"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Sayang, maaf menunggu lama," ucap Kevin yang kini membawa sekantung penuh kaleng bir untuk menghangatkan malam mereka."Kevin! Kamu gila? Itu minuman keras, 'kan? Untuk apa kamu membawa bir itu ke sini?" Ariana memekik melihat kegilaan lelaki yang baru saja dinikahinya itu.Kevin membuka satu kaleng bir untuk mereka. Dia kemudian menyerahkan bir itu pada istrinya yang terlihat melotot tak suka."Minum saja. Kamu akan suka rasanya. Minuman ini cocok untuk menghangatkan tubuh di cuaca yang dingin seperti saat ini," ujar Kevin.Ariana terlihat ragu. Tapi akhirnya dia mencoba meneguk bir dalam kaleng itu. Cairan berbau pekat dengan aroma yang getir meluncur masuk melalui kerongkongannya. Ariana menghabiskan birnya dalam beberapa kali tegukan. Kevin tersenyum puas."Kevin! Rasanya segar sekali ... " Ariana mulai meracau. Matanya agak sayu saat itu. Sepertinya efek alkohol mulai mempengaruhinya.Tak sampai di situ, Kevin malah membukakan satu kaleng lagi dan memberikannya pada sang istri.
Ariana menggeliat, meregangkan otot tubuhnya yang mendadak sakit semua. Dia menguap lebar, masih merasakan lelah akibat pergumulan panas semalam. Jam di dinding sudah menunjukan waktu makan siang."Malam tadi rasanya indah sekali! Seperti mimpi! Akhirnya aku bisa merasakan nikmatnya malam pertama bersama suami yang kucintai!" serunya yang masih merasakan antusias akibat kebahagiaan yang tak lekang dari ingatan.Ariana mengingat jelas bagaimana malam panas kemarin berlangsung. Dia merasakan saat Kevin melompat ke ranjang dan menerkamnya. Gairah meletup-letup di antara keduanya tak terhentikan, membuat malam itu sangat mendebarkan sekaligus menggairahkan untuk keduanya."Mengingatnya membuatku kembali berdebar! Aku sangat bahagia! Rasa cintaku pada Kevin semakin bertambah karena malam pertama itu!" Ariana menutupi wajahnya dengan selimut. Dia merasa malu dan tak tahu bagaimana harus bersikap di depan Kevin saat mereka bertemu nanti. Kevin pasti sudah menunggunya di meja makan sekarang.
Kenzo tak membahas apa pun lagi dengan Kevin setelah kejadian itu. Kenzo hanya bisa memperhatikan kedua pasangan pengantin baru itu dari jauh. Sejujurnya perasaannya agak aneh semenjak malam kemarin. Melihat senyuman Ariana yang begitu tulus kepada Kevin membuat hatinya sedikit ngilu."Mas Kenzo, mau makan malam bersama kami? Aku sudah memasak cukup banyak lauk untuk makan malam. Supaya Mas tidak perlu capek-capek memasak lagi," tawar Ariana dari meja makan.Saat itu Kevin terlihat tak mempedulikan kakaknya itu. Dia justru makan tanpa bicara. Kenzo tahu diri jika dia hanyalah orang luar, tak berhak mengganggu quality time adiknya."Nanti saja, Ariana. Kalian makan saja dulu. Mas masih ada pekerjaan yang belum selesai," jawab Kenzo yang sibuk dengan laptopnya di ruang tamu."Baiklah, Mas. Nanti Ariana simpan lauknya di meja makan."Entahlah, rasanya hubungan mereka terasa aneh saja saat ini. Sepertinya hanya Ariana yang tidak menyadari apa pun yang terjadi di antara mereka. ***"Kevin
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kenapa kayak gitu?" Ariana hendak memprotes lagi, tapi Kevin segera membekap mulutnya."Sttt! Jangan keras-keras! Aku tampar kamu nanti!" ancam Kevin yang kemudian melepas bekapan mulut Ariana dengan kasar.Ariana terdiam sedih. Sementara Kevin berdecak tak suka."Ingat, kamu itu istri formalitas saja. Jadi aku mau kamu menuruti semua yang aku suruh. Kami tidak boleh ikut aku ke Bandung," lanjut Kevin. "Mama percaya kamu sedang hamil, 'kan? Kalau begitu, berpura-pura saja kalau kamu sedang hamil saat ini.""Tapi Kevin, itu 'kan belum pasti. Aku belum pasti mengandung," bantah Ariana."Kamu berani membantah aku? Iya? Turuti apa kataku atau kamu aku ceraikan!" Kevin mengancam lagi, kali ini Ariana langsung terdiam.Luka di hati Ariana kembali terbuka. Bukan hanya berani menyakiti Ariana secara verbal maupun tindakan, Kevin kini sudah berani mengancam untuk menceraikannya. Ariana merasa berada di ujung tanduk. Tak ada pilihan baginya untuk menuruti keinginan dari Kevin.Kevin kembali fo
Kevin tak dapat berkata-kata lagi. Dirinya juga merasa sedikit bersalah pada wanita yang kini memeluknya begitu kencang karena sempat mengabaikannya. Dia lalu menutup pintu dan membiarkan suasana larut begitu saja di antara mereka."Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku sehingga agak mengabaikan kamu."Wanita itu mendongak menatap Kevin. Tatapan matanya seolah meminta penjelasan dari laki-laki itu."Memang ada masalah apa? Apa aku bisa membantumu, Mas?"Kevin terdiam sejenak di tempatnya. Dia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Mbak Yuni tentang masalahnya."Sebenarnya ... bukan masalah besar, kok. Aku sudah mendapatkan solusinya."Mbak Yuni melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin. Kini dia terlihat sedih sambil menundukkan pandangannya."Aku tahu, kok. Mas Kevin katanya ... besok mau pindah ke Bandung, 'kan"Kevin terbelalak di tempatnya, tak percaya jika wanita itu menguping pembicaraannya di telepon."Kamu ... dengar apa yang tadi aku bi
"Apa? Jadi Papa mau mengusirku? Sekarang Papa membuangku dari sini?" teriak Kevin."Kevin! Jangan berteriak begitu sama papamu!" seru Mama Ayu, tak suka jika putranya mulai tak hormat kepada orang tua."Mama! Kevin mau dibuang! Kevin disuruh untuk pindah ke Bandung tanpa kesetujuan Kevin sendiri! Apa Mama juga bersekongkol dengan Papa untuk membuang Kevin?" Kevin beralih pada ibunya, masih meluapkan emosinya.Mama Ayu hanya terdiam sambil menunduk. Kali ini matanya berkaca-kaca karena sedih dengan situasi ini. Kevin terus berang dan mengamuk. Laki-laki itu sampai menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya."Kevin! Apa-apaan kamu! Kevin!" bentak Papa Kevin semakin tak tahan dengan sikap anaknya.Ariana merasa semakin tak nyaman dengan situasi ini. Dirinya juga merasa sangat syok karena sikap buruk Kevin keluar seluruhnya. Kevin ternyata pembangkang dan perusak. Emosinya sangat tinggi. Mama Ayu menangis tersedu di tempatnya."Hentikan, Nak! Jangan kamu ... hancurkan rumah ini!"
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d