Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.
“Aku sudah salah mengira dia lemah.”
Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.
“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”
“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”
Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti
Jenderal Iblis tidak tahan dengan wajah Ayu yang sangat cantik. Dia menikmati bibir Ayu dengan sendirinya saat Ayu semakin mendekatkan wajahnya. “Mm ….”Ayu akhirya mendapatkan bibir sang Jenderal. Dia membiarkan bibir itu sedikit menikmati bibirnya dalam waktu beberapa detik hingga, “Jenderal, apa yang kau lakukan?” tanya Ayu berpura-pura terkejut.Jenderal itu melotot, mendorong tubuh Ayu hingga sedikit kesakitan. “Hah, kau menyakitiku. Apa salahku?”“Maafkan aku!” Jenderal segera melepaskan Ayu melangkah cepat akan meninggalkan kamarnya.“Rahasiakan ini!”Jenderal menghentikan langkahnya saat Ayu meneriakkan sesuatu yang menahan perhatiannya. “Aku mau merahasiakan ini. Aku tidak akan memberitahukan siapapun.” ucap Ayu sekali lagi menegaskan.“Lupakan kejadian ini! Aku tidak mau kita salah paham.”Jenderal masih saja berpaling. Dia tidak kemba
Ayu dengan lihainya masuk ke dalam aula khusus ibu Suri. Dia menarikan tarian merak yang sangat indah. Wati sangat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Bagaimana bisa dia muncul?” Wati terus membatin. Dia mencengkeram kebayanya. Perasaannya mulai resah.“Aku pasti akan mendapat masalah setelah ini. Rose, iya, dia pasti membantu Ayu melakukan ini. Dia adalah mantan kepala selir, dan aku melupakan itu.”Wati semakin melotot melihat Rose tersenyum sinis ke arahnya. Dia diam kaku sambil terus memandangnya. Rose berjalan menghampiri ibu Suri yang masih saja menikmati tarian Ayu. Namun, Intan adik sang Adipati, melirik Rose dengan mengernyit.“Ibu Suri, lama tidak bertemu hamba.” Rose menundukkan kepalanya masih dengan tersenyum. Dia terus memasang wajah cerianya.“Rose, kau semakin segar saja.” sapaan ibu Suri sambil mengamati Rose dari atas hingga bawah. Dia tidak percaya Rose bisa semakin bugar setelah kel
Ayu tersenyum sambil membayangkan Jenderal Iblis. Dia sudah melamunkan rencananya untuk segera mendekati sang Jenderal. Rose menatapnya sambil membelai pipi Ayu perlahan. “Kau akan merubah keadaan ini. Aku sangat yakin itu. Perlahan, tapi pasti. Itulah yang harus kau lakukan, Ayu.”“Perlahan, tapi pasti. Aku akan selalu mendengarkanmu, Rose. Aku sangat sedih melihat aula wanita. Aku ingin merubah segalanya. Mereka semua sangat menyedihkan. Mereka menghabiskan waktu hingga tua dan di keluarkan dari aula nantinya. Itu adalah kehidupan yang harus di rubah. Itu sangat mengerikan.”Rose semakin tersenyum. Dia memeluk Ayu dengan erat. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Ayu. “Kau selalu membuatku tenang Rose. Aku sangat beruntung bertemu denganmu.”“Aku akan menjagamu sampai kau bisa meraih itu semua.”Rose perlahan melepaskan pelukannya. Dia memandang Ayu dengan tajam. “Kau akan menghadapi salah sa
Matahari mulai bersinar. Perlahan, sinar ke emasannya, membuat semua atap rumah terlihat dengan jelas hingga sampai di istana yang sangat megah. Dari celah-celah jendela kamar Ayu, sinar itu menggelitik wajahnya hingga terbangun.“Rose, kenapa kau tidak membangunkan aku dengan cepat!” Ayu masih saja menguap. Dia mengusap ke dua matanya yang masih terasa sangat lengket.“Mana mungkin aku membangunkan wanita yang mendengkur saat tidur nyenyaknya.” Rose mulai menarik selimut Ayu.“Benarkah?” Ayu mengernyit sambil memandang Rose.“Yah, dengkuranmu sangat keras.” balas Rose sambil mempersiapkan semua keperluan Ayu.“Apakah aku juga mendengkur saat bermalam dengan Adipati?” tanyanya sendiri penasaran.“Tanyakan kepadanya nanti malam!” perkataan Rose yang membuatnya terkejut.“Dia pulang?” tanyanya sambil melotot ke arah Rose.“Kemungkinan hari i
Jenderal semakin mendekatkan wajahnya. Dia melirik bibir Ayu yang sedikit terbuka. Warnanya yang merah merekah, membuat Jenderal sudah tahan lagi. “Mmm ….”Bibirnya mendarat di bibir Ayu. Perlahan, Ayu membalasnya. Ke dua bibir mereka akhirnya bersatu. Jenderal semakin mengeratkan pelukannya. Ayu memainkan bibirnya dengan baik. Sang Jendral terbuai hingga semakin menikmatinya. Permainan bibirnya agak semakin liar. Dia mulai perlahan memainkan tangannya. Sentuhan lembut dari tangan Jenderal, sedikit membuat Ayu terkejut, hingga bibirnya terdiam.Ayu perlahan melepaskan bibirnya. Dia menatap Jenderal yang masih saja menderu. Kini, leher mulus Ayu menjadi sasaran bibir kuat Jenderal. Dia menarik Ayu hingga berada di bawah pohon. Ayu berdiri hingga tubuhnya menempel di sebuah pohon yang sangat besar dengan dedaunan lebat. Ke dua tangan kuat Jenderal berada di antara tubuhnya. Mereka saling memandang tajam. Perlahan, dagu Ayu di pegangnya. Jenderal dingin
Ayu bersama Adipati, masih saja bersenang-senang di dalam kamarnya. Jenderal Iblis merenung di ruangannya. Dia selalu saja memikirkan Ayu yang sudah menempati hatinya. Jenderal selama puluhan tahun tidak pernah mencintai wanita. Bahkan, meliriknya saja tidak. Hatinya hanya di penuhi amarah jika semua musuhnya menyerang. Apa lagi, dia yang selalu menjaga Adipati kemanapun berada.“Aku sudah salah. Aku tidak mungkin akan membuka hatiku untuknya,” batin Jenderal yang masih saja merenung dengan hatinya sendiri.Adipati kali ini benar-benar merasakan hatinya yang sangat lama hilang. Dia tidak pernah merasakan cinta dengan wanita siapapun. Adipati setiap hari hanya melakukan kegiatan istana yang mengharuskan dia memutuskan semua permasalahan yang ada di dalamnya.Adipati terus memandang Ayu di hadapannya. Jari jemarinya mengikuti pola wajah Ayu yang sangat cantik. Ayu memejamkan ke dua matanya, menikmati jari kuat yang perlahan membuatnya bergetar. “
Jenderal masih saja menatap Ayu. Dia kembali memegang pipi Ayu, dan sedikit mengelusnya. “Makan malam, berarti masalah untukmu. Kau akan mendapat masalah baru. Setiap selir yang mendapat undangan ibu Suri, selalu saja akan membuat Adipati marah.”Perkataan Jenderal yang membuat Ayu langsung mengernyit. Namun, dia berusaha terlihat santai. “Lindungi aku!” permintaan singkat dari Ayu yang membuat Jenderal menganggukkan kepalanya.“Kau, dalam perlindunganku.” Ciuman singkat Jenderal kembali dia berikan. Ayu menerimanya dengan senyumannya. Ayu berusaha membuat Jenderal sangat percaya jika dia menginginkan hatinya.Ayu kembali berjalan di belakang Jenderal. Dia masuk ke dalam aula wanita. Semua selir selalu menyambutnya, kecuali selir level atas. “Ayu, kau akan mendapat undangan ibu Suri. Semoga tidak akan ada hal apapun yang terjadi denganmu,” ucap salah satu selir yang mendukung Ayu, bersama dengan semua selir lainnya
Pintu ruangan dengan kayu jati yang sangat kokoh, di hiasi ukiran khas Jawa di setiap sudutnya, membuat pintu itu sangat indah. Ayu mulai melangkah masuk ketika pengawal membukanya. Adipati berdiri dengan tersenyum, segera mengulurkan tangannya. Dia sedikit menggeleng, mengagumi kecantikan Ayu. Bahkan Ibu Suri dan Intan, sangat terpana tidak berucap. Mereka hanya memandang dari atas sampai bawah di seluruh tubuh Ayu.“Seperti biasanya, wajahmu bagaikan sinar bulan yang menerangi indahnya dunia.” Pujian Adipati yang membuat Ayu semakin tersenyum. Namun, tidak dengan ibu Suri dan Intan, yang hanya diam meliriknya sinis, mendengar perkataan Adipati.Ayu duduk tepat di sebelah Adipati. Ibu Suri dan Intan berada di hadapannya. Meja bulat dengan kain merah sebagai penghias, membuatnya tampak sangat indah. Makanan lezat dan buah-buahan, tersaji dengan lengkap. Tidak lupa bunga mawar yang masih segar dengan aromanya yang khas, membuat ruangan semakin sempurna. Karp
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super