Ayu terkejut mendapat pelukan hangat dari Adipati tiba-tiba. Dia terakhir melihatnya tertidur pulas. Ayu tersenyum berusaha menikmati semua sentuhan lembut Adipati.
“Aku berbohong jika tidak menyukainya. Berbohong jika aku tidak ingin disentuhnya. Aku semakin berbohong jika tidak mau gelar itu. Gelar yang selalu semakin dekat akan aku raih. Tapi, aku akan menundanya,” batin Ayu segera membalikkan tubuhnya. Kini mereka kembali saling berpandangan.
“Hamba hanya ingin menjadi istri. Gelar ratu sangat berat. Hamba akan memikirkannya lagi,” kata Ayu membuat Adipati semakin memeluknya. Dia berpiki, biasanya selir sangat senang dan selalu menagih saat Adipati menjanjikan akan menikahi mereka. Terutama Bunga yang selalu menanyakannya saat mereka selalu bersama sebelum bersama Ayu. Namun, berbeda dengan Ayu yang selalu menolaknya.
“Kenapa kau selalu menolakku?” tanya Adipati bimbang.
“Apa kau tidak mau menjadi istriku?&rdq
Ayu masih saja berdiri menatap kamarnya yang sangat hancur bersama semua hartanya. Lamunan kebencian terpancar di wajahnya. Nafasnya perlahan mereda dari asap yang masuk ke dalam tubuhnya. Rose bersama Siti terus memandang Ayu yang masih saja diam. Rose semakin tegang saat melihat wajah Ayu yang terluka dan sangat menjijikkan. Siti segera mengambil jubah menutupinya.Ayu membalikan tubuhnya berjalan keluar aula selir diikuti Rose bersama Siti. Dia menggenggam batu putih di tangannya. Jenderal berlari ingin menghampirinya. Namun dia menghentikan langkahnya saat menatap dengan melotot melihat wajah Ayu."Tidak mungkin!"Jenderal hanya diam yang akhirnya tidak memandang Ayu kemudian. Jenderal berjalan meninggalkannya. Ayu semakin tahu bagaimana sebenarnya semua penguasa itu."Dia meninggalkanku," batin Ayu.Ayu terus berjalan hingga berpapasan dengan Adipati yang akan berlari menuju aula selir untuk melihatnya. Ayu berdiri menatapnya. Dia sama sekali
Ayu semakin tidak mengerti dengan Patih. Ciuman bercampur air mata menetes di pipi Ayu yang sudah terluka. Patih melepaskan ciumannya. Dia memandang Ayu dengan tatapan penuh kesedihan."Patih, kenapa?" tanya Ayu memandangnya tidak percaya dengan apa yang dilakukan Patih.“Aku tidak mengerti dengan perasaanku. Setiap aku melihatmu, aku merasakan sesuatu. Hatiku rasanya sedih, hancur saat kau menderita. Aku ingin sekali melindungimu. Aku marasakan sakit saat melihatmu bersama yang lain hingga aku berusaha bersama Intan. Tapi, aku semakin tidak mengerti. Kini aku membuktikan sendiri jika memang inilah hatiku,” kata Patih perlahan tiada hentinya meneteskan air mata.Ayu menggelengkan kepalanya. “Jangan!” katanya singkat.“Kita tidak bisa menjalin hubungan. Intan sudah mempercayaiku, bahkan dia membantuku. Jangan pernah mendekatiku, Patih!”Ayu terus menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau Patih mencintainya. “In
Ayu semakin tidak percaya jika apa yang selama ini diberitakan memang benar adanya. Adipati yang selalu berhasrat dengan semua selirnya. Ayu yang merasakan hatinya sedikit rapuh akan cinta kedua penguasa itu, kini hilang seketika. Hati yang semula dia percayaada cinta mulai sirna.“Ayu, kenapa kau tidak mengetuk pintu?” tanya Adipati segera memakai jubahnya.Ayu hanya diam saja menatap Selir level atas yang selalu saja membencinya, kini tersenyum puas bisa membalasnya. Adipati mengarahkan tangannya agar Selir itu pergi dari kamarnya.“Waktuku bersamamu sudah selesai. Keluarlah!” titah Adipati yang segera dilaksanakan Selir itu. Dia berjalan melewati Ayu dengan senyuman kemenangan akan dirinya.“Masuklah, Ayu!”Ayu berjalan mendekati Adipati yang menuang minuman tanpa memandangnya.“Untuk apa kau kemari?” tanyanya masih tidak memandang Ayu sama sekali.“Hamba hanya ingin melihat ora
Intan membuat Ayu diam bersama Patih. Mereka tidak menyangka jika Intan datang dengan tiba-tiba. Ayu masih saling menatap tegang bersama Patih. Dia berharap Intan tidak mencurigai mereka berdua."Putri Intan," kata Ayu segera menundukkan kepalanya.“Kalian sepertinya sangat akrab sekali. Tapi, aku pikir itu hanya sebatas hubungan biasa,” jelas Intan terus mengamati mereka. Dia mengernyit melihat kedua mata Ayu yang melotot melihatnya. Intan seakan curiga jika memang ada hubungan diantara mereka. Patih segera mendekati Intan dan berusaha meredakan situasi.“Putri, Selir Ayu mengalami banyak cobaan. Kau tahu sendiri jika Selir membantu kita selama ini. Apakah aku akan membiarkannya terlempar dengan mengenaskan seperti itu? Kau sendiri membantunya menempati ruangan yang sering kita gunakan saat bersama,” tegas Patih yang membuat Intan akhirnya diam menatap Ayu. Patih tidak hentinya melempar senyuman kearah Intan yang membuatnya luluh seketik
Jenderal masih saja diam menatap Adipati yang seakan tidak mempedulikannya. Dia kebingungan bagaimana membuat Adipati menjadi sadar. Jenderal menarik perlahan tubuh Adipati yang masih saja tersenyum seakan-akan melihat Ayu di hadapannya menari dengan indah.“Adipati, anda mabuk. Mari saya bantu untuk berebah di ranjang.”Jenderal membawa tubuh Adipati sampai di ranjang. Dia segera keluar kamar dan memanggil Wati untuk membawa beberapa pelayan berjaga di kamar Adipati.“Wati, bawalah beberapa pelayan dan selir untuk merawat Adipati yang masih mabuk di kamarnya. Aku ada urusan yang harus aku selesaikan.”Wati segera melaksanakan perintah Jenderal. Dengan terburu-buru, Jenderal berjalan menuju gudang di mana Ayu berada. Dia membuka pintu dengan sangat keras hingga membuat Rose dan Siti sangat terkejut hingga menumpahkan ramuan yang mereka buat.“Di mana, Ayu?!” tanya Jenderal dengan tegas.“Aku tidak me
Jenderal tidak mengerti dengan dirinya. Dia juga merasakan apa yang Adipati lakukan selalu membayangkan wajah Ayu. Jenderal terus meminum semua air berwarna merah memabukkan di atas mejanya.“Apakah dia memang menggunakan guna-guna?” tanyanya sambil mengatur hatinya.Jenderal duduk sambil tertunduk. Dia membayangkan saat dirinya berada di bukit memadu kasih dengan Ayu. Jenderal membayangkan wajah Ayu yang sangat cantik dengan tersenyum. Tanpa sadar, dia menggerakkan jarinya mengikuti pola meja seakan melihat wajah Ayu dan membelainya.“Kau memang sangat cantik, Ayu,” gumamnya terus tersenyum tanpa sadar.“Brak!”“Jenderal …”Salah satu Selir level bawah yang saat itu berpura-pura memadu kasih dengannya untuk melindungi Ayu, masuk ke dalam kamarnya akan memberitahukan sebuah berita. Namun, Jenderal diam menatapnya. Dia berjalan menghampiri Selir itu. Jenderal mendekapnya.
Adipati merasakan sesuatu kenikmatan dalam diri Ayu. Dia meluapkan hasratnya yang sudah tidak bisa dia tahan lagi. Wajah buruk milik Ayu seakan hilang dari pandangannya. Adipati tidak menghiraukan lagi wajah buruk milik Ayu yang mebuatnya jijik. Rintihannya meluap seketika itu juga. Ayu masih saja diam membiarkan Adipati menikmati tubuhnya."Ah ... ah!"Ayu hanya diam membiarkan bibir Adipati dengan rakus menikmati semua kulit tubuhnya. Ayu mengatur nafasnya agar dia tidak ikut dalam permainan hasrat Adipati. Dia juga tidak memungkiri sedikit merasakan kenikmatan dengan semua sentuhan dari bibir Penguasa yang sudah sangat dibencinya."Aku akan menahan semua kenikmatan ini," batin Ayu memejamkan kedua matanya.Ranjang yang semula jauh dari posisi Ayu, kini semakin dekat dengan dirinya. Adipati mendorong tubuhnya hingga kini terlentang di ranjang yang biasanya sebagai saksi penyatuan tubuh mereka. Ranjang yang Ayu pikir tidak akan dia gunakan lagi, ki
Ayu masih saja diam memejamkan kedua matanya. Dia memikirkan Intan yang sebenarnya tidak ingin dia sakiti. Hati Intan sudah sangat hancur melihat Patih ternyata tidak mencintainya. Padahal hati, jiwa, dan raganya semua sudah Intan serahkan kepada Patih.Intan masih saja menangis tiada henti di kamarnya. Dia mencengkeram dadanya. Air mata terus menetes hingga menghiasi lantai. Tangisannya sudah berjam-jam tiada henti dari kedua matanya. Detakan jantungnya terus berdetak kencang. Sakit, sangat sakit, hingga menusuk hatinya yang terbelah. Suaranya sudah mulai serak.“Aku benci kalian!” teriaknya kencang.“Prang!” Semua barang sudah berserakan di lantai akibat kemarahan Intan yang terluapkan.Nafasnya kembali tersendat akibat tangisan itu. Putri mulai mengatur hatinya. Dia berdiri dalam diam menatap jendela kamarnya yang terarah menuju halaman belakang taman istana yang menjadi tempat kesukaannya. Dia menatap semua itu dengan pandangan
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super