Kenzo tak membahas apa pun lagi dengan Kevin setelah kejadian itu. Kenzo hanya bisa memperhatikan kedua pasangan pengantin baru itu dari jauh. Sejujurnya perasaannya agak aneh semenjak malam kemarin. Melihat senyuman Ariana yang begitu tulus kepada Kevin membuat hatinya sedikit ngilu.
"Mas Kenzo, mau makan malam bersama kami? Aku sudah memasak cukup banyak lauk untuk makan malam. Supaya Mas tidak perlu capek-capek memasak lagi," tawar Ariana dari meja makan.Saat itu Kevin terlihat tak mempedulikan kakaknya itu. Dia justru makan tanpa bicara. Kenzo tahu diri jika dia hanyalah orang luar, tak berhak mengganggu quality time adiknya."Nanti saja, Ariana. Kalian makan saja dulu. Mas masih ada pekerjaan yang belum selesai," jawab Kenzo yang sibuk dengan laptopnya di ruang tamu."Baiklah, Mas. Nanti Ariana simpan lauknya di meja makan."Entahlah, rasanya hubungan mereka terasa aneh saja saat ini. Sepertinya hanya Ariana yang tidak menyadari apa pun yang terjadi di antara mereka.***"Kevin sayang, besok kita enaknya jalan-jalan ke mana ya? Kamu ada ide?" Ariana yang tengah berbaring satu ranjang dengan suaminya tiba-tiba terpikirkan rencana untuk jalan-jalan ke luar villa."Hm ... gak tahu. Aku gak kepikiran soal itu," jawab Kevin sekenanya. Dia mengambil posisi membelakangi Ariana.Ariana terlihat cemberut saat itu. Momentum bulan madu yang seharusnya indah, entah mengapa menjadi kurang maksimal. Dia merasakan keindahan dan kesyahduannya pada hari pertama saja. Setelahnya, justru mereka lebih seperti asing dengan pribadi masing-masing."Aku pingin banget deh, kita bisa jalan-jalan ke tempat wisata yang bagus. Foto bersama, menikmati momentum indah bersama. Ya, seperti pengantin baru pada umumnya," ujar Ariana mengutarakan keinginannya. "Mumpung masih ada waktu cuti dan mumpung kita sedang ada di Bandung."Kevin tidak memberikan respon. Ariana yang tidak sabar menjadi marah pada suaminya. Dia menepuk agak keras punggung Kevin, yang membuat Kevin berbalik padanya dengan tatapan kesal."Apa sih?" omel Kevin."Kamu dengar gak sih yang tadi aku bilang? Aku sudah bicara panjang lebar, tapi kamu malah tidak peduli," cecar Ariana yang juga sama kesalnya seperti Kevin."Ya-ya! Kamu mau liburan, 'kan? Ya sudah!" timpal Kevin seolah tidak peduli. "Ke mana tujuannya? Kamu sudah pikirkan?"Ariana menekuk wajahnya lagi. Padahal sudah sejelas itu pembicaraan di antara mereka. Kevin masih tetap bertanya seolah tidak menyimak apa yang sudah dia katakan."Justru itu yang tadi aku bicarakan padamu! Kamu gak menyimak ucapanku ya?"Kevin menguap lebar. "Aku ngantuk, Ariana! Mau tidur.""Emangnya kamu dari mana, Sayang? Sore tadi kamu baru pulang, meninggalkan aku sendirian di sini," tanya Ariana yang heran."Aku ada urusan. Tadi ketemu teman lama. Mumpung aku mampir ke Bandung. Kapan lagi, 'kan?" jawab Kevin yang kembali menutup matanya."Oh, begitu." Ariana masih menampakkan wajah cemberutnya. "Jadi bagaimana? Besok kita mau ke mana?""Terserah kamu lah! Aku ikut saja," jawab Kevin tak acuh."Masa terserah aku? Aku justru bingung menentukan tempatnya. Baru kali ini juga aku pergi ke Bandung. Jadi belum tahu ada wisata apa saja di kota ini," kilah Ariana yang tak puas dengan jawaban dari Kevin.Kevin kini kembali membalik badannya, memunggungi Ariana. "Besok saja kita bicarakan lagi, aku ngantuk."Ariana menghembuskan napas panjangnya. Dia lelah harus merasa antusias sendirian. Seolah-olah hanya dirinya saja yang menginginkan bulan madu ini. Seolah hanya dirinya saja yang menikmati moment kebersamaan mereka berdua."Ya sudah, lah. Besok aku tanya Mas Kenzo saja."Sementara itu, Kenzo sendiri terusir dari kamarnya. Dia harus menetap di kamar tamu selagi adiknya masih ada di villa. Sepanjang malam itu, Kenzo sama sekali tidak bisa tidur. Dia hanya memejamkan mata, tapi tak juga terlempar ke alam mimpi. Beberapa kali dia berguling di tempat tidur, namun itu juga tidak membuatnya bisa terlelap."Aduh, kenapa mendadak susah tidur begini?" keluhnya.Kenzo pun duduk di tempat tidur. Dia mengecek jam yang ada di handphone nya. Saat itu waktu menunjukan baru pukul satu dini hari. Dia menghela napas panjang."Apa yang terjadi padaku? Ini tidak biasanya terjadi." Kenzo masih bertanya-tanya.Dia merasa bukan masalah kamarnya yang baru, juga bukan masalah pekerjaan yang membuatnya sulit untuk tidur. Pemikiran random tiba-tiba melintas begitu saja di otaknya. Dia mendadak penasaran. Pada jam dini hari seperti sekarang, apa yang Ariana dan Kevin sedang lakukan."Ya ampun! Apa sih yang kupikirkan ini? Itu semua bukan urusanku! Mereka mau bercinta, mau olahraga, atau curhat sampai pagi ... itu semua bukan urusanku."Kenzo yang kesal langsung menarik selimutnya. Membiarkan seluruh tubuhnya tersembunyi dibalik selimut. Berharap pikiran kotornya tadi tidak lagi hadir di dalam otaknya.***Pagi itu, Ariana bangun lebih awal. Badannya terasa sangat segar karena rongga udara di dalam tubuhnya dipenuhi oleh udara bersih yang belum tercemar. Dia bersenandung kecil sembari menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan kakak iparnya."Walaupun menumpang, aku juga harus tahu diri. Setidaknya aku harus memasak untuk Mas Kenzo juga," tekadnya.Kenzo terlihat keluar dari kamar tamu di lantai satu. Dia bertatap muka dengan Ariana saat itu. Dengan ramah, Ariana memberikan sapaan hangatnya untuk Kenzo."Selamat pagi, Mas. Sudah bangun? Sini sarapan dulu!"Kenzo membalas dengan senyumannya yang kaku. "Tidak perlu repot-repot, Ariana. Kamu tidak harus memasak untukku juga.""Tidak apa-apa, Mas. Kapan lagi aku bisa mampir ke sini dan memasak untuk Mas," sahut Ariana. "Sarapan lah dulu."Kenzo pun mengambil tempat di meja makan. Ariana menghidangkan satu piring nasih goreng dan juga teh manis untuk Kenzo."Terima kasih."Kenzo sejujurnya sangat menyukai masakan Ariana yang ternyata sesuai dengan seleranya. Makanya, saat itu dia juga sangat lahap menghabiskan nasi goreng buatan Ariana. Ariana yang memperhatikan Kenzo makan dengan lahap merasa senang sekali atas apresiasi dari Kenzo untuk masakannya.'Syukurlah jika Mas Kenzo suka,' batin Ariana senang.Kenzo pun meminum teh manisnya setelah selesai menyantap nasi goreng itu. Dia beranjak untuk pergi, sebelum Ariana menjegalnya dengan sebuah pertanyaan."Mas Kenzo mau pergi ke mana?""Aku mau jogging dulu keliling komplek. Oh iya, Kevin belum bangun?" jawab Kenzo.Ariana mengulum senyum. "Belum, Mas."Kenzo hanya ber- oh ria. Kemudian dia segera berpamitan dengan Ariana untuk pergi jogging. Ariana kini membatin. Kakak beradik itu ternyata kebiasaannya memang berbeda 180°. Kevin yang tidak bisa bangun pagi, berbeda sekali dengan Kenzo yang sangat rajin bangun pagi untuk berolahraga."Pantas saja ototnya begitu kekar. Ternyata dia terbiasa olahraga juga," gumam Ariana. Dia memekik pelan ketika lupa mematikan kompornya. "Ya ampun, jadinya gosong! Apa yang aku pikirkan barusan?"Tapi sejujurnya ada satu hal yang membuat Ariana tergelitik. Dia penasaran bagaimana kehidupan asmara dari sang kakak ipar."Wanita yang mendapatkan Mas Kenzo pasti sangat beruntung. Kudengar dia sudah memiliki tunangan. Kapan mereka akan menikah?"Ariana sarapan dalam diam. Nasi goreng yang sedikit gosong itu dia habiskan seorang diri saja, karena Kevin masih belum kunjung terbangun dari tidurnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi saat itu. Ariana menghela napas beratnya."Hm, masih belum bangun juga. Katanya mau jalan-jalan hari ini," ucap Ariana kecewa.Tak lama, terlihat Kevin yang perlahan menuruni tangga. Penampilannya masih terlihat acak-acakan sehabis bangun tidur. "Selamat pagi, Sayang. Ayo makan dulu, nasi gorengnya sudah dingin. Tapi masih enak, kok!" Ariana memberi sapaan hangatnya untuk sang suami.Kevin duduk dengan wajah yang kusut. Berbanding terbalik dengan Ariana yang sangat bersemangat hari itu."Panaskan sebentar, supaya tidak dingin nasinya."Sebagai istri yang baik, Ariana hanya tersenyum dan menuruti permintaan sang suami. Dia kembali memanaskan nasi goreng yang sedikit gosong itu ke wajan penggorengan. Hanya butuh waktu lima menit saja hingga Ariana kembali menuangkan nasi goreng itu ke
Ariana semakin bimbang saat ini. Dia diapit oleh dua pilihan sulit, memilih untuk tetap tinggal di sana atau mencari suaminya. Ariana memilih pilihan kedua yaitu untuk mencari suaminya. Apalagi, telepon Kevin masih tak bisa terhubung karena selalu sibuk."Kamu di mana, Sayang?" Ariana mengeluh.Dia memperhatikan sekelilingnya, sembari terus menerobos kerumunan. Bahkan karena hal itu, dia sampai diteriaki dan dimarahi oleh para pengunjung yang lain. Ariana tak peduli. Dia hanya memikirkan cara untuk bisa menemukan Kevin segera."Dia tidak ada di sekitar sini. Aku juga sudah mengecek ke toilet pria. Toiletnya kosong, dia sama sekali tidak ada di mana pun," gumam Ariana semakin panik. "Kevin, kamu pergi ke mana? Apa jangan-jangan ... dia sudah pulang lebih dulu, lalu aku ditinggalkan di tempat wisata ini sendirian?"Ariana mematung syok di tempatnya. Jika memang kemungkinan terburuk itu terjadi, apa yang harus Ariana lakukan? Dia bisa saja pulang sendiri. Akan tetapi, Ariana tidak tahu a
"Uuukhhh .... " Ariana terdengar melenguh dalam tidurnya. Kevin masih menungguinya di pinggir ranjang. Dia terus menghentakkan sebelah kakinya, kesal menunggu Kenzo yang sangat lambat dalam menyiapkan bubur dan obat untuk Ariana."Ke mana sih Kenzo? Siapkan bubur saja lama sekali!" gerutu Kevin sambil terus berdecak. "Ini lagi perempuan satu. Kenapa mendadak tumbang segala? Bikin aku repot saja!"Rupanya, sakitnya Ariana saat itu malah menjadi kesulitan tersendiri bagi Kevin. Kevin merasa dia sangat direpotkan oleh Ariana. Padahal sebenarnya Ariana sakit juga karena dirinya.Kenzo akhirnya datang dengan membawa nampan berisikan semangkuk bubur, air putih dan beberapa butir obat penurun demam. Dengan segera, Kevin mengambil alih nampan itu tanpa berkata apa pun kepada sang kakak."Hati-hati! Masih panas lho!" seru Kenzo memperingati Kevin, namun rupanya Kevin sama sekali tidak peduli.Kevin langsung menyimpan nampan itu di atas n
Mobil Kevin menepi di bahu jalan sebuah komplek perumahan elit yang ada di Kota Bandung. Dia turun dari mobilnya dan menuju ke salah satu rumah yang terletak di wilayah hook. Layaknya orang yang sedang kunjung pacar, Kevin merapikan diri sedikit sebelum akhirnya membunyikan bel pintu.Seorang pelayan rumah tangga berusia 40 tahunan terlihat berlari membukakan pintu pagar."Den Kevin? Mari masuk ke dalam," sapa Simbok, begitulah pelayan itu disapa."Selamat sore, Mbok. Irene sudah pulang?" tanya Kevin dengan senyuman lebar di wajah."Non Irene mungkin sebentar lagi pulang. Biasanya selepas maghrib dia baru sampai di rumah. Ayo tunggu di dalam saja, Den Kevin," jawab Simbok ramah.Kevin masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Dengan begitu cekatan, Simbok melayaninya sebagai tamu kehormatan sang Tuan Rumah. Saking seringnya Kevin datang, Simbok sudah hapal betul jenis minuman dan makanan apa saja yang harus disuguhkan untuk Kevin."Terima kasih, Mbok," ucap Kevin berterima kasih.
"Jadi kamu gak mau tidur, Ariana?" Kenzo berusaha untuk meyakinkan, siapa tahu Ariana berubah pikiran.Ariana menjawab dengan sebuah gelengan kepala. "Iya, Mas. Aku pokoknya mau menunggu Kevin pulang dulu ke villa."Kenzo menghela napas berat. Rupanya Ariana adalah orang yang kukuh pada pendiriannya jika sedang memiliki keinginan hati."Ya sudah. Ingat, kalau sudah lewat dari jam satu pagi, kamu tidur saja. Itu artinya dia tidak akan kembali malam ini.""Baik, Mas." Ariana mengerti. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Lebih baik Mas tidur duluan. Bukankah besok hari senin? Mas 'kan harus pergi ke kantor?"Kenzo tidak menjawab. Sejujurnya dia merasa gemas dengan sikap Ariana yang keras kepala dan tidak peka. 'Bagaimana aku bisa tidur saat melihatmu yang begadang padahal sedang sakit seperti ini?' batin Kenzo.Ariana menyadari jika Kenzo melamun sambil menatapnya. Wanita itu melambaikan tangannya beberapa kali ke depan wajah Kenzo. "Mas Kenzo? Halo? Mas?""Y ... ya?" Kenzo terlempar ke
Cukup lama kedua sejoli ini memadu kasih dengan penuh kesyahduan di bawah pancuran air shower. Irene berniat mengakhiri aksi keduanya ketika tubuhnya mulai menggigil kedinginan."Sudah ... Sayang. Aku sudah ... kedinginan ini. Kulitku keriput semua. Apa kamu tega ... membuat kulitku terlihat seperti ... nenek-nenek?" ucap Irene agak terbata dengan gigi yang bergemeletuk."Oh iya, saking asyiknya aku sampai tak sadar jika kita menghabiskan waktu selama itu. Kalau begitu cepat berpakaian, Sayang. Aku takut kamu sakit." Kevin mematikan shower dan memberikan handuk untuk Irene.Irene segera memakai handuknya. Dia lalu menuju ke kamar dan mengecek handphone-nya. Dirinya terkejut ketika mendapati jika ada panggilan tak terjawab sebanyak lima kali dari kantornya."Ya ampun ... aku sampai tak sadar dengan telepon masuk ini," ujar Irene merutuki dirinya sendiri."Telepon dari sekretarismu? Kalau begitu hubungi balik saja dia sekarang," usul Kevin.Irene menghubungi ke kantornya dengan sangat t
"Permisi, Pak. Ada tamu yang sudah menunggu." Seorang wanita yang merupakan sekretaris perusahaan Kenzo mengabari melalui sambungan telepon."Tamu? Siapa? Persilahkan dia masuk," perintah Kenzo kemudian."Baik, Pak Kenzo."Sambungan telepon terputus. Sang sekretaris pun mengulas senyum manis pada kedua tamu yang mendadak datang di siang hari untuk menemui bosnya."Silahkan masuk, Bapak sekalian. Pak Kenzo sudah menunggu di ruangannya.""Terima kasih, Mbak." Seorang pria setengah baya berperawakan tinggi tambun itu balik tersenyum senang. Dia pun mengajak kawan yang datang bersamanya untuk masuk ke ruangan Kenzo.Kenzo terkejut begitu mendapati ada kedua tamu tak diduga yang datang menemuinya pada siang itu. "Lho? Pak Joko?""Selamat siang, Pak Kenzo. Maaf saya datang tidak mengabari dulu." Pak Joko terlihat sungkan di depan Kenzo. "Saya soalnya datang bersama tamu dari jauh.""Ah ... kalau begitu, silahkan duduk." Kenzo langsung berpindah tempat ke sofa khusus, berhadapan dengan kedu
Kenzo rupanya masih tak menyadari apa yang menyebabkan Ariana merasa kecewa. Ariana masih terdiam dengan mulut yang bergetar menahan air mata."Hei, Ariana. Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Kenzo mendekati Ariana dan bertanya dengan nada yang lembut.Ariana memalingkan wajah. "Gak apa-apa, Mas. Kalau begitu, Mas simpan saja bungkusan makanannya. Biar nanti aku makan. Berarti Mas sudah makan di luar tadi?""Belum, kok." Kenzo segera menjawab. Dirinya baru sadar apa yang membuat Ariana mendadak sedih. "Aku membeli makanan di luar bukan berarti karena tidak mau makan masakanmu, Ariana."Ariana kini memandang Kenzo lekat. Matanya sudah sangat berkaca-kaca. "Tapi ... Mas sudah membeli makanan di luar. Apa artinya kalau bukan karena masakanku tidak enak?"Kenzo menghela napas panjang. "Bukan. Mas hanya ingin membelikanmu makanan yang enak. Selama kamu dan Kevin datang, Mas sebagai Tuan Rumah sama sekali belum menjamu kalian dengan baik."Mendengar penjelasan Kenzo tadi, Ariana terliha
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kenapa kayak gitu?" Ariana hendak memprotes lagi, tapi Kevin segera membekap mulutnya."Sttt! Jangan keras-keras! Aku tampar kamu nanti!" ancam Kevin yang kemudian melepas bekapan mulut Ariana dengan kasar.Ariana terdiam sedih. Sementara Kevin berdecak tak suka."Ingat, kamu itu istri formalitas saja. Jadi aku mau kamu menuruti semua yang aku suruh. Kami tidak boleh ikut aku ke Bandung," lanjut Kevin. "Mama percaya kamu sedang hamil, 'kan? Kalau begitu, berpura-pura saja kalau kamu sedang hamil saat ini.""Tapi Kevin, itu 'kan belum pasti. Aku belum pasti mengandung," bantah Ariana."Kamu berani membantah aku? Iya? Turuti apa kataku atau kamu aku ceraikan!" Kevin mengancam lagi, kali ini Ariana langsung terdiam.Luka di hati Ariana kembali terbuka. Bukan hanya berani menyakiti Ariana secara verbal maupun tindakan, Kevin kini sudah berani mengancam untuk menceraikannya. Ariana merasa berada di ujung tanduk. Tak ada pilihan baginya untuk menuruti keinginan dari Kevin.Kevin kembali fo
Kevin tak dapat berkata-kata lagi. Dirinya juga merasa sedikit bersalah pada wanita yang kini memeluknya begitu kencang karena sempat mengabaikannya. Dia lalu menutup pintu dan membiarkan suasana larut begitu saja di antara mereka."Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku sehingga agak mengabaikan kamu."Wanita itu mendongak menatap Kevin. Tatapan matanya seolah meminta penjelasan dari laki-laki itu."Memang ada masalah apa? Apa aku bisa membantumu, Mas?"Kevin terdiam sejenak di tempatnya. Dia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Mbak Yuni tentang masalahnya."Sebenarnya ... bukan masalah besar, kok. Aku sudah mendapatkan solusinya."Mbak Yuni melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin. Kini dia terlihat sedih sambil menundukkan pandangannya."Aku tahu, kok. Mas Kevin katanya ... besok mau pindah ke Bandung, 'kan"Kevin terbelalak di tempatnya, tak percaya jika wanita itu menguping pembicaraannya di telepon."Kamu ... dengar apa yang tadi aku bi
"Apa? Jadi Papa mau mengusirku? Sekarang Papa membuangku dari sini?" teriak Kevin."Kevin! Jangan berteriak begitu sama papamu!" seru Mama Ayu, tak suka jika putranya mulai tak hormat kepada orang tua."Mama! Kevin mau dibuang! Kevin disuruh untuk pindah ke Bandung tanpa kesetujuan Kevin sendiri! Apa Mama juga bersekongkol dengan Papa untuk membuang Kevin?" Kevin beralih pada ibunya, masih meluapkan emosinya.Mama Ayu hanya terdiam sambil menunduk. Kali ini matanya berkaca-kaca karena sedih dengan situasi ini. Kevin terus berang dan mengamuk. Laki-laki itu sampai menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya."Kevin! Apa-apaan kamu! Kevin!" bentak Papa Kevin semakin tak tahan dengan sikap anaknya.Ariana merasa semakin tak nyaman dengan situasi ini. Dirinya juga merasa sangat syok karena sikap buruk Kevin keluar seluruhnya. Kevin ternyata pembangkang dan perusak. Emosinya sangat tinggi. Mama Ayu menangis tersedu di tempatnya."Hentikan, Nak! Jangan kamu ... hancurkan rumah ini!"
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d