Ayu masuk ke dalam kamarnya. Siti berlari mendekatinya. Sementara, Wati dengan beberapa pelayan wanita, berjalan cepat menyiapkan pemandian khusus.
“Ayu, apa kau baik-baik saja?” tanya Siti sambil memutari tubuh Ayu dengan serius, menatapnya dari atas sampai bawah. Empat wanita lainnya yang sekamar dengan Ayu juga mendekatinya.
“Ayu, apa kau tahu jika kau akan menampilkan bakatmu malam ini? Itu tandanya kau akan segera berada di dalam kamar sang Adipati. Tadi pagi ada surat yang mengharuskan kau tampil.”
Ayu diam kaku terkejut mendengar Siti dengan sangat bersemangat bercerita. “Apa kau yakin dengan yang kau katakan?” Ayu tersenyum memandang semua wanita yang segera menganggukkan kepalanya saat mendengar dia bertanya dengan serius tentang apa yang di katakan Siti barusan.
“Ayu, kau sangat cantik, dan pasti akan menjadi selir terbaik. Kami akan berada di pihakmu.” Siti semakin bersemangat, apa lagi akan sangat menguntungkan dirinya jika dia berteman dekat dengan selir terbaik Adipati.
Wati datang bersama dengan beberapa pelayan. Dia masuk ke dalam kamar Ayu. Perlahan Wati mendekati Ayu yang berdiri tegak membalas tatapannya. Wati mengulurkan tangannya, memegang dagu lancip milik Ayu, sedikit mengangkatnya. “Kau memang sangat cantik. Aku tidak pungkiri, kau akan segera menjadi milik Adipati.” Suara pelan dengan hembusan nafas itu, membuat Ayu sedikit terkekeh hingga pundaknya bergerak.
“Akukan sudah bilang. Kamar kosong itu akan menjadi milikku. Kau, akan menjadi bawahanku.” Suara tegas yang terlontar pelan, membuat Wati kembali menarik nafas, menghembuskan perlahan. Dia tidak pungkiri kali ini lebih baik akan berbuat baik kepada Ayu dari pada memusuhinya.
“Baiklah. Sekarang lebih baik kau bersiap. Nanti malam, kau akan menari di hadapan semua pejabat dan Adipati.”
Wati berjalan meninggalkan kamar Ayu. Semua pelayan mendampingi Ayu berjalan menuju ruangan khusus yang sudah di siapkan untuk setiap wanita terpilih. Baju yang sangat indah, sepatu, serta perhiasan yang berkilauan, di siapkan semuanya.
Pelayan mulai menanggalkan baju yang Ayu pakai. Dia di tuntun masuk ke dalam bak yang sangat besar berisikan air yang diambil dari pegunungan dan sangat jernih, dengan semua rempah-rempah bercampur wewangian. Kelopak bunga mawar semakin membuat wewangian menjadi sempurna.
Pelayan menggosok tubuh Ayu dengan perlahan. Semua kotoran yang menempel sudah menghilang, membuat tubuh Ayu semakin terlihat bersih, mulus. Wati semakin menatap Ayu karena kecantikannya. Baju kebaya terbaik bertabur berlian, sudah di siapkan berwarna biru laut kesukaan Adipati. Rambut Ayu yang masih basah, di beri uap rempah untuk membuatnya semakin harum. Selama dua jam, Ayu di persiapkan hingga menjadi sempurna.
“Kau sangat cantik.” Pujian yang Wati katakan tidak membuat Ayu membalasnya. Dia hanya diam dingin menatap Wati karena ingat perbuatannya kepadanya waktu lalu.
Seorang pengawal Adipati datang menunggu Wati di luar aula wanita. Wati segera menuju ke sana setelah mendapat kabar dari pelayan wanita yang menghampirinya. Wati mendapat kabar jika aula pertunjukan sudah di penuhi pejabat dan Adipati yang akan melihat Ayu menari.
Wati mengarahkan tangannya kepada beberapa pelayan, agar segera membawa Ayu menuju ke sana. Semua wanita yang berada di aula, terpana melihat Ayu dengan sangat cantik dan anggun berjalan melewati mereka. Bahkan semua berbisik membicarakan kecantikannya.
Ayu masih saja berjalan dengan selalu menebar kecantikannya kepada semua laki-laki yang berada di hadapannya, termasuk semua pengawal. Dia sudah sampai di aula pertunjukan, melewati pintu belakang.
Wati di sebelahnya masih saja menatap Ayu yang terlihat tegang. Jemari tangan kanan masih dengan cat kuku merahnya, memegang tangan Ayu yang terlihat bergetar. “Menarilah dengan baik, dan jangan sampai kau melakukan kesalahan, atau kau tidak akan pernah naik ke lantai atas.”
Ayu hanya melirik Wati dan tidak menjawab perkataannya. “Baiklah Ayu, kau harus maju ke depan di panggung itu.”
Ayu memejamkan ke dua matanya, menarik nafas panjang, bersiap melangkah. Dengan perlahan, dia berjalan masuk ke dalam aula, berdiri di tengah panggung. Bola mata hitam bulat milik Ayu memandang semua para pejabat yang terpana memandang kecantikannya.
Ayu tidak memandang Adipati yang menunggunya dengan tegak duduk di singasananya. Semalaman, Adipati di dalam kamarnya tidak bisa tenang selalu mengingat perbuatan Ayu yang sangat berani kepadanya. Suara pelan manja yang di bisikkan Ayu saat menjatuhkan tubuhnya, membuat sang Adipati terjaga semalaman. Adipati merasakan keresahan yang luar biasa. Dia segera memanggil Jenderal Iblis agar segera menuju ke dalam kamarnya.
“Aku menginginkan wanita itu. Dia sudah membuatku tidak tenang. Aku ingin dia menampilkan bakatnya. Bawalah dia kepadaku!”
Jenderal diam menundukkan kepalanya. Dia berpikir tidak akan memberitahukan Adipati jika sebenarnya Ayu sudah dia masukkan ke dalam penjara akibat perbuatannya yang sangat berani. Jenderal tidak menyangka Adipati akan malah antusias dengan Ayu yang melanggar aturan.
“Kenapa kau diam saja, Jenderal?!” bentakan Adipati yang akhirnya membuat wajah Jenderal sedikit mengangkat. “Lakukan!” Adipati murka melihat Jenderal yang masih saja diam.
“Baiklah, Adipati.” jawaban singkat keluar dari mulut Jenderal yang akhirnya keluar dari kamar sang raja menuju aula wanita menemui Wati agar segera mempersiapkan Ayu besuk untuk tampil di aula pertunjukan.
“Malam ini biarkan wanita itu bermalam di penjara. Besuk saja akan aku keluarkan. Persiapkan dengan baik. Adipati menginginkannya. Tapi, bagaimanapun juga, dia harus menjalani hukuman malam ini.” Dengan tatapan dingin, Jenderal meninggalkan Wati yang saat itu mulai resah menerima kabar itu. Dia akan sangat tidak beruntung jika Ayu memang akan bisa membuat Adipati jatuh cinta karena perlakuan kasarnya.
Ayu mulai menggerakkan tangannya dengan jari-jemarinya yang sangat lentik berhiaskan cat kuku merah merona. Gerakan indah mulai dia mainkan. Suara musik dari gamelan yang mengiringinya, membuatnya melakukan tariannya sangat indah. Kakinya mulai ikut bergerak, mengikuti arah angin berputar. Wajah cantiknya memperlihatkan sendu, seolah-olah menghipnotis semua orang.
Sedikit lompatan dengan liukan tubuhnya yang sempurna, membuat Adipati diam hingga jarang berkedip. Semua mata terpana melihatnya. Bahkan Wati menarik nafas tidak bergeming sama sekali. “Kau akan menjadi ratu, Ayu.” batinnya.
Ayu masih saja memainkan perannya dengan sempurna, hingga salah satu pejabat berdiri. Dia berjalan menaiki panggung dan menarik tubuh Ayu. “Kau malam ini akan menjadi milikku.”
Ayu mendorong tubuh sang pejabat hingga tersungkur. “Kurang ajar, Jangan menyentuhku!” teriakan Ayu yang membuat semua orang memandang terkejut tidak kecuali Adipati yang biasanya membiarkan semua pejabat melakukannya jika selirnya akan di nikmati mereka.
“Hentikan!”
Suara lantang yang sangat tidak terduga, terlontar keras dari mulut Adipati membuat semua orang menundukkan kepalanya. Adipati melempar saputangan miliknya ke arah Ayu yang berarti dia tidak boleh di sentuh siapapun.
Dengan tegak dan angkuh, Ayu masih saja berdiri tidak segera mengambil saputangan yang berada tepat di bawahnya. Aturan yang mengharuskan wanita pilihan segera mengambil saputangan milik raja jika di lemparkan yang menandakan dia akan bermalam dengan raja, Ayu abaikan.
“Ayu, kenapa tidak kau ambil?” bisik Wati saat berjalan menuju panggung menarik Ayu dan mengambil saputangan milik raja. Sementara, Adipati hanya diam berdiri masih menatap tajam ke arah Ayu sampai dia meninggalkan panggung.
“Ayu, aku tahu kau sangat cantik. Tapi, jika kau bersikap sombong seperti ini, kau akan sangat celaka!” bentakan Wati masih saja tidak membuat Ayu berucap. Dia hanya diam menatapnya dingin.
“Baiklah, kau akan menuju ke kamar raja setelah mandi sekali lagi. Plok, plok, plok.”
Wati menepuk tangannya, yang berarti pelayan harus mempersiapkan mandi air tujuh rupa bagi semua wanita yang akan bermalam dengan raja. Ayu masih saja tidak bersuara. Dia hanya diam, selalu membalas tatapan tajam Wati.
Ayu memejamkan ke dua matanya, memikirkan cara bagaimana akan menolak Adipati. Pelayan masih saja membersihkan dirinya dan mempersiapkan semuanya. “Aku akan menolak, dan membuat dia semakin menginginkan aku. Perkataan Rose, akan aku lakukan malam ini.”
Ayu di persiapkan dengan sangat baik. Semua inci dari tubuhnya, di periksa pelayan hingga benar-benar sangat bersih. Riasan yang sedikit tebal, dan kebaya sangat cantik membuat Ayu sangat sempurna. Wati berdiri masih saja menatap Ayu yang melihat dirinya dengan penuh amarah.
"Baiklah, kita akan menuju kamar Adipati."
"Kau akan menjadi milikku, Adipati Wiryo." batin Ayu dengan senyuman sinisnya.
Ayu berjalan dengan sangat cantik akan menuju ke kamar Adipati. Beberapa pengawal dan pelayan, serta Wati juga berjalan mengawalnya. Di dalam kamar. Adipati berdiri menghadap jendela kamarnya. Dia mencengkeram jubah yang menutupi dadanya.“Aku sangat bergetar. Tidak pernah aku merasa seperti ini.” ucapnya berusaha mengatur detakan jantungnya.Ayu telah sampai di depan pintu kamar Adipati. Dia terkejut melihat Jenderal berjaga di sana. Jenderal berjalan mendekati Ayu dan memutari tubuhnya sambil menatap setiap sudutnya.“Apa yang anda lakukan, Jenderal?, apakah aku tidak sesuai dengan kriteriamu?”Jenderal menghentikan langkahnya. Dia mengernyit. Tidak di sangkanya, Ayu bisa berkata demikian kepadanya. Satu-satunya wanita yang berani melakukan protes terhadap dirinya hanya dengan tidak setuju dengan sikap yang dia lakukan.“Aku tidak menyangka kau berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang sangat berani. Kali ini akan ak
Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap
Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.“Aku sudah salah mengira dia lemah.”Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti
Jenderal Iblis tidak tahan dengan wajah Ayu yang sangat cantik. Dia menikmati bibir Ayu dengan sendirinya saat Ayu semakin mendekatkan wajahnya. “Mm ….”Ayu akhirya mendapatkan bibir sang Jenderal. Dia membiarkan bibir itu sedikit menikmati bibirnya dalam waktu beberapa detik hingga, “Jenderal, apa yang kau lakukan?” tanya Ayu berpura-pura terkejut.Jenderal itu melotot, mendorong tubuh Ayu hingga sedikit kesakitan. “Hah, kau menyakitiku. Apa salahku?”“Maafkan aku!” Jenderal segera melepaskan Ayu melangkah cepat akan meninggalkan kamarnya.“Rahasiakan ini!”Jenderal menghentikan langkahnya saat Ayu meneriakkan sesuatu yang menahan perhatiannya. “Aku mau merahasiakan ini. Aku tidak akan memberitahukan siapapun.” ucap Ayu sekali lagi menegaskan.“Lupakan kejadian ini! Aku tidak mau kita salah paham.”Jenderal masih saja berpaling. Dia tidak kemba
Ayu dengan lihainya masuk ke dalam aula khusus ibu Suri. Dia menarikan tarian merak yang sangat indah. Wati sangat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Bagaimana bisa dia muncul?” Wati terus membatin. Dia mencengkeram kebayanya. Perasaannya mulai resah.“Aku pasti akan mendapat masalah setelah ini. Rose, iya, dia pasti membantu Ayu melakukan ini. Dia adalah mantan kepala selir, dan aku melupakan itu.”Wati semakin melotot melihat Rose tersenyum sinis ke arahnya. Dia diam kaku sambil terus memandangnya. Rose berjalan menghampiri ibu Suri yang masih saja menikmati tarian Ayu. Namun, Intan adik sang Adipati, melirik Rose dengan mengernyit.“Ibu Suri, lama tidak bertemu hamba.” Rose menundukkan kepalanya masih dengan tersenyum. Dia terus memasang wajah cerianya.“Rose, kau semakin segar saja.” sapaan ibu Suri sambil mengamati Rose dari atas hingga bawah. Dia tidak percaya Rose bisa semakin bugar setelah kel
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super