Ariana semakin bimbang saat ini. Dia diapit oleh dua pilihan sulit, memilih untuk tetap tinggal di sana atau mencari suaminya. Ariana memilih pilihan kedua yaitu untuk mencari suaminya. Apalagi, telepon Kevin masih tak bisa terhubung karena selalu sibuk.
"Kamu di mana, Sayang?" Ariana mengeluh.Dia memperhatikan sekelilingnya, sembari terus menerobos kerumunan. Bahkan karena hal itu, dia sampai diteriaki dan dimarahi oleh para pengunjung yang lain. Ariana tak peduli. Dia hanya memikirkan cara untuk bisa menemukan Kevin segera."Dia tidak ada di sekitar sini. Aku juga sudah mengecek ke toilet pria. Toiletnya kosong, dia sama sekali tidak ada di mana pun," gumam Ariana semakin panik. "Kevin, kamu pergi ke mana? Apa jangan-jangan ... dia sudah pulang lebih dulu, lalu aku ditinggalkan di tempat wisata ini sendirian?"Ariana mematung syok di tempatnya. Jika memang kemungkinan terburuk itu terjadi, apa yang harus Ariana lakukan? Dia bisa saja pulang sendiri. Akan tetapi, Ariana tidak tahu alamat villa milik Kenzo. Dia juga tidak menyimpan nomor kakak iparnya itu."Aduh, aku harus bagaimana?" Ariana mengacak rambutnya frustasi.Ariana memaksakan diri untuk mengambil arah balik pulang. Sepanjang tempat yang disusurinya, dia juga terus memeriksa keberadaan Kevin. Barangkali suaminya terlihat kembali ke titik temu mereka semula. Ariana sama sekali masih belum menemukan jejak sang suami. Tubuhnya pun sudah basah kuyup karena terpaan hujan."Maaf, Mbak. Mbak butuh payung?" Seorang laki-laki yang diduga adalah pegawai gerai makanan, menghampiri Ariana yang mematung di tengah guyuran air hujan."Ah, iya, Mas. Saya lupa bawa payung tadi." Ariana baru sadar ketika orang itu menegurnya."Memangnya, Mbak mau ke mana? Biar saya antar. Soalnya ini payung khusus pegawai kedai." Pegawai itu berbaik hati mau mengantar Ariana."Kalau begitu, tolong antarkan saya sampai ke parkiran saja ya, Mas," pinta Ariana.Akhirnya pegawai kedai makanan itu memayungi Ariana menggunakan payung yang ukurannya besar dan cukup untuk dua orang menuju ke luar area wisata. Ariana masih merasa tak enak hati karena belum menemukan Kevin. Tapi perasaannya tetap optimis jika Kevin masih ada di area wisata itu."Mobilnya yang mana, Mbak?" tanya pegawai kedai lagi.Ariana memperhatikan satu persatu mobil yang terparkir di lahan parkir area wisata. Di saat sedang panik begitu, ingatannya mendadak bermasalah. Dia sampai lupa di mana mobil suaminya terparkir."Sebentar, Mas. Saya agak lupa. Saya coba lihat satu persatu saja dulu."Untungnya pegawai kedai itu tidak mempermasalahkan. Dengan sabar, dia tetap memayungi Ariana dan mendampinginya mencari mobil milik Kevin. Ariana mengecek satu persatu mobil yang terparkir. Dia ingat jika di pinggiran mobil sang suami ada modifikasi stiker ala-ala mobil sport."Yang ini mobilnya, Mas!" tunjuk Ariana senang. "Terima kasih sudah mau mengantarkan saya.""Kembali, Mbak." Pegawai yang baik hati itu pun meninggalkan Ariana.Ariana hendak membuka pintu mobil. Tapi, pintu mobil itu terkunci dari dalam. Dia berusaha mengetuk kaca mobil itu. Sampai akhirnya kaca mobil turun, menampakkan Kevin yang terlihat kesal dari dalam."Sayang! Buka pintunya, aku mau masuk," pinta Ariana memelas."Kamu duduk saja di kursi belakang," ujar Kevin menyelanya."Hah? Kenapa di belakang?""Kubilang, duduk di belakang! Nurut saja, kenapa!"Ariana merengut kesal. Seharian ini Kevin begitu emosional terhadapnya. Apa mungkin perihal minuman gratis itu? Akhirnya tanpa banyak bicara, Ariana pun membuka pintu belakang dan duduk di kursi belakang. Dia melihat suaminya itu sedang mengelap tangannya menggunakan tissue. Tissue itu dibuang ke sembarangan arah.'Apa yang Kevin lakukan di dalam mobil selama itu? Kenapa dia tidak mau mengangkat teleponnya? Lalu mengapa banyak gulungan tissue bekas yang tercecer di kursi depan?' Ariana membatin sembari memperhatikan gerak-gerik mencurigakan dari suaminya."Pulang sekarang?" tanya Kevin yang membuyarkan lamunan Ariana."Iya," jawab Ariana pendek.Mobil itu pun mulai bergerak meninggalkan area wisata menuju arah balik ke villa. Banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran Ariana saat itu. Tapi hanya satu hal yang begitu ingin dia tanyakan pada Kevin."Kenapa kamu tiba-tiba menghilang dan ada di dalam mobil?"Kevin masih menatap lurus jalanan di depannya sembari menyetir. "Aku tadi ke toilet. Lalu bosku tiba-tiba menelepon. Jadi aku menetap di dalam mobil karena kondisi hujan.""Oh." Ariana memberikan respon pendeknya lagi.Sejujurnya Ariana sudah merasa enggan untuk mengajak Kevin bicara. Hatinya terlampau kecewa karena sikap Kevin yang tidak jujur padanya. Dia mempercayai ada hal lain yang sebenarnya Kevin lakukan selain bertelepon.'Betul dugaanku, memang ada yang tidak beres dengan Kevin. Untuk apa dia melakukan onani di dalam mobil? Padahal jelas ada aku, istrinya. Kalau dia memang menginginkan itu, dia bisa mengajakku bercinta seperti sebelumnya,' batin Ariana yang bertambah kesal setelah dia iseng mengecek internet mengenai hal yang dia curigai.Sekembalinya mereka dari berkunjung ke tempat wisata, baik Ariana maupun Kevin tak ada yang saling bicara. Sikap dingin melingkupi mereka. Ariana masih marah dan terhina karena sikap Kevin sebelumnya. Sedangkan Kevin ... Ariana sendiri tak paham dengan apa yang Kevin rasakan saat ini."Bagaimana perjalanan kalian tadi, menyenangkan?" Kenzo dari ruang keluarga tiba-tiba menanyakan hal itu pada kedua adiknya.Tak ada satu pun dari keduanya yang menjawab. Ariana maupun Kevin masih saling membisu, sibuk memakan hidangan makan malamnya dalam diam.'Eh, kenapa mereka? Apa terjadi sesuatu? Tidak biasanya Ariana yang begitu bersemangat itu berubah menjadi se pendiam ini,' pikir Kenzo tanpa dia ungkapkan langsung.Tiba-tiba terdengar bunyi piring pecah, disertai dengan suara berdebam keras di lantai. Ariana mendadak tumbang, terbaring tak sadarkan diri. Kenzo yang melihat hal itu sangat terkejut. Dia hendak menghampiri adik iparnya, namun Kevin sudah lebih dulu memeriksa keadaan wanita itu."Ariana? Bangun!" panggil Kevin sambil menggoyangkan tubuh Ariana.Ariana tak kunjung sadar. Kevin mengecek suhu tubuh Ariana, ternyata saat itu Ariana demam tinggi."Ariana kenapa, Kevin?" tanya Kenzo yang masih menunggu dengan khawatir di dekat mereka."Dia demam, Kak," jawab Kevin sedikit panik. Justru yang terlihat sangat panik dan mengkhawatirkan Ariana adalah Kenzo."Ya sudah, kamu gendong dia ke kamar. Biar Kakak yang bereskan pecahan piringnya dan memasakkan bubur untuk dia. Nanti kamu suapi buburnya sedikit-sedikit, kemudian arahkan dia untuk minum obat penurun demam," ujar Kenzo panjang lebar.Kevin menuruti arahan sang kakak. Dia langsung menggendong Ariana dan membaringkannya di ranjang kamar utama. Ariana saat itu berkeringat dingin dengan napas yang menguar panas. Kevin mencoba untuk mengompresnya sementara menunggu Kenzo selesai memasakkan bubur."Ya ampun, menyusahkan saja," keluhnya."Uuukhhh .... " Ariana terdengar melenguh dalam tidurnya. Kevin masih menungguinya di pinggir ranjang. Dia terus menghentakkan sebelah kakinya, kesal menunggu Kenzo yang sangat lambat dalam menyiapkan bubur dan obat untuk Ariana."Ke mana sih Kenzo? Siapkan bubur saja lama sekali!" gerutu Kevin sambil terus berdecak. "Ini lagi perempuan satu. Kenapa mendadak tumbang segala? Bikin aku repot saja!"Rupanya, sakitnya Ariana saat itu malah menjadi kesulitan tersendiri bagi Kevin. Kevin merasa dia sangat direpotkan oleh Ariana. Padahal sebenarnya Ariana sakit juga karena dirinya.Kenzo akhirnya datang dengan membawa nampan berisikan semangkuk bubur, air putih dan beberapa butir obat penurun demam. Dengan segera, Kevin mengambil alih nampan itu tanpa berkata apa pun kepada sang kakak."Hati-hati! Masih panas lho!" seru Kenzo memperingati Kevin, namun rupanya Kevin sama sekali tidak peduli.Kevin langsung menyimpan nampan itu di atas n
Mobil Kevin menepi di bahu jalan sebuah komplek perumahan elit yang ada di Kota Bandung. Dia turun dari mobilnya dan menuju ke salah satu rumah yang terletak di wilayah hook. Layaknya orang yang sedang kunjung pacar, Kevin merapikan diri sedikit sebelum akhirnya membunyikan bel pintu.Seorang pelayan rumah tangga berusia 40 tahunan terlihat berlari membukakan pintu pagar."Den Kevin? Mari masuk ke dalam," sapa Simbok, begitulah pelayan itu disapa."Selamat sore, Mbok. Irene sudah pulang?" tanya Kevin dengan senyuman lebar di wajah."Non Irene mungkin sebentar lagi pulang. Biasanya selepas maghrib dia baru sampai di rumah. Ayo tunggu di dalam saja, Den Kevin," jawab Simbok ramah.Kevin masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Dengan begitu cekatan, Simbok melayaninya sebagai tamu kehormatan sang Tuan Rumah. Saking seringnya Kevin datang, Simbok sudah hapal betul jenis minuman dan makanan apa saja yang harus disuguhkan untuk Kevin."Terima kasih, Mbok," ucap Kevin berterima kasih.
"Jadi kamu gak mau tidur, Ariana?" Kenzo berusaha untuk meyakinkan, siapa tahu Ariana berubah pikiran.Ariana menjawab dengan sebuah gelengan kepala. "Iya, Mas. Aku pokoknya mau menunggu Kevin pulang dulu ke villa."Kenzo menghela napas berat. Rupanya Ariana adalah orang yang kukuh pada pendiriannya jika sedang memiliki keinginan hati."Ya sudah. Ingat, kalau sudah lewat dari jam satu pagi, kamu tidur saja. Itu artinya dia tidak akan kembali malam ini.""Baik, Mas." Ariana mengerti. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Lebih baik Mas tidur duluan. Bukankah besok hari senin? Mas 'kan harus pergi ke kantor?"Kenzo tidak menjawab. Sejujurnya dia merasa gemas dengan sikap Ariana yang keras kepala dan tidak peka. 'Bagaimana aku bisa tidur saat melihatmu yang begadang padahal sedang sakit seperti ini?' batin Kenzo.Ariana menyadari jika Kenzo melamun sambil menatapnya. Wanita itu melambaikan tangannya beberapa kali ke depan wajah Kenzo. "Mas Kenzo? Halo? Mas?""Y ... ya?" Kenzo terlempar ke
Cukup lama kedua sejoli ini memadu kasih dengan penuh kesyahduan di bawah pancuran air shower. Irene berniat mengakhiri aksi keduanya ketika tubuhnya mulai menggigil kedinginan."Sudah ... Sayang. Aku sudah ... kedinginan ini. Kulitku keriput semua. Apa kamu tega ... membuat kulitku terlihat seperti ... nenek-nenek?" ucap Irene agak terbata dengan gigi yang bergemeletuk."Oh iya, saking asyiknya aku sampai tak sadar jika kita menghabiskan waktu selama itu. Kalau begitu cepat berpakaian, Sayang. Aku takut kamu sakit." Kevin mematikan shower dan memberikan handuk untuk Irene.Irene segera memakai handuknya. Dia lalu menuju ke kamar dan mengecek handphone-nya. Dirinya terkejut ketika mendapati jika ada panggilan tak terjawab sebanyak lima kali dari kantornya."Ya ampun ... aku sampai tak sadar dengan telepon masuk ini," ujar Irene merutuki dirinya sendiri."Telepon dari sekretarismu? Kalau begitu hubungi balik saja dia sekarang," usul Kevin.Irene menghubungi ke kantornya dengan sangat t
"Permisi, Pak. Ada tamu yang sudah menunggu." Seorang wanita yang merupakan sekretaris perusahaan Kenzo mengabari melalui sambungan telepon."Tamu? Siapa? Persilahkan dia masuk," perintah Kenzo kemudian."Baik, Pak Kenzo."Sambungan telepon terputus. Sang sekretaris pun mengulas senyum manis pada kedua tamu yang mendadak datang di siang hari untuk menemui bosnya."Silahkan masuk, Bapak sekalian. Pak Kenzo sudah menunggu di ruangannya.""Terima kasih, Mbak." Seorang pria setengah baya berperawakan tinggi tambun itu balik tersenyum senang. Dia pun mengajak kawan yang datang bersamanya untuk masuk ke ruangan Kenzo.Kenzo terkejut begitu mendapati ada kedua tamu tak diduga yang datang menemuinya pada siang itu. "Lho? Pak Joko?""Selamat siang, Pak Kenzo. Maaf saya datang tidak mengabari dulu." Pak Joko terlihat sungkan di depan Kenzo. "Saya soalnya datang bersama tamu dari jauh.""Ah ... kalau begitu, silahkan duduk." Kenzo langsung berpindah tempat ke sofa khusus, berhadapan dengan kedu
Kenzo rupanya masih tak menyadari apa yang menyebabkan Ariana merasa kecewa. Ariana masih terdiam dengan mulut yang bergetar menahan air mata."Hei, Ariana. Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Kenzo mendekati Ariana dan bertanya dengan nada yang lembut.Ariana memalingkan wajah. "Gak apa-apa, Mas. Kalau begitu, Mas simpan saja bungkusan makanannya. Biar nanti aku makan. Berarti Mas sudah makan di luar tadi?""Belum, kok." Kenzo segera menjawab. Dirinya baru sadar apa yang membuat Ariana mendadak sedih. "Aku membeli makanan di luar bukan berarti karena tidak mau makan masakanmu, Ariana."Ariana kini memandang Kenzo lekat. Matanya sudah sangat berkaca-kaca. "Tapi ... Mas sudah membeli makanan di luar. Apa artinya kalau bukan karena masakanku tidak enak?"Kenzo menghela napas panjang. "Bukan. Mas hanya ingin membelikanmu makanan yang enak. Selama kamu dan Kevin datang, Mas sebagai Tuan Rumah sama sekali belum menjamu kalian dengan baik."Mendengar penjelasan Kenzo tadi, Ariana terliha
"Apa-apaan kau sembarang menuduhku! Seenaknya mengurusi kehidupanku! Urus hidupmu sendiri!" Kevin semakin keras menyanggah ucapan kakaknya.Kenzo jelas semakin tidak terima dengan sikap Kevin yang terus egois dan berpura-pura. "Jelas ini urusanku juga! Aku sebagai saksi bagaimana sikapmu kepada istrimu di sini! Sadarlah, Kevin! Kau ini sudah menikah dengan Ariana!""Lalu? Aku harus apa? Apa karena aku sudah menikah, jadi aku tidak boleh ada urusan lain? Aku tidak bisa seperti itu! Aku tidak bisa sepertimu!" sergah Kevin lagi.Kenzo menggertakkan giginya. Dia memandang Ariana dan menunjuk Ariana yang masih gemetar di tempatnya."Kamu, Ariana! Apa kamu sadar jika suamimu ini tidak memberikan timbal balik yang sama untukmu? Mengapa kamu begitu mempercayai dia dan terus menunggunya? Kamu berkorban walaupun tak menerima imbalan yang sama dari Kevin."Ariana terdiam di tempatnya. Dia hanya bisa menunduk, tak menjawab ucapan Kenzo tadi. Kemudian, Kenzo berpaling lagi pada adiknya yang masih m
"Apa? Kita mau pergi ke mana, Sayang?" Ariana berusaha untuk mencerna perkataan Kevin saat itu."Gak usah banyak tanya! Kita pindah dari sini. Aku akan menyewa kamar hotel bintang lima untuk kita menginap beberapa hari ke depan sampai masa bulan madu kita selesai," sahut Kevin ketus."Kenapa kita harus pindah? Maksudku, bukankah rencana kita datang ke Bandung adalah untuk tinggal di villa ini?" Ariana merasa ada hal yang janggal terkait kepindahannya yang mendadak saat itu.Kevin malah terlihat semakin kesal atas pertanyaan Ariana yang bertubi-tubi padanya. Dia membanting sendok sampai berdeting jatuh dengan suara yang nyaring. Ariana terkejut hingga berhenti berkata lagi."Aku sudah bilang, kamu jangan bertanya lagi! Kepalaku jadi sakit dan tidak mood makan, tahu!" bentak Kevin yang membuat Ariana semakin terkejut. "Memang kamu pikir aku nyaman tinggal di sini bersama Kenzo? Kamu ingin kejadian kita bertengkar kemarin malam terulang lagi?""Bukan begitu maksudku, Sayang .... ""Atau
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kenapa kayak gitu?" Ariana hendak memprotes lagi, tapi Kevin segera membekap mulutnya."Sttt! Jangan keras-keras! Aku tampar kamu nanti!" ancam Kevin yang kemudian melepas bekapan mulut Ariana dengan kasar.Ariana terdiam sedih. Sementara Kevin berdecak tak suka."Ingat, kamu itu istri formalitas saja. Jadi aku mau kamu menuruti semua yang aku suruh. Kami tidak boleh ikut aku ke Bandung," lanjut Kevin. "Mama percaya kamu sedang hamil, 'kan? Kalau begitu, berpura-pura saja kalau kamu sedang hamil saat ini.""Tapi Kevin, itu 'kan belum pasti. Aku belum pasti mengandung," bantah Ariana."Kamu berani membantah aku? Iya? Turuti apa kataku atau kamu aku ceraikan!" Kevin mengancam lagi, kali ini Ariana langsung terdiam.Luka di hati Ariana kembali terbuka. Bukan hanya berani menyakiti Ariana secara verbal maupun tindakan, Kevin kini sudah berani mengancam untuk menceraikannya. Ariana merasa berada di ujung tanduk. Tak ada pilihan baginya untuk menuruti keinginan dari Kevin.Kevin kembali fo
Kevin tak dapat berkata-kata lagi. Dirinya juga merasa sedikit bersalah pada wanita yang kini memeluknya begitu kencang karena sempat mengabaikannya. Dia lalu menutup pintu dan membiarkan suasana larut begitu saja di antara mereka."Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku sehingga agak mengabaikan kamu."Wanita itu mendongak menatap Kevin. Tatapan matanya seolah meminta penjelasan dari laki-laki itu."Memang ada masalah apa? Apa aku bisa membantumu, Mas?"Kevin terdiam sejenak di tempatnya. Dia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Mbak Yuni tentang masalahnya."Sebenarnya ... bukan masalah besar, kok. Aku sudah mendapatkan solusinya."Mbak Yuni melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin. Kini dia terlihat sedih sambil menundukkan pandangannya."Aku tahu, kok. Mas Kevin katanya ... besok mau pindah ke Bandung, 'kan"Kevin terbelalak di tempatnya, tak percaya jika wanita itu menguping pembicaraannya di telepon."Kamu ... dengar apa yang tadi aku bi
"Apa? Jadi Papa mau mengusirku? Sekarang Papa membuangku dari sini?" teriak Kevin."Kevin! Jangan berteriak begitu sama papamu!" seru Mama Ayu, tak suka jika putranya mulai tak hormat kepada orang tua."Mama! Kevin mau dibuang! Kevin disuruh untuk pindah ke Bandung tanpa kesetujuan Kevin sendiri! Apa Mama juga bersekongkol dengan Papa untuk membuang Kevin?" Kevin beralih pada ibunya, masih meluapkan emosinya.Mama Ayu hanya terdiam sambil menunduk. Kali ini matanya berkaca-kaca karena sedih dengan situasi ini. Kevin terus berang dan mengamuk. Laki-laki itu sampai menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya."Kevin! Apa-apaan kamu! Kevin!" bentak Papa Kevin semakin tak tahan dengan sikap anaknya.Ariana merasa semakin tak nyaman dengan situasi ini. Dirinya juga merasa sangat syok karena sikap buruk Kevin keluar seluruhnya. Kevin ternyata pembangkang dan perusak. Emosinya sangat tinggi. Mama Ayu menangis tersedu di tempatnya."Hentikan, Nak! Jangan kamu ... hancurkan rumah ini!"
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d