"Kasihan aja Gavin, jadi enggak punya tempat bernaung. Dia malah ngontrak sekarang. Kalo enggak dia tinggal dirumah kita aja ya. Suruh pindah kampusnya kesini?" tanya Shanum. "Emang dia mau?" tanya Rian. "Enggak tahu sih. Coba nanti aku tanyain. Tapi kamu setuju kan kalo kita tinggal sama Gavin?" tanya Shanum. "Iya. Setuju." "Yaudah nanti aku ngomong." Tak lama kemudian, Gavin melihat hapenya dan ia lihat berderet chat serta misscall dari ibunya. Gavin berniat menelepon balik namun tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari Diana. Ia langsung menerima teleponnya. "Apa?" "Vin, pokoknya lo enggak boleh ngikutin kemauan bokap gue. Lo harus ngasih tahu kalau kita enggak ada hubungan apapun. Lo juga harus yakinin kalo elo enggak ada perasaan apapun sama gue." ucap Diana. "Udahlah Di. Terima aja keadaan kalo gue dipindahin kerja. Lagian bokap lo bener, kalo lama kelamaan kita di satu ruangan yang sama, pasti ujung-ujungnya cinlok. Mending pake cara bapak lo ini." "Ih enggak-enggak. Kok
"Ayolah peka dikit, emangnya karena masalah apalagi mereka berantem?" tanya Nara semakin menyudutkan diri Ghea saat itu, ditambah tatapan kedua temannya yang sama mencecarnya."Gavin, Van... Udah kek jangan aneh-aneh. Aku lagi males ngedenger keributan apapun." ucap Ghea yang masih merasa tidak enak badannya, wajahnya tampak pucat. "Heh, lo ngomong seakan-akan lo orang yang berhak ngelarang-larang kita." ucap Ivan. "Ya emang harusnya aku ngebiarin kalian berantem gitu aja?"Ivan tersenyum, kemudian berkata. "Lo tahu gak sih Ge... Gavin sebenarnya enggak suka lo hamil." "Gak usah nyari perkara!" kesal Gavin. "Sejak kapan sih mulut lo jadi ember begini?" "Loh, emang bener.... Lo ngomong kayak gitu barusan. Lo merasa terbebani dengan anak yang akan lahir itu." "Bener-bener deh, lemes banget sih lo!" tandas Gavin. "Udah cukup!" kesal Ghea. Ia lanjut berkata. "Vin, kalau kamu merasa kesal sama aku bilang, disisi mana yang buat kamu kesal, tapi satu hal yang aku pinta, tolong dengan s
Gavin terus menelepon Shanum tapi tak kunjung diangkat. Ia kini sedang berada dikamarnya dan pandangi ponselnya, tidak ada notifikasi sama sekali dari siapapun. Ia merasa cukup lega tidak ada chat dari Diana lagi, mungkin dirinya sudah lelah menggerecokinya, namun baru beberapa saat ia mengira seperti itu, notifikasi chat dari Diana muncul. Gavin menghela nafas. Dan isi chatnya antara lain. "Vin, lo ribut kenapa sih tadi? Cerita dong." itu isi chat Diana membuat Gavin berbalik menghiraukannya. Namun semakin dihiraukan malah justru muncul rentetan chat kembali. "Gavin jelek kayak bebek. Kenapa lo gak bales chat gueeeee! CEPET BALES! GAVIN! GAVIN! GAVIN! JELEK! KAYAK BEBEK!" Lama kelamaan semakin membuat Gavin tertawa geli jadinya. "Aneh banget sih ni cewek dasar cewek berisik. Sendirinya bawel kayak bebek.""GAVIN!! BURU BALES! NANTI GUE KETIDURAN!" Ia menertawai setiap chat itu muncul. "Gavin jelek buru lah!" isi chatnya lagi."Kayak cakep aja sih dia. Gue mau liat sampe mana sih
Rian pun menepati perkataannya, ia mencari tahu apa faktor penyebabnya. Di hari libur, Rian mencoba untuk pergi ke pasar. Dirinya menemukan satu hal yang sangat mencurigaka, ia lihat toko beras di depan jalan raya sangat ramai pembeli dari yang biasanya sangat sepi. Bagaimana bisa beras yang harganya jauh lebih mahal dari toko Shanum malah justru banyak yang beli? Tentu ini menjadi pertanyaan didalam kepalanya. Ia langsung hampiri orang yang baru saja membeli beras di toko itu. "Mbak maaf, barusan beli beras di toko itu ya? Saya mau tanya, apa alasan mbak beli beras disini? Sedangkan setahu saya beras didalam pasar jauh lebih murah harganya." "Oh saya ikut-ikutan orang aja sih mas." "Ikut-ikutan? Maksudnya gimana?" tanya Rian "Katanya sih yang didalam pasar, tokonya pakai penglaris, makanya saya enggak berani beli disitu." ucapnya, membuat Rian spontan tersontak. "Penglaris?!" Rian tak habis pikir. "Kalau boleh tahu siapa ya yang bilang kayak gitu?" tanyanya kemudian. "Enggak tahu
Kayla yang melihat ada gambar Shanum disana langsung mencolek Ghea yang hampir akan terlelap tidur. "Mbak, itu bukannya tante Shanum ya?" tanyanya membuat Ghea kembali melek dan cukup kaget saat benar-benar melihat rekaman CCTV yang memperlihatkan kejadian saat Rino terjatuh dan tertimpa beras. Cukup miris saat melihat kejadian itu, membuat Ghea mengelus perutnya tidak ingin hal itu terjadi pada jabang bayinya kelak. "Itu beneran tante Shanum? Ya Allah kasihan banget anaknya. Tapi kok judul beritanya... Emang tante Shanum kalo jualan suka pake penglaris ya?" tanya Ghea. Kayla mengerdikkan pundaknya. "Gak nyangka, tante Shanum pake cara kayak gitu. Mungkin dia lagi kesusahan selama ini. Aku kok jadi kasihan sama tante Shanum. Aku harus kasih tahu om Jaka nanti." batin Ghea."Itu artinya mbak beruntung dinikahin sama om Jaka." "Kenapa? Kok gitu?" "Ya karena masih punya suami aja tante Shanum pake cara kayak gituan. Kan itu gak baik mbak. Berarti emang enggak salah om Jaka ceraikan ta
Beberapa waktu setelahnya pembeli kembali muncul berdatangan ke toko Shanum satu per satu saling meminta maaf. "Maaf ya bu, saya salah main percaya aja perkataan orang-orang." "Iya bu, maafin saya juga ya." "Enggak salah saya tetap jadi langganan disini bu." "Maafin saya ya bu." Mereka pun saling maaf-maafan saat itu. Shanum merasa lega kini semua telah usai, ia jadi lebih leluasa lagi sekarang berjualan. Bahkan sudah mulai banyak lagi yang membeli ke tokonya, pekerjanya yang semula khawatir pun kini jadi bernafas lega karena tidak jadi dipecat.Rina sedang memilah sayuran di tukang sayur yang lewat, disana dirinya bersama para tetangganya saling berkumpul. Beberapa dari mereka saling berkata. "Kemarin loh anak lelaki saya lamaran, dapetnya sama sepantaran dia.""Dapetin orang mana bu?" "Disitu, orang Cisarua. Kayaknya dia teh bapaknya punya persawahan ratusan hektar di deket kebon eta." ucapnya. "Oh sawah yang luas itu? Wah tebel ya kantongnya." "Heuh anak saya tuh emang bener
"Iya." "Bukannya bapaknya yang punya perusahaan tempat kamu kerja itu ya?" tanya Shanum, Gavin mengangguk. "Ancamannya aku dipecat coba.""Harusnya sih kalau kamu beneran suka sama dia diperjuangin lah." "Perjuangin gimana bu, akunya aja enggak suka sama dia." "Beneran gak suka? Yakin gak suka?" tanya Shanum mencecar. Semakin membuat Gavin tersudutkan. "Kamunya aja masih bingung jawabnya berarti ada bagian yang tersembunyi yang tertutupi rasa gengsi kamu." ucap Shanum dirinya kembali berkata. "Kamu enggak perlu merasa gengsi, biasanya penyesalan datangnya belakangan bukan duluan. Pekerjaan bisa dicari, tapi kalau kamu terlanjur bilang kamu gak respek sama orang yang udah ketahuan kamu pendam perasaan, lebih baik kamu lihat ke diri kamu apa kamu seorang pria sejati atau bukan."Gavin menggeleng tak habis pikir, tertawa. "Bu aku enggak suka sama dia, kok dihubunginnya ke pria sejati?" tanya Gavin heran."Ayo kenali diri kamu lebih dalam lagi, apakah yang kamu katakan enggak suka it
Jaka berkata. "Ayo kok diem? Duduk nih disini. Makan bareng sama papa." ucapnya menggeser duduknya ke sebelah kiri. Gavin pun terpaksa duduk disebelahnya, karena tidak enak juga menolak tawarannya. Mereka saling duduk bertiga saat itu, mereka mulai makan bersama. Saling mengobrol satu sama lain. "Kamu pulang jam berapa kemarin Vin?" tanya Jaka. "Kemarin sampe rumah jam 6 sore.""Macet ya dijalan?" tanya Jaka. "Iya." Mereka saling terdiam setelahnya, lalu Ghea mencoba mencairkan suasana. "Kamu kesini mau ngapain Vin? Tumben kesini?" tanya Ghea. "G-gue... Lagi nyari angin aja sih, udah lama gak kesini, sekalian nyari sarapan juga.""Vin, kamu ngomong ke Ghea jangan pake gue lo lagi ya. Sekarang kan dia ibu sambung kamu." ucap Jaka membuat Gavin merasa tidak enak hatinya. Sedikit sebal juga. Kenapa sudah tidak satu rumah pun masih dicecar untuk mengakui kalau Ghea adalah ibunya?Ghea berkata. "Aku enggak terlalu memikirkan tentang hal ini kok om. Terserah Gavin mau ngomong ke aku k