Ayu berjalan dengan sangat cantik akan menuju ke kamar Adipati. Beberapa pengawal dan pelayan, serta Wati juga berjalan mengawalnya. Di dalam kamar. Adipati berdiri menghadap jendela kamarnya. Dia mencengkeram jubah yang menutupi dadanya.
“Aku sangat bergetar. Tidak pernah aku merasa seperti ini.” ucapnya berusaha mengatur detakan jantungnya.
Ayu telah sampai di depan pintu kamar Adipati. Dia terkejut melihat Jenderal berjaga di sana. Jenderal berjalan mendekati Ayu dan memutari tubuhnya sambil menatap setiap sudutnya.
“Apa yang anda lakukan, Jenderal?, apakah aku tidak sesuai dengan kriteriamu?”
Jenderal menghentikan langkahnya. Dia mengernyit. Tidak di sangkanya, Ayu bisa berkata demikian kepadanya. Satu-satunya wanita yang berani melakukan protes terhadap dirinya hanya dengan tidak setuju dengan sikap yang dia lakukan.
“Aku tidak menyangka kau berkata seperti itu kepadaku. Wanita yang sangat berani. Kali ini akan aku lepaskan.” ucapan pelan namun tegas dari mulut Jenderal sebelum membukakan pintu kamar Adipati.
“Ceklek.”
“Adipati, Ayu sudah ada di luar kamar anda.”
Adipati menarik nafasnya. Dia masih saja mengaturnya agar tidak terlihat lemah di hadapan mereka semua. “Bawalah masuk, dan kalian semua boleh pergi.” ucapnya masih memandang luar istana dari jendela.
Jenderal mengarahkan tangannya, membuat Wati menarik Ayu agar masuk ke dalam kamar Adipati. Semua orang menundukkan kepalanya, pergi dari kamar. Pengawal menutup pintu perlahan. Ayu berdiri di belakang Adipati yang masih diam menatap jendela. Dia tidak berkata apapun, masih berdiri tegak.
Adipati mulai sedikit menggerakkan ke dua tangannya yang terasa dingin akibat bergetar. Dia masih saja sangat penasaran dengan Ayu. Namun, dia tidak mau terlihat lemah di hadapannya.
“Siapa namamu?” tanyanya masih saja tidak berbalik menghadap Ayu.
“Bukankah anda sudah mengetahuinya. Jenderal sudah sangat keras memanggil namaku.”
Adipati mengernyit tidak percaya mendengar perkataan dari mulut Ayu. Akhirnya ada seorang wanita yang berani dengannya. Tubuh tegap, tinggi, kekar, serta atletis milik Adipati perlahan berbalik. Kini mereka saling berhadap-hadapan.
Ke dua mata mereka saling memandang. Adipati semakin bergetar melihat kecantikan yang terpancar dari dalam diri Ayu yang tidak pernah di lihatnya. Dia perlahan berjalan mendekati Ayu. Tangan kanan Adipati memegang dagu Ayu dan sedikit mengangkatnya. Bibir Ayu di sentuhnya dengan salah satu jarinya. Wajah mereka sekarang hanya berjarak satu senti.
Mata bulat hitam milik Adipati masih saja terus memandang wajah Ayu. Namun, perlahan Ayu menampis tangan Adipati, dengan sedikit memberikan sentuhan lembut di kulitnya. Dia membalikkan tubuhnya dengan cepat, berjalan menuju pintu kamar Adipati.
“Maafkan hamba Adipati. Hamba menolak.”
“Ceklek.”
Ayu membuka pintu kamar Adipati. “Jika anda menginginkanku, jemputlah hamba di kamar hamba. Wanita mahkluk paling lembut dan mereka membutuhkan hati untuk di cintai, bukan nafsu. Jemputlah, aku!"
Jenderal sangat terkejut melihat Ayu. Dia akan menarik Ayu kembali ke dalam, namun dia hentikan saat sang Adipati mengangkat tangan kanannya untuk membiarkan apa yang Ayu lakukan.
“Biarkan dia!” perintah Adipati.
Jenderal hanya diam menundukkan kepalanya. Dia masih tidak mengerti dengan perlakuan Adipati yang tidak seperti biasanya.
Dengan wajah yang masih terangkat angkuh, Ayu berjalan menyusuri lorong. Dia membuka pintu aula wanita. “Brak.”
Wati melotot melihatnya. “Apa yang dia lakukan?!” bentaknya.
Wati berjalan cepat menghampiri Ayu yang sekali lagi membuat keributan. Semua wanita di lantai atas berhamburan keluar melihat Ayu yang masih santai berjalan menuju kemarnya. Tidak kecuali wanita di lantai bawah yang saling berbisik tidak mengerti dengan kejadian yang mereka lihat.
“Ayu, aku bilang berhenti!” teriakan Wati yang akhirnya membuat Ayu menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamarnya.
“Aku menolaknya. Dia membiarkanku pergi.” jawaban Ayu yang mengejutkan semua wanita di aula. Wati menarik Ayu hingga masuk ke dalam kamarnya.
“Dia?, kau pikir siapa yang kau sebut?!” Wati menarik lengan Ayu yang segera cepat menampisnya.
“Jangan kau sentuh aku!” balas Ayu.
“Kau hanya sepuluh menit di dalam. Kau akan mengalami banyak masalah. Aku jamin itu.”
“Kita lihat saja nanti. Dan kau akan melihatnya. Aku hanya akan menerimanya, jika dia menjemputku ke sini. Jika tidak, aku tidak akan mau menemaninya.” jawaban santai Ayu semakin membuat Wati tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Wati berjalan keluar dari kamar Ayu. Dia sangat frustasi dengan apa yang Ayu lakukan. "Dia sudah akan sangat membuatku dalam masalah besar." gerutu Wati sambil memegang kepalanya.
Sementara, Adipati merasa tidak tenang semalaman di dalam kamarnya. Dia selalu saja membayangkan wajah Ayu yang semakin membuatnya terpana. Jenderal yang masih berjaga di dalam kamarnya, merasa resah dengan tingkah Adipati yang berubah seketika.
“Adipati, anda harus beristirahat. Besuk aka nada pertemuan dengan para pejabat tinggi.” Jenderal berusaha menenangkan Adipati yang masih saja meminum araknya hingga tidak tersisa.
“Dia sudah membuatku gila. Aku tidak bisa menghilangkan wajahnya dalam pikiranku.” jawaban Adipati yang membuat Jenderal semakin gelisah. Dia tidak mau melihat Adipati yang sangat perkasa dan di takuti banyak sekali kerajaan lain karena keberaniannya, menjadi lemah akibat wanita.
“Adipati, hamba akan membawa Ayu kembali ke kamar anda secepatnya.”
“Tidak!”
Jenderal tidak mengerti dengan apa yang di katakan Adipati. “Apa yang harus hamba lakukan untuk membuat anda bisa tenang?” tanyanya masih dengan menundukkan kepalanya.
“Kau tidak perlu melakukan apapun.” jawabnya masih dengan berdiri memikirkan perkataan Ayu sebelum meninggalkan kamarnya.
"Jemputlah, Aku!"
Waktu berjalan selama dua hari. Ayu masih saja menjadi bahan ejekan semua wanita terutama selir atas yang selalu menyindirnya jika dia adalah wanita yang paling singkat berada di dalam kamar Adipati, berarti dia adalah wanita paling buruk sepanjang masa. Namun, Ayu masih saja diam.
“Aku tahu. Kau pasti tidak bisa tenang memikirkanku, Adipati.” batin Ayu yang selalu tidak menghiraukan semua wanita yang bergosip tentangnya.
Wati selalu saja memarahi, dan memusuhi Ayu sejak kejadian kemaren. Bahkan semua teman sekamarnya, ikut memusuhinya kecuali Siti yang masih saja setia dengannya.
"Ayu, kau akan mendapat masalah besar. Tapi kau sangat santai. Apa kau merencanakan sesuatu?"
"Lihat saja nanti. Kau akan tahu. Mereka semua akan tunduk di hadapanku, termasuk Wati menyebalkan itu."
Siti semakin tersenyum, dan dia yakin jika Ayu pasti akan mengalami keberhasilan dari semua rencana yang dia lakukan.
Adipati di dalam kamarnya masih saja tidak mau melakukan kegiatan apapun. Dia menyerahkan semuanya kepada Jenderal yang menggantikan posisinya untuk menjalani semua pertemuan kerajaan. Adipati masih saja memikirkan perkataan Ayu yang saat itu membuatnya tidak tenang.
"Jemputlah aku! Apa dia sengaja akan memperlihatkan kepada semua wanita?" batin Adipati masih diam berdiri tegak menghadap jendelanya menatap halaman istana yang sangat luas.
Seorang wanita level atas tiba-tiba menyeret Ayu dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Kau. Terlalu sombong. Lihatlah sekarang. Kau bukan siapa-siapa."
"Hahaha....," semua wanita di aula tertawa melihat Ayu tersungkur di lantai.
Wati hanya melihatnya, dan tidak melerai mereka. Semua pelayan juga hanya diam menatap Ayu yang masih saja belum berdiri tersungkur di lantai akibat dorongan yang semakin kuat menyerangnya dengan tiba-tiba.
"Kalian akan mendapatkan balasannya, terutama dirimu!" teriak Ayu yang akhirnya berdiri sambil menunjukkan salah satu jarinya ke arah wanita yang membuatnya tersungkur.
"Aku akan selalu mengingat wajahmu." ucap Ayu pelan masih menatap semua wanita yang terlibat menyakitinya.
"Brak....!"
Semua mata terkejut melihat Adipati tiba-tiba masuk ke dalam aula wanita yang tidak pernah di lakukannya sama sekali. Semua wanita di dalamnya, termasuk Wati dan pelayan setianya, segera menundukkan kepalanya.
Ayu sambil berdiri, masih menatap Adipati yang berada di hadapannya diam berdiri tegak. Perlahan Adipati melangkah hingga mendekati Ayu.
"Aku sudah menjemputmu." bisiknya membuat Ayu tersenyum.
Adipati menarik tubuh seksi dan sintal Ayu dalam dekapannya hanya dengan satu tangan. Wajahnya mendekati telinga harum milik Ayu dan berbisik, “Aku sudah menjemputmu.”Ayu tersenyum membalas, “Bawalah aku ke kamarmu.” Suara pelan dan manja Ayu, membuat Adipati semakin menahan hasratnya untuk segera membawa Ayu ke dalam kamarnya. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi. Adipati menarik Ayu dan menggendongnya. Semua mata masih saja melotot sangat lebar. Wati hanya bisa menarik nafasnya, dan memikirkan bagaimana caranya Ayu akan memaafkan dirinya yang selama dua hari selalu memusuhi, bahkan membiarkan Ayu di hina oleh semua wanita.Adipati membawanya melewati lorong. Selir pertama kali yang tidak perlu melakukan ritual pemandian air tujuh rupa untuk masuk ke dalam kamar hanya sekedar bermalam dengan Adipati.Sang Jenderal hanya memandangnya dengan resah. Dia tidak menyukai jika Adipati akan kalah dengan wanita. Namun, dia tidak bisa melakukan a
Waktu berjalan sudah dua hari. Ayu masih saja berada di kamar Adipati. Bahkan semua kegiatan pondok kerajaan dengan para pejabat penting, sang Jenderal yang mewakili Adipati. Dia dalam kamarnya, Adipati bersama Ayu masih saja bersenang-senang. Para pelayan sama sekali tidak masuk ke dalam. Mereka hanya mengantar makanan jika saatnya tiba.Wati masih sangat resah. Dia tidak bisa membayangkan jika Ayu kembali ke aula wanita dan pastinya akan masuk ke kamar kosong sebagai selir terbaik bergelar calon ratu. Jika dia bisa berada di sana selama tiga puluh hari, maka gelar ratu sudah berada di tangannya.“Dia sudah berada di sana selama hampir tiga hari. Aku harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya masuk ke dalam kamar khusus itu.” gerutu Wati sambil terus berjalan mondar-mandir kebingungan.“Apa yang harus aku lakukan?”Wati terus mencari cara agar dia bisa membuat Ayu keluar dari kamar Adipati kurang dari tiga hari. Dia akan berusaha m
Jenderal keluar dari kamar Adipati dalam diam. Dia masih saja merasa resah dengan perubahan Adipati dalam sekejab sejak kehadiran Ayu. Langkah kakinya terhenti di lorong aula wanita. Wati masih saja mengamatinya.Jenderal segera melangkah cepat menghampirinya. “Kau memata-mataiku, Wati.”“Yah, aku melakukannya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar selanjutnya.”“Akui kekalahanmu, Wati. Adipati sudah jatuh di pelukannya. Kita tidak bisa membuatnya terpisah dengan Ayu kecuali dia terbunuh.”Wati mengernyit melihat pernyataan sang Jenderal. “Apa kau berencana akan menghabisinya, Jenderal?” tanya Wati dengan serius menatap sang Jenderal yang masih saja diam tidak menatapnya.“Akan aku pikirkan jika dia melawan. Jika dia bisa bekerja sama denganku, akan aku pertahankan dia menjadi bonekaku.”Jenderal dengan suara pelannya namun tegas, membuat Wati akhirnya merasa lega dengan apa yang dia
Mata tajam dengan penuh kebencian, Ayu perlihatkan kepada Wati yang masih saja memerintahkan pelayan untuk mempersiapkan segalanya. Dia melirik semua pelayan yang sepertinya berada di pihak Wati.“Tidak masalah kalian menuruti Wati dari pada aku. Kita lihat saja nanti, siapa yang berkuasa di aula ini.”Ayu masuk ke dalam kamarnya. Dia sangat kelelahan. Selama kurang dari empat hari, Adipati selalu saja menikmati tubuh Ayu. Fisik dan tubuhnya yang sangat kuat, membuatnya terus melakukan hubungan.“Siti, tutup pintu itu!”Dengan sigap, Siti segera menutup dengan rapat pintu kamar Ayu setelah semua pelayan menyelesaikan tugasnya. Siti segera menghampiri Ayu. Dia membantu Ayu mengganti bajunya.“Ayu, apa nama yang pantas aku panggil untukmu?” tanyanya sambil membuka semua kancing baju Ayu.“Entahlah. Aku saat ini hanya mau beristirahat. Kau tahu, aku sangat capek sekali. Adipati menikmati tubuhku setiap
Wati tidak menyangka apa yang dia lihat. Siti menatap dengan tersenyum sinis ke arahnya. Wati menghembuskan nafasnya dengan keras. Dia sungguh-sungguh harus menekan rasa penasarannya. Wati tidak bisa menghilangkan perasaan mengganggu dalam dirinya, bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan dengan Ayu.“Aku sudah salah mengira dia lemah.”Wati terus melangkah pelan mendekati Siti yang masih berada di depan pintu kamar Adipati mengamatinya. “Nyonya, apa anda ada keperluan?” tanya Siti sambil menundukkan kepalanya.“Tentu saja. Aku kepala selir dan seharusnya bawahanku bisa melapor kepadaku saat akan menuju ke kamar sang penguasa. Kalian sudah melangkahiku.”“Adipati sendiri yang menjemput Ayu di kamar aula wanita. Apa anda ketinggalan berita, nyonya?”Wati melotot melihat wajah Siti. Dia tidak menyangka dengan apa yang dia dengar. Mana mungkin sang penguasa bisa berjalan menjemput selirnya. Wati masih saja ti
Jenderal Iblis tidak tahan dengan wajah Ayu yang sangat cantik. Dia menikmati bibir Ayu dengan sendirinya saat Ayu semakin mendekatkan wajahnya. “Mm ….”Ayu akhirya mendapatkan bibir sang Jenderal. Dia membiarkan bibir itu sedikit menikmati bibirnya dalam waktu beberapa detik hingga, “Jenderal, apa yang kau lakukan?” tanya Ayu berpura-pura terkejut.Jenderal itu melotot, mendorong tubuh Ayu hingga sedikit kesakitan. “Hah, kau menyakitiku. Apa salahku?”“Maafkan aku!” Jenderal segera melepaskan Ayu melangkah cepat akan meninggalkan kamarnya.“Rahasiakan ini!”Jenderal menghentikan langkahnya saat Ayu meneriakkan sesuatu yang menahan perhatiannya. “Aku mau merahasiakan ini. Aku tidak akan memberitahukan siapapun.” ucap Ayu sekali lagi menegaskan.“Lupakan kejadian ini! Aku tidak mau kita salah paham.”Jenderal masih saja berpaling. Dia tidak kemba
Ayu dengan lihainya masuk ke dalam aula khusus ibu Suri. Dia menarikan tarian merak yang sangat indah. Wati sangat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. “Bagaimana bisa dia muncul?” Wati terus membatin. Dia mencengkeram kebayanya. Perasaannya mulai resah.“Aku pasti akan mendapat masalah setelah ini. Rose, iya, dia pasti membantu Ayu melakukan ini. Dia adalah mantan kepala selir, dan aku melupakan itu.”Wati semakin melotot melihat Rose tersenyum sinis ke arahnya. Dia diam kaku sambil terus memandangnya. Rose berjalan menghampiri ibu Suri yang masih saja menikmati tarian Ayu. Namun, Intan adik sang Adipati, melirik Rose dengan mengernyit.“Ibu Suri, lama tidak bertemu hamba.” Rose menundukkan kepalanya masih dengan tersenyum. Dia terus memasang wajah cerianya.“Rose, kau semakin segar saja.” sapaan ibu Suri sambil mengamati Rose dari atas hingga bawah. Dia tidak percaya Rose bisa semakin bugar setelah kel
Ayu tersenyum sambil membayangkan Jenderal Iblis. Dia sudah melamunkan rencananya untuk segera mendekati sang Jenderal. Rose menatapnya sambil membelai pipi Ayu perlahan. “Kau akan merubah keadaan ini. Aku sangat yakin itu. Perlahan, tapi pasti. Itulah yang harus kau lakukan, Ayu.”“Perlahan, tapi pasti. Aku akan selalu mendengarkanmu, Rose. Aku sangat sedih melihat aula wanita. Aku ingin merubah segalanya. Mereka semua sangat menyedihkan. Mereka menghabiskan waktu hingga tua dan di keluarkan dari aula nantinya. Itu adalah kehidupan yang harus di rubah. Itu sangat mengerikan.”Rose semakin tersenyum. Dia memeluk Ayu dengan erat. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Ayu. “Kau selalu membuatku tenang Rose. Aku sangat beruntung bertemu denganmu.”“Aku akan menjagamu sampai kau bisa meraih itu semua.”Rose perlahan melepaskan pelukannya. Dia memandang Ayu dengan tajam. “Kau akan menghadapi salah sa
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super