Beberapa waktu setelahnya pembeli kembali muncul berdatangan ke toko Shanum satu per satu saling meminta maaf. "Maaf ya bu, saya salah main percaya aja perkataan orang-orang." "Iya bu, maafin saya juga ya." "Enggak salah saya tetap jadi langganan disini bu." "Maafin saya ya bu." Mereka pun saling maaf-maafan saat itu. Shanum merasa lega kini semua telah usai, ia jadi lebih leluasa lagi sekarang berjualan. Bahkan sudah mulai banyak lagi yang membeli ke tokonya, pekerjanya yang semula khawatir pun kini jadi bernafas lega karena tidak jadi dipecat.Rina sedang memilah sayuran di tukang sayur yang lewat, disana dirinya bersama para tetangganya saling berkumpul. Beberapa dari mereka saling berkata. "Kemarin loh anak lelaki saya lamaran, dapetnya sama sepantaran dia.""Dapetin orang mana bu?" "Disitu, orang Cisarua. Kayaknya dia teh bapaknya punya persawahan ratusan hektar di deket kebon eta." ucapnya. "Oh sawah yang luas itu? Wah tebel ya kantongnya." "Heuh anak saya tuh emang bener
"Iya." "Bukannya bapaknya yang punya perusahaan tempat kamu kerja itu ya?" tanya Shanum, Gavin mengangguk. "Ancamannya aku dipecat coba.""Harusnya sih kalau kamu beneran suka sama dia diperjuangin lah." "Perjuangin gimana bu, akunya aja enggak suka sama dia." "Beneran gak suka? Yakin gak suka?" tanya Shanum mencecar. Semakin membuat Gavin tersudutkan. "Kamunya aja masih bingung jawabnya berarti ada bagian yang tersembunyi yang tertutupi rasa gengsi kamu." ucap Shanum dirinya kembali berkata. "Kamu enggak perlu merasa gengsi, biasanya penyesalan datangnya belakangan bukan duluan. Pekerjaan bisa dicari, tapi kalau kamu terlanjur bilang kamu gak respek sama orang yang udah ketahuan kamu pendam perasaan, lebih baik kamu lihat ke diri kamu apa kamu seorang pria sejati atau bukan."Gavin menggeleng tak habis pikir, tertawa. "Bu aku enggak suka sama dia, kok dihubunginnya ke pria sejati?" tanya Gavin heran."Ayo kenali diri kamu lebih dalam lagi, apakah yang kamu katakan enggak suka it
Jaka berkata. "Ayo kok diem? Duduk nih disini. Makan bareng sama papa." ucapnya menggeser duduknya ke sebelah kiri. Gavin pun terpaksa duduk disebelahnya, karena tidak enak juga menolak tawarannya. Mereka saling duduk bertiga saat itu, mereka mulai makan bersama. Saling mengobrol satu sama lain. "Kamu pulang jam berapa kemarin Vin?" tanya Jaka. "Kemarin sampe rumah jam 6 sore.""Macet ya dijalan?" tanya Jaka. "Iya." Mereka saling terdiam setelahnya, lalu Ghea mencoba mencairkan suasana. "Kamu kesini mau ngapain Vin? Tumben kesini?" tanya Ghea. "G-gue... Lagi nyari angin aja sih, udah lama gak kesini, sekalian nyari sarapan juga.""Vin, kamu ngomong ke Ghea jangan pake gue lo lagi ya. Sekarang kan dia ibu sambung kamu." ucap Jaka membuat Gavin merasa tidak enak hatinya. Sedikit sebal juga. Kenapa sudah tidak satu rumah pun masih dicecar untuk mengakui kalau Ghea adalah ibunya?Ghea berkata. "Aku enggak terlalu memikirkan tentang hal ini kok om. Terserah Gavin mau ngomong ke aku k
"Mama bukan dia, mama juga pasti bakalan sadar diri kalau diposisi seperti itu." Shanum semakin merasa terpuruk saat itu, ternyata rencananya kesana berkunjung untuk mengambil hati ibu mertuanya malah gagal. Dirinya benar-benar tidak menyangka responnya akan separah ini. Bahkan lebih baik dirinya pulang saja deh. "Mas, aku mau pulang ya." bisik Shanum. "Tunggu mbak, jangan pulang dulu. Biar saya lurusin semuanya." bisik Rian. "Enggak bakalan mungkin bisa mas, ibu mas udah enggak terima aku sejak awal. Mana mungkin bisa." ucap Shanum berniat akan pergi namun Rian memegang tangannya, menariknya kembali. "Enggak gitu mbak." "Mah... Tolong dengan sangat terimalah mbak Shanum sebagai istri Rian." "Kenapa kamu minta restu mama lagi Yan sedangkan kamu udah menikah sama dia. Mama sampai kapanpun enggak akan restuin kalian selama kamu beristrikan janda macam dia!" tandas Rina yang langsung diberikan bentakan oleh nenek Aisyah. "Rina! Apa-apaan kamu ngomong kayak gitu! Bener-bener enggak
"Enggak biasa aja. Malah kayak ngebimbing aku gitu harus begini gak boleh begini, kayak ngasih tahu kalau lagi hamil apa yang harus dihindari, dikasih tahu sama dia .... Pokoknya enak deh, enggak kayak di tivi-tivi." ucap Ghea. "Ya bagus sih kayak gitu. Itu namanya mantan istri yang baik dan benar." ucap Kayla. "Tapi soal Gavin." "Mas Gavin kenapa?" "Dia kayaknya masih enggak mau nganggep aku ibunya." "Ya wajar mbak, mana mungkin dia mau." "Kenapa?" "Masa yang dulu dari pacar kini malah justru jadi ibunya, gak heran sih." "Terus mbak harus gimana? Apa hubungannya bakal canggung kayak gini terus?" tanya Ghea. "Udahlah biarin aja, mas Gavin juga cepat atau lambat bakalan ngerti kok. Ya dengan syarat dia udah moveon dari mbak." ucap Kayla. "Emang menurut kamu dia belum moveon dari mbak?" tanya Ghea."Iya dong, buktinya masih bersikap kayak gitu." "Enggak mungkin ah, masa iya sih." "Beneran mbak, buktinya masih enggak mau nganggep mbak sebagai anaknya.""Ah ya enggak mungkin l
"Pea lo. Seorang anak yang baik, mana ada yang mau emak bapaknya cerai?" "Emangnya lo anak yang baik gue tanya?" "Gue anak yang baik lah." balas Diana. "Diliat dari mana?" "Monas!" "Hahaha." "Gimana ini Vin, sebentar lagi nyokap gue bakalan ngelabrak bapak gue, bilangnya bahkan pengen minta cerai. HUWAAA!" "Tanggung dewek." Gavin segera menyudahi chattingannya dengan Diana, terlalu lama chattingan dengannya malah semakin membuat perasaannya tidak karuan, entahlah semenjak kenalan dengan Diana, ia selalu ingin tertawa melulu. Aneh juga kenapa ada wanita se-absurd dirinya ya. Ia bahkan jadi teringat perkataan ibunya yang menginginkan ia segera menyatakan perasaannya pada Diana, masa iya sih dirinya memiliki perasaan khusus terhadapnya? Sejujurnya ini terbilang aneh, tapi rasanya itu tidak mungkin saja. Dan kembali, pertanyaan yang sama itu bergema.Masa iya sih?Cukup heran kenapa bisa-bisanya sang ibu berkata seperti itu. Sebenarnya ia tidak mengerti dengan isi hatinya sendi
"Ya terus kenapa dia sampai pendarahan lagi?! Kamu kan juga ada di kampus dan kelas yang sama masa kamu enggak tahu dia ngapain aja!" tandasnya membuat Diana dan Riko yang melihatnya tidak tega melihat Gavin diomeli seperti itu, Gavin kemudian membela diri. "Aku baru dateng pah mana mungkin aku tahu! Nih tanya Diana sama Riko, mereka dateng bareng Gavin." ucap Gavin membela diri. "Halah, bela diri terus kamu. Lagian salah sendiri kamu dateng telat! Pokoknya kamu harus cari tahu tentang ini! Papa enggak mau tahu, kamu mesti cari tahu, atau tidak biaya kuliah kamu papa hentikan sampai sini." ucap Jaka, Gavin tak habis pikir dengan papanya ini, ia bahkan sampai mengancamnya seperti itu, ia sudah tahu jelas hal ini pasti akan terjadi. Ia sudah mewanti hal ini sejak lama, kalau selama dirinya dibiayai hal semacam ini adalah kepastian yang sewaktu-waktu akan terjadi. Dan sekarang bukti itu terjadi. Gavin merasa jengah. Tapi intinya ia terpaksa untuk mencari tahu soal ini. Ia cecar Nara se
Shanum langsung berkata pada Rian dengan ekspresi wajah tidak percaya. "Mas Ghea, mas." ucap Shanum masih syok. "Kenapa?" tanyanya heran. '"Ghea keguguran." "Heh? Kok bisa? Bagaimana bisa?" tanya Rian ikut tidak percaya. "Ini aku mau bales." ucap Shanum seraya mengetik balasan chatnya. Namun setelahnya tak ada lagi kabar dari Ghea, wanita itu tidak membalas chat darinya lagi. Shanum dibuat cemas, dirinya benar-benar tidak menyangka dengan hal ini. Kenapa bisa-bisanya keguguran? Apakah dia mengalami pendarahan lagi?Setelahnya pun muncul sebuah pesan balasan dari Ghea dengan akhir yang sama yaitu emoticon sedih, yang isinya. "Aku pendarahan lagi." Tentu saja membuat Shanum merasa benar atas dugaannya. "Tuh kan mas, dia pasti pendarahan lagi. Dia habis ngapain emang ya aku bingung." Rian terdiam sesaat. Kemudian berkata. "Kamu enggak tanya dia pendarahan karena apa?" "Udah barusan tapi belum dibales." ucap Shanum.Namun ketika dalam penungguan mereka atas pesan balasan G