"Uuukhhh .... " Ariana terdengar melenguh dalam tidurnya.
Kevin masih menungguinya di pinggir ranjang. Dia terus menghentakkan sebelah kakinya, kesal menunggu Kenzo yang sangat lambat dalam menyiapkan bubur dan obat untuk Ariana."Ke mana sih Kenzo? Siapkan bubur saja lama sekali!" gerutu Kevin sambil terus berdecak. "Ini lagi perempuan satu. Kenapa mendadak tumbang segala? Bikin aku repot saja!"Rupanya, sakitnya Ariana saat itu malah menjadi kesulitan tersendiri bagi Kevin. Kevin merasa dia sangat direpotkan oleh Ariana. Padahal sebenarnya Ariana sakit juga karena dirinya.Kenzo akhirnya datang dengan membawa nampan berisikan semangkuk bubur, air putih dan beberapa butir obat penurun demam. Dengan segera, Kevin mengambil alih nampan itu tanpa berkata apa pun kepada sang kakak."Hati-hati! Masih panas lho!" seru Kenzo memperingati Kevin, namun rupanya Kevin sama sekali tidak peduli.Kevin langsung menyimpan nampan itu di atas nakas dan membangunkan istrinya yang masih mengigau. Akan tetapi, Kevin terkesan kasar sekali dalam membangunkan Ariana, membuat Kenzo terkejut dibuatnya."Hey, bangun! Makan bubur dulu! Bangun, Ariana!" Kevin mengguncangkan tubuh Ariana dengan cukup kencang hingga membuat Ariana sedikit mengernyit dan membuka mata."Ukh, Kevin?" erang Ariana. Perlahan dia mencoba untuk bangun, namun rasa pusing masih menderanya."Makan dulu, baru minum obat," ujar Kevin yang kemudian membiarkan Ariana berjuang sendiri untuk duduk. Pada akhirnya Ariana berhasil untuk duduk.Kevin mulai berusaha menyuapi Ariana. Melihat pemandangan itu, hati Kenzo berdenyut nyeri. Dia sedikit memalingkan pandangannya ke arah lain sambil berusaha menenangkan dirinya. Ariana memakan sesuap demi suap bubur dari suapan Kevin."Ini ... kamu yang membuatnya sendiri?" tanya Ariana perlahan."Apa? Bubur ini?" Kevin malah balik bertanya. Dia kemudian menjawab sekenanya tanpa mempedulikan perasaan sang kakak. "Iya, aku yang membuat ini semua. Awas kalau tidak kamu habiskan!"Ariana tersenyum kecil. Di dalam lubuk hatinya dia merasa sangat bahagia karena suami yang dicintainya ternyata masih memiliki rasa peduli terhadapnya. Sementara itu, Kenzo semakin merasa sedih sendirian karena Ariana yang terlihat senang saat ini.Tiba-tiba saja Ariana berteriak sambil mengipasi mulutnya. Hal itu membuat mangkuk buburnya terbalik dan mengenai celana panjang Kevin. Kevin jadi murka dibuatnya."Akhhh! Panas!" teriak Ariana."Panas! Panas! Dasar perempuan kurang ajar! Akibat ulahmu, lihat celana panjangku jadi ketumpahan bubur! Bukan kamu saja yang merasa panas, tapi aku juga!" maki Kevin tak mempedulikan Ariana sama sekali.Kevin langsung bangkit dan beranjak ke kamar mandi, membiarkan kasur di kamar utama itu jadi kotor karena tumpahan bubur. Kenzo tentu tidak tinggal diam melihat itu semua. Dengan cekatan, dia berusaha membantu Ariana terlebih dahulu dalam meredakan panas di lidahnya.Ariana meneguk banyak air dingin. Kenzo dengan sabar menemaninya sampai wanita itu tak merasa kepanasan lagi. Setelah semua selesai, Kenzo langsung membersihkan tumpahan bubur di tempat tidur. Ariana menatap Kenzo dengan sangat bersalah."Maaf, Mas. Gara-gara aku yang tidak hati-hati jadinya malah .... ""Udah, gak apa-apa. Ini bukan salah kamu. Dia aja yang gak hati-hati dalam menyuapi kamu," tampik Kenzo sambil tertawa kecil. "Kamu masih lapar kan? Mas ambilkan bubur yang baru ya?"Ariana hanya bisa mengangguk kecil, sementara Kenzo pun keluar dari kamar dengan membawa mangkok dan sendok kotor itu. Dari dalam kamar mandi di kamar utama, suara gemericik air shower terdengar keras. Ariana menghela napas beratnya."Padahal hubungan kami sedikit membaik tadi. Tapi gara-gara kecerobohanku, jadinya Kevin marah lagi," gumam Ariana kecewa.Tak lama setelahnya, Kenzo kembali membawakan bubur untuk Ariana. Kenzo berniat untuk menyuapi Ariana, namun Ariana yang merasa canggung dengan cepat menolaknya."Sudah, Mas Kenzo. Tidak apa-apa. Biar aku makan sendiri saja," ucap Ariana seraya tersenyum kecil."Oh ... baiklah." Raut wajah Kenzo kembali merasa kecewa. Dia baru menyadari kebodohan yang telah diperbuatnya. "Kalau begitu, duduk di meja rias dulu. Biar Mas bereskan tempat tidurmu. Kamu bisa bangun, 'kan?"Ariana mengangguk. Kenzo membantu Ariana melangkah sampai ke meja rias. Kemudian dia menyimpan nampan dengan mangkuk bubur baru, segelas air putih dan obat di meja itu. Pria itu kemudian membereskan bekas kekacauan yang sempat terjadi sebelumnya sambil merutuki diri di dalam hati.'Kenzo, dasar kau bodoh! Untuk apa kau menyuapi Ariana? Jelas dia pasti tidak mau karena tidak enak pada suaminya!'Kenzo melirik sejenak memperhatikan Ariana. Wanita itu kini bisa makan bubur sendiri walaupun secara perlahan. Kenzo menghela napas lega. Dia kembali fokus pada kegiatannya untuk merapikan tempat tidur dan menggantinya dengan sprei baru.Tak lama setelah itu, Kevin keluar dari kamar mandi. Dia sudah berganti pakaian baru dan terlihat segar kali ini. Rambutnya masih basah dan klimis. Dia bersenandung kecil bersiap untuk keluar dari kamar."Mau ke mana, Sayang?" tanya Ariana.Kevin terlihat tak mengindahkan sama sekali Ariana. "Mau cari angin."Kenzo menatap tajam adiknya itu. Dia yakin betul pasti Kevin keluar bukan untuk sekedar mencari angin, tapi untuk bertemu dengan selingkuhannya yaitu Irene. Kini di kamar itu hanya ada Ariana dan Kenzo. Suasana mendadak canggung di antara keduanya."Ariana, sudah selesai makannya? Jangan lupa obat penurun demamnya diminum ya," ucap Kenzo sembari mengangkut mangkuk kotor bekas makan Ariana."Iya. Terima kasih, Mas," sahut Ariana singkat. Raut wajahnya terlihat sangat sedih."Seprai sudah Mas ganti baru. Kamu bisa langsung melanjutkan istirahat. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk panggil Mas," lanjut Kenzo lagi. Begitu kentara jika pria itu mengkhawatirkan kondisi Ariana.Ariana tersenyum tipis. Dia merasakan sebuah ironi di dalam hatinya yang tanpa sadar terucap begitu saja dari bibirnya."Mengapa Mas Kenzo yang notabene adalah kakak iparku malah lebih perhatian dan mengkhawatirkan kondisiku ketimbang Kevin yang adalah suamiku sendiri?"Kevin membulatkan matanya. Dia langsung menoleh pada Ariana. "Apa kamu bilang?"Ariana merasa gugup ketika menyadari jika dia sudah keceplosan berbicara. Sebisa mungkin dia berusaha untuk mencari alasan lain. "Ah ... enggak, Mas. Aku tadi bilang jika efek obatnya entah mengapa sangat cepat bereaksi. Aku sepertinya sudah mengantuk sekarang.""Oh. Kalau begitu, kamu harus segera tidur." Kenzo mengulas senyumnya. Dia membantu Ariana untuk berpindah tempat dan berbaring kembali di tempat tidur. "Selamat beristirahat ya. Semoga kondisimu bisa pulih kembali.""Terima kasih untuk segalanya, Mas," ucap Ariana sebelum Kenzo meninggalkan kamar itu.Kenzo hanya membalas ucapan Ariana dengan sebuah senyuman tipis. Dia menutup pintu kamar dengan hati-hati kemudian mulai membersihkan dapur dan perlengkapan makan kotor. Kenzo penasaran dengan kondisi sekitar yang mendadak sepi. Dirinya lalu melongok ke luar Villa dan mendapati jika di depan sana mobil Kevin sudah tak terparkir lagi."Sudah kuduga! Memang Kevin itu kurang ajar! Istri sedang sakit, dia malah pergi menemui wanita lain!" omel Kenzo tak terima.Tiba-tiba sepintas terbayang kembali ucapan Ariana tadi. Kenzo kini tertegun di tempatnya."Benar kata Ariana. Mengapa aku yang bukan siapa-siapa untuknya malah sekhawatir ini pada Ariana? Aku ini kenapa?"Mobil Kevin menepi di bahu jalan sebuah komplek perumahan elit yang ada di Kota Bandung. Dia turun dari mobilnya dan menuju ke salah satu rumah yang terletak di wilayah hook. Layaknya orang yang sedang kunjung pacar, Kevin merapikan diri sedikit sebelum akhirnya membunyikan bel pintu.Seorang pelayan rumah tangga berusia 40 tahunan terlihat berlari membukakan pintu pagar."Den Kevin? Mari masuk ke dalam," sapa Simbok, begitulah pelayan itu disapa."Selamat sore, Mbok. Irene sudah pulang?" tanya Kevin dengan senyuman lebar di wajah."Non Irene mungkin sebentar lagi pulang. Biasanya selepas maghrib dia baru sampai di rumah. Ayo tunggu di dalam saja, Den Kevin," jawab Simbok ramah.Kevin masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Dengan begitu cekatan, Simbok melayaninya sebagai tamu kehormatan sang Tuan Rumah. Saking seringnya Kevin datang, Simbok sudah hapal betul jenis minuman dan makanan apa saja yang harus disuguhkan untuk Kevin."Terima kasih, Mbok," ucap Kevin berterima kasih.
"Jadi kamu gak mau tidur, Ariana?" Kenzo berusaha untuk meyakinkan, siapa tahu Ariana berubah pikiran.Ariana menjawab dengan sebuah gelengan kepala. "Iya, Mas. Aku pokoknya mau menunggu Kevin pulang dulu ke villa."Kenzo menghela napas berat. Rupanya Ariana adalah orang yang kukuh pada pendiriannya jika sedang memiliki keinginan hati."Ya sudah. Ingat, kalau sudah lewat dari jam satu pagi, kamu tidur saja. Itu artinya dia tidak akan kembali malam ini.""Baik, Mas." Ariana mengerti. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Lebih baik Mas tidur duluan. Bukankah besok hari senin? Mas 'kan harus pergi ke kantor?"Kenzo tidak menjawab. Sejujurnya dia merasa gemas dengan sikap Ariana yang keras kepala dan tidak peka. 'Bagaimana aku bisa tidur saat melihatmu yang begadang padahal sedang sakit seperti ini?' batin Kenzo.Ariana menyadari jika Kenzo melamun sambil menatapnya. Wanita itu melambaikan tangannya beberapa kali ke depan wajah Kenzo. "Mas Kenzo? Halo? Mas?""Y ... ya?" Kenzo terlempar ke
Cukup lama kedua sejoli ini memadu kasih dengan penuh kesyahduan di bawah pancuran air shower. Irene berniat mengakhiri aksi keduanya ketika tubuhnya mulai menggigil kedinginan."Sudah ... Sayang. Aku sudah ... kedinginan ini. Kulitku keriput semua. Apa kamu tega ... membuat kulitku terlihat seperti ... nenek-nenek?" ucap Irene agak terbata dengan gigi yang bergemeletuk."Oh iya, saking asyiknya aku sampai tak sadar jika kita menghabiskan waktu selama itu. Kalau begitu cepat berpakaian, Sayang. Aku takut kamu sakit." Kevin mematikan shower dan memberikan handuk untuk Irene.Irene segera memakai handuknya. Dia lalu menuju ke kamar dan mengecek handphone-nya. Dirinya terkejut ketika mendapati jika ada panggilan tak terjawab sebanyak lima kali dari kantornya."Ya ampun ... aku sampai tak sadar dengan telepon masuk ini," ujar Irene merutuki dirinya sendiri."Telepon dari sekretarismu? Kalau begitu hubungi balik saja dia sekarang," usul Kevin.Irene menghubungi ke kantornya dengan sangat t
"Permisi, Pak. Ada tamu yang sudah menunggu." Seorang wanita yang merupakan sekretaris perusahaan Kenzo mengabari melalui sambungan telepon."Tamu? Siapa? Persilahkan dia masuk," perintah Kenzo kemudian."Baik, Pak Kenzo."Sambungan telepon terputus. Sang sekretaris pun mengulas senyum manis pada kedua tamu yang mendadak datang di siang hari untuk menemui bosnya."Silahkan masuk, Bapak sekalian. Pak Kenzo sudah menunggu di ruangannya.""Terima kasih, Mbak." Seorang pria setengah baya berperawakan tinggi tambun itu balik tersenyum senang. Dia pun mengajak kawan yang datang bersamanya untuk masuk ke ruangan Kenzo.Kenzo terkejut begitu mendapati ada kedua tamu tak diduga yang datang menemuinya pada siang itu. "Lho? Pak Joko?""Selamat siang, Pak Kenzo. Maaf saya datang tidak mengabari dulu." Pak Joko terlihat sungkan di depan Kenzo. "Saya soalnya datang bersama tamu dari jauh.""Ah ... kalau begitu, silahkan duduk." Kenzo langsung berpindah tempat ke sofa khusus, berhadapan dengan kedu
Kenzo rupanya masih tak menyadari apa yang menyebabkan Ariana merasa kecewa. Ariana masih terdiam dengan mulut yang bergetar menahan air mata."Hei, Ariana. Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Kenzo mendekati Ariana dan bertanya dengan nada yang lembut.Ariana memalingkan wajah. "Gak apa-apa, Mas. Kalau begitu, Mas simpan saja bungkusan makanannya. Biar nanti aku makan. Berarti Mas sudah makan di luar tadi?""Belum, kok." Kenzo segera menjawab. Dirinya baru sadar apa yang membuat Ariana mendadak sedih. "Aku membeli makanan di luar bukan berarti karena tidak mau makan masakanmu, Ariana."Ariana kini memandang Kenzo lekat. Matanya sudah sangat berkaca-kaca. "Tapi ... Mas sudah membeli makanan di luar. Apa artinya kalau bukan karena masakanku tidak enak?"Kenzo menghela napas panjang. "Bukan. Mas hanya ingin membelikanmu makanan yang enak. Selama kamu dan Kevin datang, Mas sebagai Tuan Rumah sama sekali belum menjamu kalian dengan baik."Mendengar penjelasan Kenzo tadi, Ariana terliha
"Apa-apaan kau sembarang menuduhku! Seenaknya mengurusi kehidupanku! Urus hidupmu sendiri!" Kevin semakin keras menyanggah ucapan kakaknya.Kenzo jelas semakin tidak terima dengan sikap Kevin yang terus egois dan berpura-pura. "Jelas ini urusanku juga! Aku sebagai saksi bagaimana sikapmu kepada istrimu di sini! Sadarlah, Kevin! Kau ini sudah menikah dengan Ariana!""Lalu? Aku harus apa? Apa karena aku sudah menikah, jadi aku tidak boleh ada urusan lain? Aku tidak bisa seperti itu! Aku tidak bisa sepertimu!" sergah Kevin lagi.Kenzo menggertakkan giginya. Dia memandang Ariana dan menunjuk Ariana yang masih gemetar di tempatnya."Kamu, Ariana! Apa kamu sadar jika suamimu ini tidak memberikan timbal balik yang sama untukmu? Mengapa kamu begitu mempercayai dia dan terus menunggunya? Kamu berkorban walaupun tak menerima imbalan yang sama dari Kevin."Ariana terdiam di tempatnya. Dia hanya bisa menunduk, tak menjawab ucapan Kenzo tadi. Kemudian, Kenzo berpaling lagi pada adiknya yang masih m
"Apa? Kita mau pergi ke mana, Sayang?" Ariana berusaha untuk mencerna perkataan Kevin saat itu."Gak usah banyak tanya! Kita pindah dari sini. Aku akan menyewa kamar hotel bintang lima untuk kita menginap beberapa hari ke depan sampai masa bulan madu kita selesai," sahut Kevin ketus."Kenapa kita harus pindah? Maksudku, bukankah rencana kita datang ke Bandung adalah untuk tinggal di villa ini?" Ariana merasa ada hal yang janggal terkait kepindahannya yang mendadak saat itu.Kevin malah terlihat semakin kesal atas pertanyaan Ariana yang bertubi-tubi padanya. Dia membanting sendok sampai berdeting jatuh dengan suara yang nyaring. Ariana terkejut hingga berhenti berkata lagi."Aku sudah bilang, kamu jangan bertanya lagi! Kepalaku jadi sakit dan tidak mood makan, tahu!" bentak Kevin yang membuat Ariana semakin terkejut. "Memang kamu pikir aku nyaman tinggal di sini bersama Kenzo? Kamu ingin kejadian kita bertengkar kemarin malam terulang lagi?""Bukan begitu maksudku, Sayang .... ""Atau
Kevin sudah menunggu di kamar hotel itu sejak dari sore hari. Akan tetapi Irene sama sekali belum terlihat batang hidungnya hingga detik itu. Kevin berdecak kesal. Dia sudah tak sabar lagi menunggu kekasih hatinya untuk datang.Diteleponnya kembali Irene yang lagi-lagi sangat slow respond. Irene tak kunjung mengangkat teleponnya, walaupun dia sudah berkali-kali mencoba menghubunginya. Pada akhirnya, Kevin menyerah. Dia melempar handphone miliknya ke atas tempat tidur."Ke mana dia? Kenapa sekarang dia jadi pembangkang seperti ini dan membuatku menunggu lama?"Kevin meneguk wine yang sudah tersedia di kamarnya. Padahal wine itu sengaja disediakan pihak hotel untuk jamuan makan malam romantis untuk Kevin dan Irene. Tak lama setelahnya, Kevin mendengar ada dering telepon dari handphonenya. Begitu tertera nama Irene di sana, dengan cepat Kevin langsung mengangkat telepon itu."Irene! Kamu di mana? Aku sudah menunggu sangat lama dari sore hari! Aku pikir kamu bisa izin pulang cepat hari ini
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kenapa kayak gitu?" Ariana hendak memprotes lagi, tapi Kevin segera membekap mulutnya."Sttt! Jangan keras-keras! Aku tampar kamu nanti!" ancam Kevin yang kemudian melepas bekapan mulut Ariana dengan kasar.Ariana terdiam sedih. Sementara Kevin berdecak tak suka."Ingat, kamu itu istri formalitas saja. Jadi aku mau kamu menuruti semua yang aku suruh. Kami tidak boleh ikut aku ke Bandung," lanjut Kevin. "Mama percaya kamu sedang hamil, 'kan? Kalau begitu, berpura-pura saja kalau kamu sedang hamil saat ini.""Tapi Kevin, itu 'kan belum pasti. Aku belum pasti mengandung," bantah Ariana."Kamu berani membantah aku? Iya? Turuti apa kataku atau kamu aku ceraikan!" Kevin mengancam lagi, kali ini Ariana langsung terdiam.Luka di hati Ariana kembali terbuka. Bukan hanya berani menyakiti Ariana secara verbal maupun tindakan, Kevin kini sudah berani mengancam untuk menceraikannya. Ariana merasa berada di ujung tanduk. Tak ada pilihan baginya untuk menuruti keinginan dari Kevin.Kevin kembali fo
Kevin tak dapat berkata-kata lagi. Dirinya juga merasa sedikit bersalah pada wanita yang kini memeluknya begitu kencang karena sempat mengabaikannya. Dia lalu menutup pintu dan membiarkan suasana larut begitu saja di antara mereka."Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku sehingga agak mengabaikan kamu."Wanita itu mendongak menatap Kevin. Tatapan matanya seolah meminta penjelasan dari laki-laki itu."Memang ada masalah apa? Apa aku bisa membantumu, Mas?"Kevin terdiam sejenak di tempatnya. Dia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Mbak Yuni tentang masalahnya."Sebenarnya ... bukan masalah besar, kok. Aku sudah mendapatkan solusinya."Mbak Yuni melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin. Kini dia terlihat sedih sambil menundukkan pandangannya."Aku tahu, kok. Mas Kevin katanya ... besok mau pindah ke Bandung, 'kan"Kevin terbelalak di tempatnya, tak percaya jika wanita itu menguping pembicaraannya di telepon."Kamu ... dengar apa yang tadi aku bi
"Apa? Jadi Papa mau mengusirku? Sekarang Papa membuangku dari sini?" teriak Kevin."Kevin! Jangan berteriak begitu sama papamu!" seru Mama Ayu, tak suka jika putranya mulai tak hormat kepada orang tua."Mama! Kevin mau dibuang! Kevin disuruh untuk pindah ke Bandung tanpa kesetujuan Kevin sendiri! Apa Mama juga bersekongkol dengan Papa untuk membuang Kevin?" Kevin beralih pada ibunya, masih meluapkan emosinya.Mama Ayu hanya terdiam sambil menunduk. Kali ini matanya berkaca-kaca karena sedih dengan situasi ini. Kevin terus berang dan mengamuk. Laki-laki itu sampai menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya."Kevin! Apa-apaan kamu! Kevin!" bentak Papa Kevin semakin tak tahan dengan sikap anaknya.Ariana merasa semakin tak nyaman dengan situasi ini. Dirinya juga merasa sangat syok karena sikap buruk Kevin keluar seluruhnya. Kevin ternyata pembangkang dan perusak. Emosinya sangat tinggi. Mama Ayu menangis tersedu di tempatnya."Hentikan, Nak! Jangan kamu ... hancurkan rumah ini!"
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d