Ayu semakin diam mendengar pertanyaan Intan. Dia memalingkan wajahnya segera. Intan tetap memburunya. Intan tidak membiarkan Ayu menghindar darinya.
“Selir, kau jangan berpaling! Jawablah semua pertanyaanku!” Intan menarik lengannya dengan keras.
“Untuk apa aku harus menjawab sesuatu yang tidak harus aku jawab?” ketusnya.
“Selir, aku adalah Putri. Kau harus hormat!”
“Putri, aku membantumu agar kau memiliki Patih, laki-laki yang kau cintai itu. Tapi, kau membuatku merasakan sesuatu yang sangat resah. Aku sudah melakukan yang terbaik denganmu maupun Adipati. Kalian masih saja mencurigaiku. Sekarang, keuntungan apa yang akan aku peroleh jika aku bersama Jenderal. Kepalaku yang akan terpasang di lapangan dengan tertancap di tombak?” jelas Ayu sambil melirik Rose yang paham dengan maksud untuk membantunya.
“Putri Intan, kami sangat menghargai Adipati. Setiap hari kita bersama selir Ayu. Bahkan, setia
“Brak …”“Jenderal?”Adipati kembali menempelkan kedua matanya dengan sangat serius di lubang mengarah kamar Ayu lewat lukisan yang menempel tepat di hadapan ranjangnya.“Kenapa dia masuk dengan mudah ke kamar Ayu?” batin Adipati masih saja mengawasi dengan sangat tegang.Ayu melotot melihat Jenderal, begitu juga Rose bersama Siti yang langsung berdiri dari duduknya. Spontan, Rose mendekati Jenderal yang akan mendekati Ayu.“Jenderal ada keperluan apa mendatangi kamar selir?”Jenderal masih saja kebingungan dengan apa yang dia lihat. Ayu masih menatapnya tegang. Jenderal segera tegak berdiri menghentikan langkahnya. Bola mata Ayu menyamping tepat menuju lukisan. Dia sangat berharap jika Jenderal juga mengerti maksudnya.Jenderal masih saja mengernyitkan kedua matanya, berusaha mengerti dengan suasana aneh dalam kamar Ayu.“Jenderal, maafkan aku. Bagaimana kondisi semu
Jantung Ayu berdetak kencang. Jenderal mengambil pedang yang tersangkut di pinggangnya. “Tang …” Pedang itu sudah terlepas dari tempatnya. Jenderal mengangkatnya sangat tinggi. Ayu masih saja membuka kedua matanya. “Jika memang nyawaku harus berakhir seperti ini, aku akan menerimanya dengan baik,” batin Ayu semakin menundukkan kepalanya. Namun Jenderal masih saja tegang mengangkat pedang.Adipati tetap saja diam tegang menatap Ayu. Jenderal segera mengarahkan pedangnya. Namun, tidak dia sangka Adipati memegang pucuk pedang tajam Jenderal hingga darah segar menetes sampai mengotori lantai dari tangannya.“Adipati …”Jenderal segera melepas pedang miliknya. Ayu mengangkat wajahnya. Spontan Ayu mengambil saputangan miliknya yang terselip di jarit. Ayu meraih tangan Adipati yang masih mengalirkan darah segar.“Panggil tabib, Jenderal!” teriak Ayu sangat panik. Jenderal segera berlari memanggi
Patih berlari menuju kuda hitam miliknya yang masih terikat di pohon halaman istana. Dia melepas tali, segera melompat di atas punggung kuda, menghentakkan kakinya.“Hiya …”Kuda Patih belari kencang mengejar suruhan Ibu Suri yang akan mengambil kain alas masih tertinggal di bukit. Kain alas saksi dari penyatuan tubuh Jenderal dan Ayu saat itu dengan begitu indah pertama kalinya.“Hiya … hiya …”Patih masih saja terus menarik tali kemudi kuda untuk membuat kuda itu semakin belari kencang. Dia memandang jalanan bukit yang berliku untuk menuju atas bukit mencegah semua pengawal yang dikirim Ibu Suri. Patih melewati jalan pintas yang sering dia lewati saat bersama Jenderal.“Aku harus sampai terlebih dahulu sebelum pengawal Ibu Suri,” teriaknya sambil terus mengendarai kuda yang semakin berlari kencang.Di ruangan aulanya. Ibu Suri dengan sangat tegang menunggu kabar dari pengawal rahasia
Ibu Suri masuk ke dalam ruangan aula putri dengan tiba-tiba. Patih menutup mulut Intan. Dia menariknya menuju belakang almari yang cukup besar berisikan buku kesukaan Intan jika dia menghabiskan waktu membaca disana.Patih meraih baju yang tergeletak di lantai dengan perlahan. Mereka segera memakainya. Ibu Suri terus mengamati sekitar ruangan. Dia mengernyit tidak menemukan Intan yang masih bersembunyi.“Pelayan, apakah Intan memang berada di sini?” tanyanya kepada pelayan yang memberitahukan jika Intan berada di sana setelah menemuinya dalam keadaan tegang.Ibu Suri ingin menemui Intan untuk membicarakan perdebatan yang mereka lakukan. Bagaimanapun juga, perasaan seorang ibu tidak akan tenang jika bertengkar dengan anak mereka terutama putri. Ibu Suri sangat menyayangi Intan. Dia sangat bahagia mendapatkan anak kedua perempuan yang selalu menemaninya ketika Raja melakukan tugas. Bahkan Raja bersama selir yang selalu saja bergonta-ganti tiap malam, m
Ayu melotot terkejut melihat Adipati yang mencium bau parfumnya. Jenderal mengkerutkan keningnya segera menatap semua arah. Dia sangat kawatir saat itu tidak sengaja membawa Ayu menuju ruangan rahasia yang seharusnya tidak dia lakukan. Jenderal masih diam maju beberapa langkah di hadapan Adipati dengan sangat serius menatap semua arah“Jangan sampai kau barada di sini, Ayu,” batin Jenderal dengan tatapan tajam ke semua arah lorong.Adipati berjalan pelan melangkah melihat arah lorong yang menuju kamar Ayu. Dia terus melangkah. Ayu berjalan cepat bersama Rose segera menghindar. Namun, saat dia akan menuju lorong kamarnya, Ayu berbelok menuju lorong yang terarah ke dalam kamar Adipati.Rose menarik lengannya, menggelengkan kepalanya. Ayu memberi kode dengan menganggukkan kepalanya segera. Rose masih tidak mengerti dengan apa rencana Ayu kepadanya. Rose hanya mengikuti langkahnya. Ayu menekan tembok lorong pintu Adipati yang menembus ke dalam kamar mand
Wati semakin bersemangat menceritakan tentang Ayu bersama Rose kepada Ibu Suri yang serius mendengarkan setiap ucapannya. Dia saat itu sedang bersiap untuk memenuhi permintaan Ibu Suri yang membutuhkan kain kebaya baru untuk dirinya. Wati berjalan untuk masuk ke dalam aula wanita setelah dia berada di luar istana mengambil kain kenbaya pesanannya. Wati menghentikan langkahnya saat pengawal berlari mencari asal mula suara batu yang di lempar Rose.Wati semakin berjalan mendekat. Dia sangat terkejut melihat Rose menarik Ayu bergegas keluar dari kamar Adipati. Sedangkan dirinya mengetahui jika Adipati sedang mengadakan rapat di aula pejabat.“Kenapa kalian berlari tergesa-gesa? Dan untuk apa kalian berada di sana?” tanya Wati dalam batin. Dia semakin terkejut saat segera melangkah menuju kamar Adipati dan melihat pintu yang masih saja terbuka sedikit. Wati menatap di dalam dan tidak melihat Adipati atau siapapun juga.“Aku akan segera melaporkan i
Jenderal mencengkeram leher Ayu hingga wajahnya hanya berjarak satu centi dengan wajah Ayu yang membalas tatapan Jenderal. Tatapan yang sangat menusuk berbeda dari biasanya. Ayu tidak pernah melihat Jenderal menatapnya seperti itu.“Kenapa kau berada di dalam lorong itu?” tanya Jenderal semakin tegas kepada Ayu.Ayu masih diam tidak menjawab. Jantungnya berdetak kencang. Ayu tidak menyangka Jenderal bisa mengetahuinya. Kehebatan Jenderal dalam hal bertarung dan instingnya yang sangat tajam semakin Ayu percayai. Rumor itu sudah tersebar sebelum dia menuju ke istana. Kini Ayu membuktikan sendiri bahwa rumor itu memang benar.“Ayu, katakan?” tanya Jenderal sekali lagi, membuat Ayu akhirnya tersenyum.“Ya, aku berada di dalam lorong itu. Bagaimana bisa aku membiarkan laki-laki yang ada di dalam hatiku akan melawan penyusup. Apakah aku akan menjadi tenang?” kata Ayu menahan air mata yang sudah memenuhi ruang matanya.
Wati semakin tersenyum mendengar apa yang dikatakan pelayan itu. Dia terkekeh hingga pundaknya terlihat bergerak dengan jelas. Pelayan itu keluar dengan sangat bahagia setelah menerima sekantong uang emas dari Wati.“Kau akan sangat menyesal dengan perbuatanmu kepadaku, Ayu. Kali ini skak mat!” gumamnya masih dengan tersenyum puas.Ayu di kamarnya bersiap kembali menemui Adipati. Di seperti biasa menjalani ritual mandi rempah dan meminum ramuan untuk mencegahnya mengandung. Sebenarnya Adipati tidak mengharuskan dia meminum ramuan itu. Ayu hanya saja mau agar dirinya mengandung tepat pada waktunya. Untuk sekarang dia lebih membutuhkan tenaga yang cukup banyak memperoleh posisi yang akan di rebutnya.“Ayu, kau sepertinya sedang gundah,” ucap Rose resah. Dia menyisir rambut Ayu sambil menatap wajah Ayu yang sangat sendu.“Aku semakin tidak mengerti dengan perasaanku sendiri, Rose. Kau tahu sendiri aku harus menggait dua pr
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super