Shanum segera membalas chat dari Gavin. "Vin, kamu harus pulang. Bagaimana dengan kuliah kamu? Kamu enggak boleh ninggalin kuliah. Maafin Ibu Nak, karena tiba-tiba meninggalkan kamu. Tapi kamu harus kembali lagi ke rumah. Kamu harus lanjut sekolah tinggi, kamu enggak boleh tiba-tiba putus kayak gini." chatnya pada Gavin, sambil mengusap air matanya seraya terisak."Anda menunggu lama?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada didepannya. Aku mendongak dan terkejut ketika melihat pria didepannya adalah...Mas Rian?"Loh anda kan?" tanya Mas Rian.Shanum segera mengusap air matanya dan menyeka ingusnya."Loh? Jadi Mas Rian pemilik kios ini?!" tanyanya tidak percaya."Iya, saya pemiliknya. Jadi yang mau menyewa kios saya itu anda?" tanyanya ikut tidak percaya.Shanum tertawa kecil saat itu, padahal habis menangis. "Oalah, iya. Ya ampun, dunia sempit banget ya? Kayak berasa didalam kotak." ucapnya. Mas Rian terkekeh.Dia mendadak melihatnya intens. "Ibu barusan menangis?" tanyanya spontan. Sh
Shanum diam-diam rindu dengan keluarganya yang dulu. Bagaimana ya keadaan anaknya sekarang? Dan.. Mas Jaka... apa dia jadi menikah dengan Ghea? Jika hal itu terjadi... Ia hanya bisa mengucapkan selamat pada mereka. Dan mengharapkan kebaikan pada hidup mereka ke depannya. Ketika sedang sedih seperti itu, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. "Ngapain?" tanyanya. Shanum terkejut saat menoleh ke belakangnya. Dia...? Tiga hari yang lalu. Setelah membuka pintunya. Gavin langsung menatap kesal satu orang didepannya saat ini. Bukan Angga, melainkan Ghea. Tepatnya ada Angga juga disebelahnya saat itu. Apakah mereka berdua sedang merencanakan sesuatu dibelakangnya?! "Ngapain lo?!" tanya Gavin yang setelahnya langsung menatap tajam ke arah Angga. "LEMES BANGET SIH LO! GUA BILANG JANGAN KASIH TAHU SIAPAPUN! APALAGI KASIH TAHU DIA!" pekik Gavin menunjuk Ghea. "Sori Vin, tapi gue..." "A-aku... maafin ak--" Belum selesai berbicara, Gavin sudah pergi masuk ke dalam rumah Angga. Ia bernia
Shanum kembali menatap Mas Jaka. "Kamu, yakin?"Mas Jaka tersenyum. "Iya Num, maaf ya selama ini sudah berbuat hal buruk sama kamu." ucap Mas Jaka. Shanum mengangguk. "Iya." Mas Jaka mendekatinya dan langsung memeluknya erat. Shanum tersenyum memaksa, dirinya langsung menyetop pelukan Jaka. "Tapi maaf... Aku gak bisa terima kamu lagi." Semua tersentak termasuk Jaka. "K-kenapa?" "Perceraian kita sudah di depan mata, dokumen juga sudah jalan. Aku tinggal meneruskan. Aku ngerti kok, ternyata kamu memang cintanya sama Ghea bukan sama aku." "Kenapa kamu bisa punya pemahaman seperti itu?" tanya Jaka. "Itu karena aku tahu... Kamu udah sangat bosan sama aku, ketika aku amati lebih jauh ternyata memang kamu lebih butuh Ghea dan bukan aku, bukan karena dia lebih menawan tapi karena dia memang yang kamu incar selama ini, dia yang memenuhi segala kekurangan yang ada di aku. Ya kan? Aku sekali udah diselingkuhin enggak bakal balik lagi. Maaf ya mas, Vin. Aku lebih memilih untuk menyerahkan ci
Mungkin dihadapan ibunya ia masih bisa tertawa tadi, tapi tidak sekarang. Tidak dibelakangnya. Ia menangis terisak sangat dalam. Melampiaskan semuanya ke lantai dan apapun yang ada disekitarnya. Sangat kecewa dengan beberapa orang yang begitu berharga didalam hidupnya dan bagaimana mereka berdua kemudian mengacaukan semuanya. Dikiranya itu semua akan berakhir kemarin, ternyata.... perceraian itu terjadi juga. Ia benar-benar tidak terima dengan keputusan ibunya sekalipun ia sangat membenci ayahnya meski berangsur memaafkannya kemarin. Tapi tetap saja tidak bisa membenarkan kaca yang sudah retak. Keluarganya hancur. Tak lama kemudian, Gavin pun sampai di kampusnya, ia terlihat tak bergairah ketika dilihat orang-orang. Ia yang biasanya ceria ketika disapa temannya memilih untuk tak menyapanya balik. Hingga tibanya ia ke dalam kelasnya, ia tak sengaja berpapasan dengan Ghea. Gavin langsung mengabaikannya. Ghea memegang tangannya dan menahannya didepan pintu. "Gavin, aku bener-bener
Gavin segera taruh kakinya diatas injakan kaki motor Diana. Lalu ia jalankan motornya selagi kaki kanannya masih tetap di injakan kaki motor Diana. Motor keduanya pun sama-sama jalan.Diana merasa sangat senang ketika itu, dirinya lantas tertawa kegirangan seakan baru saja mendapatkan mainan. "Ini kok bisa sih hahaha! Eh Gavin, lo apain motor gue kok bisa jalan sih hahaha!" "Halah gini aja seneng lu." "Vin, ini magic loh. Hahaha! Kok bisa sih kayak idup motornya." ucap Diana senang tidak karuan, hingga tak sadar dirinya sudah bertingkah layaknya seorang anak kecil ketika mengendarainya. Bahkan ia dengan beraninya melepas kedua tangannya secara bersamaan namun dipegang kembali, lepas, pegang, lepas dan pegang lagi. Hingga ketika ada sepeda lewat, ia kaget dan otomatis oleng ke kiri dan nyusruk ke selokan bersama dengan Gavin. Mereka saling kesakitan bahkan Diana sampai coklat seluruh wajahnya karena berposisi jatuh mencium tanah selokan yang basah. Gavin tertawa geli melihatnya cemo
Mereka berdua langsung melongo dan batuk bersamaan. Mereka berdua tertawa. Rian segera meluruskan. "Ini bukan wanita itu nek, ini mbak Shanum. Maaf mbak, nenek penglihatannya sudah mulai terganggu karena ada diabetesnya." ucap Rian. Shanum memaklumi hal itu. "Mbak Shanum? Duh gusti, ini mbak Shanum toh, kenapa enggak bilang sih kamu. Maaf ya mbak Shanum, nenek kalo enggak pake kacamata suka enggak keliatan. Maklum lamur hehe.""Iya nek enggak apa-apa. Emang nenek kira aku siapa?" tanya Shanum. 'Itu loh yang mau dijodohin sama mas Rian, eh tapi mas Rian masih gitu-gitu aja jawabannya." ucap nenek Aisyah. "CIye mas, udah punya ya. Diam-diam aja nih enggak bilang." ucap Shanum, Rian hanya tertawa malu. "Ah percuma mbak Shanum. Bilang juga, orangnya aja enggak pernah benar-benar nganggep serius perjodohan. Bilangnya kurang srek lah atau apalah. Jadi bingung yang ngejodohinnya juga.""Kurang apa mas? Kurang cantik?" tanya Shanum. Rian hanya tersenyum, seolah menganggap itu hal yang cu
Shanum bimbang. Shanum merasa cemas jika ia memilih pilihan yang salah. Dirinya akhirnya sampai dihadapan pintu rumahnya dan cukup kaget ketika disadari kalau ada sepatu perempuan disana. Shanum mulai curiga dan ternyata pintu rumahnya terbuka, menampak Ghea yang baru saja mandi dan kini sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Shanum menajamkan alis matanya dan memandang kesal Ghea. Meski ia mencoba untuk menahan semua kesabarannya detik itu juga. "Kayaknya enggak ada yang berubah selama aku pergi kesana juga. Kalian malah semakin lengket kelihatannya." ucap Shanum tersenyum picik. Tak disangka Jaka juga masih belum berangkat kerja, dirinya baru saja keluar dari kamarnya. "Kamu.... sudah pulang?" ucap Jaka yang langsung menawarkan Shanum untuk duduk, tapi sayangnya tidak ada kalimat sapaan apapun yang Shanum utarakan padanya. "Enggak perlu duduk, aku mau langsung pergi buat ngurusin perceraian. Kamu juga pasti udah nungguin kan?" tanya Shanum. "Apa persidangannya hari ini? Ka
"Makanya saya mau kesana sekarang, nanti saya hubungi mbak lagi ya biar sekalian dijelasin juga yang hilangnya apa." ucapnya yang langsung menutup teleponnya dan bergegas pergi meninggalkan Doni yang terlihat senyam-senyum sendiri. "Ciye yang udah punya gebetan baru. Bilang orang-orang ah." Rian pun sampai dihadapan kontrakannya, agen beras miilk Shanum yang kini kehilangan cukup banyak beras. "Ini gimana ceritanya bisa kemalingan, emang kalian tinggalin toko ini?" tanya Rian cemas. "Kita lagi nyari makan buat sarapan eh pas balik lagi barang udah banyak yang hilang." "Kalian kenapa enggak tutup tokonya sementara dulu atau titipkan ke orang lain? Bukannya main ngeloyor pergi gitu aja. Kita kan enggak tahu namanya orang, apalagi toko dalam keadaan enggak ada yang jaga, ya kesempatan buat mereka." ucap Rian. "Maafin kami den." "Sekarang coba kalian tulis mana saja barang yang hilang, biar nanti saya kasih daftarnya ke mbak Shanum, tapi ngomong-ngomong disini ada CCTV gak sih?" ucap
Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y
"Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu
Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap
"Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel
"Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget
Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi
"Tapi om Rian gimana bu? Udah tahu soal ini?" tanya Gavin cemas. "Iya udah tahu, makanya mau menyewa pengawal buat ibu." ucap Shanum. "Oh gitu, kayak waktu itu ya bu. Yaudah kalo itu yang terbaik. Mudah-mudahan aja setelah itu udah enggak ada lagi yang neror ibu." ucap Gavin. "Iya ibu juga pesen ya sama kamu supaya kamu hati-hati disana, khawatirnya yang neror ibu juga berkemungkinan neror kamu juga.""Enggak kok bu, Gavin aman disini.""Hati-hati aja ya nak." "Iya." Esok paginya Shanum sudah berada di pasarnya, ia bersama seorang pengawal yang berjaga didepan kiosnya. Ia merasa lebih lega sekarang, ia juga lebih leluasa untuk pergi kemanapun, bahkan saat ini ia memutuskan untuk pergi membeli sayuran, ia berkeinginan untuk memasak buat nanti sore, khawatirnya Rian bosan beli diluar terus. Masih didalam pasar, ia membelikannya. Ketika sedang berbelanja, tentu sang penjual sayur yang sudah kenal lama dengan Shanum lantas berbisik padanya. "Itu siapa? Suami baru yang ketiga ya?" ta
"Gak ada." "Perawakanny kayak gimana coba?" tanya Rian."Pakaian serba hitam, dia setinggi kamu mas. Dan kayaknya dia juga seumuran kamu." ucap Shanum. "Hmm siapa ya. Kamu apa mau saya laporkan polisi tentang kasus ini?" tanya Rian."Enggak mas, gak usah." "Yakin gak mau? Ini masalahnya udah menakutkan loh kayak gini, mengancam nyawa." "Iya mas." "Saya laporkan aja ya." ucap Rian. "Yaudah." "Apa perlu saya nyewa bodyguard untuk melindungi kamu?" tanya Rian. "Emang gak ngerepotin kamu mas?" tanya Shanum. "Enggak kok, usahakan dalam waktu ke depan ini kamu jangan keluar rumah dulu ya, khawatirnya orang itu muncul lagi. Atau sampai para bodyguard itu ada." ucap Rian."Iya mas, makasih ya."Beberapa jam sebelumnya.Ghea keheranan melihat Jaka tampak marah seperti itu. Bahkan sampai menaruh hape yang dipegangnya kasar. "Barusan mbak Shanum?" tanyanya. "Ini gara-gara kamu yang terlalu lama berurusan dengan mereka!"Ghea makin mengernyit heran. Kok jadi?"Kalau kamu enggak berur
Shanum kini sedang sendirian di kamarnya mengecek di komputer barang masuk dan keluar. Ibunya sedang pergi ke sawah sekarang. Sepertinya mulai dari siang ini sampai maghrib nanti dirinya akan terus sendirian, namun tiba-tiba saja muncul ketukan pintu. Shanum heran, apakah mungkin itu ibunya? Tahu saja barusan Shanum mengunci seluruh pintunya khawatir ada penyusup masuk, ia masih berpikir kalau yang mengetuk pntu saat ini adalah ibunya, ia lantas membuka kunci pintunya dan buka. Namun tiba-tiba saja tidak ada siapapun disana. Shanum mulai cemas. Kenapa bisa tidak ada orang padahal terdengar sangat nyaring suara orang yang mengetuk. Shanum lihat sekeliling namun tidak dirinya temukan siapapun disana, sepi sekali malahan, Shanum mulai curiga, apakah hanya orang iseng? Atau jangan-jangan.... Orang yang memberikan ancaman teror di whatsapp? Shanum ketakutan, ia sesegera mungkin langsung menutup pintunya dan kunci. Namun tiba-tiba saja muncul suara gebukan pintu yang sangat kencang hingga