Jenderal tidak menyangka jika dia melihat Adipati di belakangnya. Jenderal segera menundukkan kepalanya. Bagaimanapun juga, Adipati adalah raja istana, orang dengan kedudukan paling tertinggi di sana. Dan, Jenderal harus selalu menunduk sesuai dengan aturan istana.
“Hamba menghadap, Adipati!”
“Kau mau menemui Ibuku? Dia akan menikahkanku. Besuk, aku akan mempunyai seorang ratu,” kata Adipati membuat Jenderal masih tidak percaya dengan ucapannya. Dia hanya diam dan tetap menundukkan kepalanya.
“Kau sangat senang pastinya bisa bersama dengan Selir yang seharusnya menjadi milikku. Dia adalah wanitaku. Dan, walaupun aku menikahi Putri bodoh itu, dia tetap menjadi milikku. Apa kau paham?”
Mereka kini saling menatap tajam. Jenderal seakan lupa dengan posisinya. Namun, dia berusaha menghindar dari Adipati dan tidak mau mencari masalah dengannya.
“Hamba harus menemui Ibu Suri. Hamba pamit,” kata Jenderal mela
Ayu semakin tidak mengerti dengan apa yang dia lihat. Daun itu tidak tenggelam dan masih saja mengambang di atas air. Namun, dia berusaha tidak terlalu serius menatapnya agar Jenderal tidak mencurigainya.Ayu meminum air segar di dalam cangkir, dan masih saja memandang air di tengah goa itu. “Air ini sangat indah. Dari mana asalnya?” tanya Ayu mulai mendekati air itu dan memainkannya dengan jari kakinya. “Sangat segar,” ucapnya terus menggerakkan kakinya hingga sedikit bergelombang.“Apa kau bisa berenang?” tanya Jenderal dengan memeluknya dari belakang.“Aku tidak bisa berenang,” jawab Ayu masih terus menatap daun yang sama sekali tidak bergerak, padahal gelombang semakin kencang akibat kaki Ayu.“Aku bisa membawamu, ke sana jika kau mau,” ucap Jenderal melepaskan jarit Ayu dan kebayanya. Kini dia hanya memakai pakaian dalam. Begitu juga dengan Jenderal yang membuka baju kebesarannya. Tubuh Jend
Adipati masih saja diam. Ibu Suri semakin memperlihatkan kemarahannya. Jenderal segera mendekati Adipati yang melotot kearahnya. Mereka saling bertatapan tajam. Namun, Jenderal segera menundukkan kepalanya, karena semua mata memandangnya.“Jangan mendekati aku, penghianat!” ucap Adipati tegas membuat Jenderal yang masih menunduk di hadapannya. Adipati masih diam dan menatap pintu gerbang yang terlihat kecil dari posisinya. Dia dengan tegang, menunggu saat yang tepat. Ibu Suri sangat kebingungan dan berusaha untuk membuat Adipati segera mengucap nama ratu Putri Seberang, namun Intan berusaha mencegahnya.“Ibu tenanglah!”“Ini tidak bisa dibiarkan!”Jenderal mengernyit menatap Adipati yang masih diam kaku. Dia tidak akan menyangka jika Adipati melakukan rencana dengan baik tanpa dia sadari.“Siapa yang dia tunggu?” tanyanya mengikuti arah mata Adipati yang masih menuju kearah gerbang istana.&ldq
Bibir Intan dengan cepat dan seketika melumat bibir Patih yang tidak ada sela untuk menghindarinya. Intan semakin menarik wajah Patih dan memainkan bibirnya dengan dalam. Patih hanya membuka mulutnya dan tidak mengikuti permainan bibir Intan. Bagaimanapun juga, sekarang hatinya hanya milik Ayu.“Hah, Patih …”Rintihan Intan semakin menjadi. Patih kebingungan, namun tidak melepaskannya. Dia sangat takut jika menolaknya, Ayu yang menjadi sasarannya. Patih mulai menggerakkan lidahnya yang sempat kaku. Kini sedikit menyentuh lidah Intan yang masih mencari di dalam mulutnya.Bibir mereka kini bersatu dengan semakin dalam. Patih memejamkan kedua matanya memikirkan jika yang berada di hadapannya adalah Ayu.“Aku selalu merasakan ini ketika melakukan hubungan dengannya. Pertama kali aku berhubungan badan, ataupun menyentuh bibir dan semua kulitnya, aku selalu saja membayangkan wajah Ayu. Apakah aku juga harus melakukannya? Bagaimana jika aku menolaknya? Ayu pasti aka
Tatapan Ayu semakin menjadi saat Sriasih tersenyum licik kepadanya. “Dia merencanakan sesuatu yang akan membuatku celaka. Aku sangat hafal dengan wajah wanita seperti itu. Sangat mirip Ibu Suri,” batin Ayu membalas senyuman Sriasih.“Aku banyak urusan. Ingatlah siapa diriku, kakakku!” ucap Ayu pelan tegas di dekat telinga kanan Sriasih. Ayu berjalan mendekati kedua orang tuanya dan Adipati yang masih saja berbicara. Ayu mengatakan jika dirinya akan segera menemui rakyat dan tidak bisa ditunda.“Aku akan menemui rakyat. Kalian akan diantar kereta spesial menuju rumah. Bapak, jangan biarkan Ibu sendirian. Sriasih mungkin sibuk dengan urusannya,” kata Ayu sambil menatap tajam Bapaknya yang sangat paham dengan apa yang dimaksudkannya.“Sriasih akan melakukan sesuatu hal buruk kepada Ayu, dan aku sangat mengetahui pesan dari kedua matanya,” batin Bapak Ayu segera menarik Ibunya dan berpamitan. Sriasih hanya diam menatap
Ayu semakin bergetar tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Sriasih kakaknya masuk ke dalam tanpa dia sangka. Dengan sangat bangga, Adipati melirik Ayu yang masih menatapnya tajam.“Ayu, kenalkan ini Selir kesayanganku. Aku sangat tertarik dengan kakakmu saat aku melihatnya pertama kali. Aku terpana olehnya, hingga aku memerintahkan Wati untuk mengirimkan surat lamaran untuknya,” ucap Adipati masih saja tersenyum sinis kepada Ayu yang hanya diam tidak bersuara sama sekali. Ayu berusaha mengatur hatinya yang bergejolak.“Ini tidak mungkin,” batinnya tegang.Sriasih tersenyum dan semakin mendekati Adipati yang akan memulai apa yang biasa dia lakukan kepada selirnya. “Kau sangat cantik, Selir,” rayu Adipati sedikit melirik Ayu.“Hamba sangat tersanjung mendapat surat itu. Hamba tidak menyangka akan mendapat kehormatan masuk ke dalam kamar megah penguasa,” kata Sriasih yang masih saja membuat Ayu diam dan berd
Adipati menarik tubuh Ayu dengan segera. Ayu yang sudah berjanji akan menjadi milik Adipati selama empat belas hari, tidak bisa mengelak demi jabatan bapaknya yang sangat dia perlukan. Adipati sangat puas menikmati tubuh Ayu yang dengan lama ditunggunya.“Buk!”Dengan cepat, Adipati melempar Ayu menuju ranjang dan segera menindihnya. Semua tubuh Ayu setiap incinya, adalah kekuasaan Adipati malam ini. Ayu hanya terlentang, dan memejamkan kedua matanya, merasakan Adipati yang dengan rakus kembali menikmati tubuhnya. Suara rintihan keras Adipati, dia keluarkan dengan lantang.Suara yang sudah dia tahan selama ini. Hasrat yang tidak bisa dia luapkan jika bersama dengan wanita lain selain Ayu. Adipati merasakan kepuasan yang meluap. Bibirnya sudah menguasai tubuh Ayu hingga milik Ayu yang sangat sensitif. “Ah!” Kini Ayu mulai mengeluarkan rintihannya saat Adipati berusaha membuatnya melakukannya.Adipati yang melihat Ayu hanya pasrah da
Bapak Ayu dengan gelisah menatap Kanda yang pastinya mempunyai maksud buruk dengan masa lalunya kepada Ayu.“Ini adalah malapetaka bagi Ayu. Aku akan selalu mengawasinya,” batin Bapak Ayu yang masih tegang.Saat itu, Ayu berumur lima belas tahun. Dia selalu berenang di sungai, dan dengan sangat cantik membuat semua pemuda terpana. Kanda yang selalu mengamatinya, mulai perlahan mendekati Ayu. Kanda mempunyai tunangan dengan salah satu anak perempuan pejabat istana. Dia adalah pemuda paling tampan dan pintar di desa. Banyak sekali gadis yang mengincarnya. Tapi, Kanda harus menerima perjodohan dengan salah satu anak pejabat istana.Kanda melakukan tunangan dengan gadis pilihan orang tuanya yang sebenarnya membuatnya bersedih. Karena Kanda masih saja menginginkan Ayu. Setiap hari dia selalu saja mengikuti kemanapun Ayu pergi.“Namaku, Kanda,” ucapnya menghadang Ayu yang akan berjalan kembali ke rumahnya. Ayu terpana dengan ketampanan K
“Apa keuntunganku memberikan itu semua, Kanda?” tanya Ayu mendekatinya. Dia menatap wajah Kanda yang sangat terpana dengannya. Ayu seketika diam dalam dingin sambil menarik nafas panjang mengingat perbuatan Kanda di masa lalu.“Kepalamu akan aku penggal di depan kedua orang tuamu setelah mereka bersujud meminta maaf denganku. Akan aku buat kau melakukan kesalahan yang sangat luar biasa, hingga tidak ada celah maaf untukmu,” batin Ayu membalikkan tubuhnya.“Untuk apa aku memberikan itu semua?!” tanyanya sekali lagi dengan tegas.Kanda berjalan hingga berada di hadapan Ayu. “Aku pastikan masa lalu kita akan sampai di telinga Adipati suamimu itu,” ancam Kanda membuat Ayu semakin mengangkat wajahnya. Dia menarik nafas sekali lagi. Memikirkan cara untuk segera menyingkirkan Kanda dari istana, karena akan sangat buruk dengan rencananya menjadi penguasa.“Baiklah,” jawab singkat Ayu membuat Kanda menger
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super