang harus dilakukannya.Selama beberapa menit perempuan itu mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan lan
"Kok dia malah nangis ya? Biasanya bayi yang baru lahir bakal ngisap dada ibunya langsung," ujar Rosa keheranan."Aku kan udah bilang kalau ASI-ku nggak keluar makanya dia nggak mau," jawab Catherine bersikeras."Tapi orang yang baru melahirkan ASI-nya otomatis keluar lho, Cat! Kamu kok beda sendiri ya?" Rosa menatap intens pada Catherine seakan baru saja menemukan sebuah keanehan."Ya mana aku tahu, Ros! Kan udah kubilang kalau setiap orang hamil terus lahiran nggak ada yang sama. Semua tergantung kondisi dan keadaan." Catherine semakin jengkel pada Rosa yang terus menginterogasinya seolah ia baru saja melakukan kesalahan yang begitu besar."Oh iya, aku baru ingat. Aku nggak ngeliat Gendis dari tadi. Emang dia ke mana? Kenapa kamu bisa melahirkan sendiri? Kan ada Gendis," ucap Rosa lagi yang sepertinya belum puas mencecar Catherine, seakan sedang mencongkel letak kesalahannya sampai dapat."Gendis dijemput suaminya. Dia pulang kampung.""Lho, gimana sih? Kenapa kamu biarkan dia pergi
Gendis sudah berada di tengah jalan raya. Berdiri di antara mobil-mobil dan kendaraan lainnya. Bagaimana caranya bernyanyi sedangkanhatinya begitu sedih?Mengabaikan sesaat rasa perih di hatinya, Gendis mendekat ke sebuah mobil berwarna hitam. Tahu Gendis datang, pengemudi mobil langsung menutup kaca mobilnya yang tadi terbuka rapat-rapat. Gendis terus berada di sana. Ia mencoba bernyanyi dengan suaranya yang pas-pasan."Jauh kau pergi meninggalkan diriku ...Disini aku merindukan dirimu ...Kini ku coba mencari penggantimu ...Namun tak lagi kanseperti dirimu oh kekasih ..."Setelah selesai menyanyi Gendis menengadahkan kedua tangannya ke dekat jendela mobil. Namun tidak ada reaksi apa-apa. Sang pengemudi tidak meresponnya. Mungkin ia merasa terganggu dengan kehadiran Gendis.Perempuan malang itu menelan salivanya yang pahit, kemudian menurunkan tangannya kembali.Gendis masih belum putus asa. Ia beralih pada kendaraan lainnya dengan harapan pemilik mobil yang ia datangi berbeda d
Gendis memang berhasil mengisi perutnya. Membuat kelegaan menjalari hatinya. Namun hanya untuk sesaat. Ketika malam datang perempuan itu kebingungan harus menginap di mana. Ia tidak punya tempat berteduh. Terbersit di hatinya untuk datang ke rumah Rosa karena perempuan itu baik padanya. Tapi hal tersebut tidak mungkin Gendis lakukan. Rosa pasti akan memberitahu Catherine. Gendis tidak ingin kembali ke rumah perempuan jahat itu lagi. Lagi pula keluarga besar Rexa bisa tahu kalau anak itu adalah anak Dexter. Gendis tidak ingin merusak nama baik Dexter. Apa kata dunia jika mereka tahu Dexter menikahi pembantunya sendiri?Di tengah kegalauannya Tuhan rupanya masih berbaik hati pada Gendis. Tadi sebelum Maghrib Gendis mengamen lagi. Ada pengendara mobil baik hati yang memberinya lima ribu rupiah. Gendis menggunakannya untuk membeli mie instan dan air mineral kecil.Sambil duduk bersandar di emperan toko yang sudah tutup Gendis mengunyah mie instannya sendiri. Mie itu mentah. Meski namany
Dexter menggeleng-gelengkan kepalanya antara percaya dan kecewa setelah mendengar penjelasan Catherine.'Aku cuma pergi tiga hari tapi kamu tega ninggalin aku, Ndis,' bisik hatinya sedih.Dengan perasaan yang semakin perih Dexter mengambil putra kecilnya yang masih menangis lalu membawa ke dekapannya. Ini adalah pengalaman pertamanya menggendong bayi. Tapi entah ada keajaiban apa yang membuatnya tidak merasa canggung. Diciumnya sang putra dengan penuh kasih sayang.Catherine menyodorkan botol susu pada Dexter untuk kemudian diberikan pada anaknya. Tangisan anak itu reda seketika setelah mendapat yang dibutuhkannya.Dexter terisak di dalam hati mengingat kepergian Gendis. Seharusnya saat ini bayi kecil berhidung mancung itu berada dalam dekapan ibu kandungnya.Catherine menempatkan diri di sebelah Dexter. Berdua mereka memandangi anak yang tengah menyusu itu."Siapa namanya, Dex?" tanya Catherine."Bobby." Dexter menjawab dengan lugas."Aku setuju," ujar Catherine, padahal Dexter tidak