*
"Mas akhir pekan ini aku ke rumah ibu mertua ya, aku berencana untuk pergi di hari Jumat dan kembali Minggu sore." Begitu yang kuucapkan saat kami sedang makan malam di meja bersama kedua anak kami."Kok tiba tiba? biasanya kamu paling malas diajak nginep di rumah orang, katanya kamu lebih nyaman di rumah sendiri.""Kamu nggak ingat Mas, kalau aku kepikiran ibu mertua kemarin. Aku jadi membayangkan hari tua yang sepi tanpa anak dan cucu, demi menghindari Karma demikian, aku ingin menjadi menantu yang lebih baik," jawabku kepadanya.Padahal sebenarnya aku sedang mencari alasan agar aku bisa meninggalkannya dan memberi dia kesempatan untuk leluasa bercinta dengan si misterius itu.Aku akan mengantar anak-anak ke rumah ibu mertua tapi secara diam-diam aku akan menguntit suamiku. Aku yakin 100% selama tidak ada aku di rumah lelaki itu tidak akan berdiam diri. Dia pasti akan keluar, seperti biasa pergi main tenis atau memancing,atau mungkin pergi menemui orang yang bilang kangen padanya.Katanya kalau jatuh cinta itu dunia terasa milik berdua, jadi karena mereka sedang dimabuk asmara, kuyakin mereka tidak akan bisa menahan rindu yang menggebu-gebu selama berhari-hari.Aku akan mengikuti suamiku diam diam, bila perlu aku akan membeli penyadap mikro di online shop untuk memasangnya di mobilnya agar aku tahu posisi real timenya. Ya, aku mendadak jadi mata-mata untuk keluargaku sendiri, siapa sangka situasinya akan jadi rumit dan aku terjebak dalam kepusinganku sendiri."Kau yakin mau pergi? Lalu siapa yang akan menemaniku di rumah.""Sudahlah, jangan manja, selama hidup di dunia ini kita harus membagi waktu pada orang tua. lagi pula kau pasti bisa menjaga dirimu sendiri, itu hanya 3 hari.""Ya Tuhan, aku akan sangat merindukanmu...," ucap lelaki itu sambil menggenggam tanganku di depan kedua anakku. Aku hanya tersenyum seasannya.Sebenarnya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang chat mesranya mungkin aku akan merasa tersanjung dan tidak tega meninggalkannya. Namun belakangan, saat tahu bahwa semua itu sandiwara, hati ini merasa kecut dan semua yang dilakukannya terasa hambar di mataku.Tanpa diinginkan hatiku kehilangan rasa, perlahan tapi pasti semua perasaan ini berubah."Aku rindu kamu," ucapnya sambil mendekat di wajah untuk menciumku tapi aku berpaling dari dirinya."Kamu lho... Suami lagi kangen malah berpaling, aku nih capek dari rumah sakit...""Iya, nanti dicium, gak enak sama anak," jawabku sekenanya, aku bahkan jadi kesulitan untuk menyunggingkan senyum di hadapan mas Widi. Situasi di meja makan mendadak jadi canggung karena mas Widi langsung terdiam.Sejujurnya, sejak kapan aku dan dia canggung di hadapan anak-anak untuk saling memberikan cinta? Mungkin ucapanku yang barusan tadi terdengar tidak masuk akal dan aneh, mungkin, kemarin aku begitu cinta dan tergila-gila padanya hingga ketika aku tahu bahwa dia berselingkuh rasa itu seolah tidak berjejak di hatiku. Kurasa ia menyadari keanehan itu.*Sejak penolakanku di meja makan tadi sepanjang malam Mas Widi hanya terdiam, ia seolah menyadari bahwa aku berubah atau mungkin sedang marah. Aku sendiri juga bungkam dan tidak hendak merayu atau mengambil hatinya agar dia tidak curiga. Aku malas, aku enggan berpura-pura demi mengambil hati orang yang menghianati istrinya. Percuma."Kenapa kau terus diam?" tanyanya saat menghampiriku ke tempat tidur, aku yang sedang memunggunginya hanya bergeming sambil memeluk bantal."Apa kau marah? Apa uang yang kuberikan kemarin sudah habis."Aku hampir tertawa miris karena mungkin dia merasa uang adalah segala-galanya, uang adalah sesuatu yang akan menghibur dan membuatku bahagia. Sebanyak apapun dia memberiku uang kalau dia telah menipuku maka semua yang ia berikan tidak akan ada artinya di mataku. Aku ditipu habis habisan.Namun, yang namanya hati seorang Istri selalu berusaha menimbang-nimbang dampak dan kemungkinan, juga selalu menimbang kebaikan dan jasa suaminya. Meski aku sudah melihat jelas bukti perselingkuhan di depan mata, aku masih terus membayangkan kemungkinan yang lain bahwa itu hanya kebetulan dan tidak disengaja.Tapi, mau bilang tidak sengaja ... tidak mungkin Mas Widi dan si pengirim uang itu melakukan transfer dalam keadaan tidak sadar dan tidak sengaja, kalaupun tidak sengaja itu pun hanya sekali, tidak mungkin ratusan kali.Aku benar-benar ingin bertanya langsung tapi kalau aku bertanya, dia akan menghilangkan bukti dan pasti saja dia berkelit. Mana ada pencuri mengaku mencuri, mana ada penjahat mengaku, kalau mereka mengaku, maka penjara akan penuh."Kok masih diam?" Dia mengecup bagian tengkukku dan berusaha menarik diri ini agar aku membalikan badan dan sejajar dengan dirinya. Aku enggan, bukan main malasnya."Sudahlah aku mau tidur, besok aku mau berangkat ke rumah ibu mertua pagi-pagi bersama anak-anak.""Sebaiknya siang saja berangkatnya, sekalian jemput anak ke sekolah.""Tidak mau!" jawabku yang untuk pertama kalinya menolak keinginan lelaki itu. Mungkin aku terdengar kasar, tapi sudahlah, aku tidak peduli lagi.Mungkin dia berpikir aku agak aneh tapi terserah saja, aku lebih memilih fokus pada apa yang akan kurencanakan dibanding aku memikirkan perasaannya, untuk apa memikirkan dia, dia saja tidak memikirkan perasaanku.*"Hati-hati ya," ucapnya saat aku dan anak-anak berangkat menggunakan motor. Rencananya akan kudrop mereka di sekolahan, lalu aku akan langsung ke rumah ibu mertua. Dari rumah ibu mertua nanti aku akan pergi ke rumah sakit untuk melihat kegiatannya."Makasih," jawabku singkat."Dih dingin amat, mana ciumnya?" godanya, aku menciumnya tapi ciuman itu hanya sebatas menempelnya permukaan bibir dengan bibirnya, Aku sama sekali tidak antusias atau punya perasaan dengan kecupan barusan.Akan ku antar putra-putriku dan kutemukan jawaban untuk setiap pertanyaan itu.*Sore harinya aku melihat GPS tracker yang sudah kupasang di mobilnya saat ia tidur malam tadi. Aku bisa memantau kinerja alat itu dari aplikasi yang sudah kuinstal di ponsel, aku memperhatikan jejak langkah suamiku yang pergi ke land permainan tenis. Itu adalah kegiatan mingguannya jadi seharusnya aku tidak perlu resah.Tapi untuk membuktikan keresahan itu aku kemudian berinisiatif menyusulnya. Kutitipkan anak-anak pada ibu mertua dengan alasan aku akan pergi ke rumah sepupu, kupacu motorku menuju tempat main tennis suami dan rekan dokternya.Rupanya di sana sudah sangat ramai dengan orang-orang yang akan bermain tenis, ada beberapa wanita yang juga ikut mengantri.Nah, Kalau begini aku kan bingung yang mana orangnya, lagi pula dari mana aku tahu siapa dan yang mana yang mengirimkan pesan untuk suamiku.Meski ada begitu banyak dokter dan orang orang secircle dengan dia di sana, tapi ....ah, sudah. Mungkin itu orangnya wanita yang memakai topi dan rok pendek berlipit serta kaos kaki panjang itu, sejak tadi ia terus mengikuti mas Widi dan berusaha bicara padanya. Kurasa aku harus diam-diam mengambil ponsel suami lalu pura-pura transfer uang.Oh iya, ada sesuatu yang tidak kusadari sejak awal, bukankah transfer bank berlogo putih biru yang cukup terkenal di Indonesia itu, punya daftar transfer, daftar nama-nama akun yang sudah didaftarkan lebih dahulu sebelum melakukan pengiriman uang? Binggo! aku akan lama mendapatkan nama si misterius itu dari sana.Ya, Bank swasta yang cukup terkenal itu, punya metode pengiriman uang yang berbeda dari bank-bank konvensional lainnya. Sebelum mengirimkan uang kita akan memasukkan dulu nomor rekening pengguna sehingga nomor tersebut akan disimpan berikut juga dengan namanya. Jadi, aku tinggal pura-pura melakukan pengiriman uang dan mengklik pilihan banknya, kemudian daftar nama-nama orang dari bank yang sama, yang sering dikirimkan uang oleh Mas Widi, akan terpampang di sana, aku tinggal melacak salah satu dari mereka. Biasanya orang yang paling sering dikirimkan uang akan berada di daftar teratas. Atau bisa juga itu berdasarkan urutan alfabet.Ah, aku jadi tidak sabar untuk segera membuka ponselnya. Tapi bagaimana ya, kalau aku menyusup dan membuka tasnya maka aku akan dikira pencuri. Parahnya kalau Mas Widi memergoki dan menyadari kalau aku menyusulnya ke land tenis untuk mengambil ponselnya, maka dia akan makin curiga.Aku harus bagaimana.Jika aku menunda yang sekarang maka aku tidak akan pun
Merasa panas hati dengan adegan suamiku digoda lelaki, bukan wanita, aku jadi tak sabar lagi, kemarahanku memuncak, aku geram dan sudah tak bisa mengendalikan diri. Aku bangun dari posisiku, turun menjejaki tangga yang jaraknya sepuluh meter lalu segera menghampiri dokter Widi."Suamiku ...." Aku mendekat sambil langsung bergelayut di lengannya, aku tersenyum pada suamiku yang terkejut dengan kedatanganku tapi di saat bersamaan aku juga mendelik pada si hombreng."Suamiku, sepertinya kau jadi bintang hari," ucapku pura pura manis. Suamiku yang dipanggil demikian merasa terkejut dan heran, dia pasti merasa aneh dengan sikap istrinya yang tiba tiba datang dan bermanja."Kau kenapa?" bisik Mas Widi, "bukannya kau di rumah ibu.""Kangen sayang ... Rupanya aku ga bisa jauh jauh dari kamu," balasku sambil menatap matanya, suamiku tersenyum, tapi ia merasa canggung. Entah malu pada rekan sejawatnya atau malah tak enak pada pasangan lelakinya. Meski hanya asumsi kalau mereka punya hubungan,
Aku kembali ke rumah ibu mertua tempat sebelum senja menjelang, kudapati ibu mertua dan kedua anakku sedang bermain di teras. Melihatku datang dengan wajah yang masam dan mematikan motor dengan tegang, ibu mertua segera menghentikan kegiatannya dan bertanya padaku."Kau dari mana? Katamu kau ingin menghabiskan waktu dengan kami tapi kenapa kau pergi?""Ada sesuatu yang mendesak ibu. Oh ya, aku akan siapkan makan malam apa Ibu ingin makan sesuatu?""Ibu ingin makan sate ayam dan rujak kangkung buatanmu, pasti itu enak sekali.""Oh Tentu, akan kubuatkan."Meski panas dalam hatiku atas adegan yang kusaksikan tadi tapi aku tetap berusaha bersikap tenang dan normal di hadapan Ibu suamiku. Dia sendiri menangkap kegelisahan dalam hatiku dengan terus bertanya apa yang terjadi, tapi aku berusaha tersenyum dan langsung beranjak ke dapur.Selagi menyiapkan kangkung dan kacang serta membumbui ayam pikiranku tidak terus bergelayu dan berputar tentang sikap dokter Okan pada dokter Widi. Gesturnya y
Entah dari mana aku akan memulai pencarian, saat ponsel suamiku dimatikan aku kesulitan untuk melacak keberadaannya. Satu-satunya cara yang bisa kulakukan adalah mengecek sosial media Siapa tahu dia memposting keberadaannya.Biasanya suamiku tipe orang yang suka berbagi ke sosial media tentang kegiatannya dan keseruan dia berkumpul dengan teman-temannya. Sayangnya setelah aku menghentikan motor dan memeriksa sosial media ternyata dia tidak memposting apapun.Kucoba untuk mengecek GPS yang ku pasang di mobilnya tapi benda itu sepertinya tidak berfungsi, entah kehabisan baterai atau kehilangan sinyal atau tidak tahu. Untungnya aku segera teringat untuk memeriksa sosial media dokter Okan dan kudapatkan di Instagramnya dia seperti sedang duduk di klub dan minum-minum. Ada beberapa orang pria dan wanita, serta suamiku ada di sisinya."Apa hubungan mereka sangat dekat seperti kekasih, apa mereka sungguh tidak bisa dipisahkan dan semakin aku marah semakin menjadi-jadi sikap mereka?" Aku ber
Menyaksikan semua yang terjadi, aku hanya bisa terpaku, tertegun dan bingung. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanya mimpi yang akan berakhir setelah aku terjaga, tapi tidak, rupanya, adegan suamiku berciuman dengan wanita lain nyata di depan mata. Kamera ponselku menyala, merekam semua kejadian itu."Mas!"Semua orang teralihkan, mereka kaget dan salah tingkah mendapati seorang wanita berjilbab dengan air mata membasahi pipi. Kontan suamiku langsung melepas pelukan dari selingkuhannya dia panik dan mencoba mendekatiku. Sementara teman temannya langsung tertegun dan tegang."Syifa, ka-kau di sini?" Suamiku turun dari kursinya dan coba mendekatiku."Apa yang kau lakukan?" tanyaku dengan bibir gemetar, entah kenapa dari semua dialog yang coba berlomba dan ingin terlontar dari mulutku, entah kenapa, hanya itu yang bisa keluar. Aku ingin langsung mengamuk dan menjumpainya tapi aku tak punya tenaga untuk melakukan itu, gelombang kejut dan tidak menduga perbuatannya, membuatku sulit
"Masalah apa? Apa semua yang kau alami tidak pantas kau beritahu pada mertuamu?"Begitu ibu mertua mendesakku aku sudah tidak tahan lagi untuk menangis di hadapannya. Aku tahu bahwa tidak boleh diri ini menangis di hadapan anak-anak hingga membuat mereka khawatir dan heran, tapi sumpah, aku tidak pernah menyiapkan diriku untuk peristiwa hari ini. Aku jadi bingung harus mengambil sikap seperti apa dan menata hatiku yang baru saja dihantam gelombang dan hancur berkeping keping.Aku kalut dan kehilangan semangatku, aku bahkan tak mampu menghentikan tangis yang terus berderai di mata ini."Ada apa Syifa!" Ibu mertua langsung mendekat dan membawa diri ini ke dalam pelukannya. Aku yang terduduk di sisi tempat tidur langsung memeluk pinggang ibu dan meraung tersedu sedu, tentu saja wanita paruh baya berhati lembut itu menjadi panik dan heran."Apa yang terjadi anakku, kenapa kau sedih sekali, apa semuanya baik, apa yang terjadi pada ibumu?""Bukan tentang ibu, tapi tentang suamiku.""Kenapa
Tok ... Tok.Tak sadar, karena begitu sedih dan lelahnya hati ini, hingga aku tertidur sambil memeluk putriku. Waktu menunjukkan pukul 02.00 malam saat pintu kamar diketuk oleh suamiku.Aku terjaga dan langsung menatap pintu yang ternyata sudah aku kunci sejak tadi."Buka pintunya Syifa.""Tidak," jawabku lirih."Syifa, aku harus bicara....""Gak usah Mas, aku capek, besok aja," jawabku. Aku khawatir pembicaraan dalam keadaan tidak berpikir dengan jernih akan menimbulkan pertengkaran dan keributan. Aku tidak bisa menangis dan menjerit di rumah ibu mertua terlebih ini sudah tengah malam, aku harus menahan kemarahan dan sakit hatiku hingga besok kami bisa bicara berdua saja di rumah.*Entah di mana suamiku tertidur tapi aku terbangun di pukul 06.00 pagi dan langsung menyiapkan anak-anak untuk pergi sekolah, ini hari Sabtu, rencananya kami merupakan pulang di hari Minggu tapi karena peristiwa tadi malam yang begitu menyakitkan aku jadi berpikir untuk pulang hari ini saja.Saat keluar d
"Jika kau mau melakukan apapun untuk menyelamatkan dia artinya kau sudah sangat mencintainya.""Tidak aku tidak mencintainya. Aku hanya tidak ingin dia hancur akibat kesalahanku, ini salahku.""Jadi kau bersalah telah merayunya dan dia dengan tidak sadar menerima cintamu!" Aku menanyakannya dengan sini karena mana mungkin seseorang berselingkuh di luar kesadaran. "Aku memang salah, aku khilaf dan aku berjanji tidak akan mengulangi hal itu." Sekonyong-konyong Mas widi langsung menjatuhkan diri dan memeluk lututku. "Maafkan aku, tolong jangan buat sesuatu yang akan kusesali seumur hidup, Aku tidak ingin kita berpisah sehingga anak-anak menderita.""Jadi kau dan dia hanya bersenang-senang?""Iya," jawabnya menggangguk pelan.Entah apa yang harus aku katakan dan hendak apa sikap yang kuambil. Suamiku sudah meraung menangis memeluk lututku, sementara aku yang masih belum terima dengan kenyataan ini, pastinya, tidak mampu untuk segera memaafkannya."Aku tidak bisa memaafkanmu secepatnya
Kudengar pembicaraan saat berkunjung terakhir kali ke kantor polisi, berdasarkan pasal 354 dan 353 KUHP tentang penganiayaan berat dan penganiayaan berencana, maka Dinda terancam dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda. Usut punya usut, wanita itu sejak awal memang sudah merencanakan untuk mencelakakan orang lain, ditambah dengan keterangan saksi dan laporan pria yang ditangkap kemarin, bahwa dia memang dibayar oleh Dinda agar menusuk diriku dan mencelakakan diri ini.*Jangan tanya seberapa besar keluarganya berusaha untuk menyelamatkan wanita itu dari tuntutan penjara. Berulang kali staff dari keluarganya mencoba menemuiku dan meyakinkan diri ini untuk tidak memberikan kesaksian, aku juga diiming-imingi uang dan rumah baru juga pekerjaan yang layak tapi aku menolaknya.Pada akhirnya lelaki yang sudah lelah membujuk diriku itu kemudian berkata,"Mengingat betapa baiknya hubungan Anda di masa lalu dengan Nyonya Dinda. Saya rasa Anda harus mulai bermurah hati kepadanya.
Saat polisi menggiring Dinda keluar dari rumah sakit banyak orang-orang yang memperhatikan peristiwa itu. Mereka berkerumun dan membicarakan peristiwa yang bagaikan drama itu. Berulang kali Dinda mencoba melepaskan diri dan menjerit serta berteriak. Dia bilang dia tidak bisa ditangkap karena keluarganya akan segera melindunginya tapi itu tidak urung membuat polisi terus membawa wanita itu ke atas mobil patroli dan meluncur pergi. Kuhela napas pelan setelah keadaan mulai mereda, orang-orang kembali ke ruangan dan posisi mereka, pun Syifa yang sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditenangkan oleh suaminya."Maafkan aku, andai aku tidak datang kemari untuk menjenguk Syifa mungkin Dinda juga tidak akan datang dan melakukan itu.""Jangan salahkan dirimu," ujar Syifa.Usai menyelimuti Syifa Adrian mendekatiku Dia memberi isyarat agar kami berdua bicara ke suatu tempat. "Ayo kita bicara fisiknya sambil mengarahkanku dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan perlahan ke arah balkon da
Dua hari kemudian.Aku sengaja membeli bunga lili dan lavender juga sedikit mawar merah untuk kurangkai di sebuah buket lalu kubawakan untuk Syifa yang keadaannya sudah mulai membaik di rumah sakit.Kutemui wanita yang sudah mulai pulih itu dan sudah bisa duduk serta tersenyum di tempat tidurnya."Apa kabarmu?" tanyaku. Aku menyalaminya dan dia menyambutku dengan senyum hangat, kondisi dirinya yang sedang hamil 6 bulan membuatnya nampak sulit bergerak dan sedikit gemuk."Aku baik. Aku semakin membaik.""Bagaimana dengan lukanya.""Memang nyeri, tapi aku baik baik saja," balasnya."Kau memang kuat.""Alhamdulillah.""Tapi kenapa kau mau melakukan itu untuk melindungiku. Andai kau biarkan saja lelaki itu menyerangku agar kau tidak mengalami hal seperti ini?""Tidak, Mas, aku merasa berguna menyelamatkanmu.""Tapi kau juga punya bayi di dalam perutmu bagaimana kalau bayi itu sampai meninggal gara-gara aku? Aku yakin suamimu tidak akan memaafkanku.""Tidak, Adrian tidak menyalahkanmu, dia
Aku bisa menangkap kemarahan pria itu, pria yang punya perusahaan multinasional dan cukup terkenal itu dia tidak akan melepaskan pelaku penusukan terhadap istrinya juga dalang dibaliknya.Tidak akan butuh waktu lama untuk tahu dan menangkap pelaku penusukan. Cukup memeriksa CCTV Rumah Sakit lalu memeriksa plat motor yang digunakan pelaku untuk melarikan diri dan tak lama kemudian polisi tidak akan kesulitan untuk melacak keberadaan pria tersebut, lalu menangkap dan mengintrogasinya kemudian mengungkap siapa pelaku di balik semua ini.Seperti yang kuduga, 10 menit kemudian Adrian didatangi oleh beberapa orang polisi Dia terlihat berbicara dengan serius dan mengantarkan petugas itu ke ruangan istrinya, polisi melihat keadaan Syifa dari balik kaca ruang perawatan dan terlihat mengerti apa yang diperintahkan oleh Adrian."Kami akan memeriksa kamera pengawas dan kami berjanji akan menemukan pelakunya secepatnya.""Istriku tidak pernah punya musuh bertengkar atau menyakiti orang lain saya
Aku dinaikkan kembali ke kursi roda lalu didorong dan dibawa masuk ke ruang tunggu. Bunda menangis dan pergi melihat mantan menantunya yang kini sedang kalang kabut ditolongi oleh dokter. Adrian juga nampak panik, terlihat berlari ke arah apotek untuk mencari kantung darah dan beberapa alat yang diperlukan. "Dorong ayah masuk ke UGD," ujarku pada anak anak."Dokter bilang nggak boleh masuk," ujar putriku dengan mata sembab."Kita harus liat keadaan Bunda.""Bunda ga sadar, dia dipasangi selang oksigen," ujar anak sulungku. Dengan didorong oleh mereka berdua kami tertatih masuk ke ruang UGD dan melihat betapa kalang kabutnya dokter yang ada di sana. Lantai lantai jadi kotor berserakan dengan kain kasa yang sudah berwarna darah, bahkan dari ranjangnya, Syifa juga mengalirkan dan cairan itu menetes dari brankar, membuat lantai jadi becek dengan warna merah yang membuat kepalaku pusing."Dokter gimana keadaannya?""Kami sedang memberikan pertolongan. Dia mengeluarkan darah yang begitu b
"Bu, berangkat dulu.""Apa kau akan sepanjang hari di gym?""Iya.""Baiklah, kalau begitu. Ibu mau menjenguk ayahmu di pusat perawatan lansia.""Iya, apa ibu akan butuh uang?""Ibu masih punya simpanan.""Baiklah kalau begitu Ibu hati-hati juga."Setelah mencium tangan halus dan mengecup kening ibuku tercinta, aku segera mungkin berangkat menggunakan motor menuju ke gym yang berada 20 KM jauh dari rumah.Berkendara sambil menikmati suasana kota dan sejuknya udara pagi, sambil menatap pohon rindang yang ada di sebelah kanan kiri jalan, membuatku sedikit menikmati perjalanan. Telah sedikit saja aku bisa terjebak macet ditambah cuaca mulai panas maka hati akan mudah runyam. Aku mengemudikan motor sambil mendengarkan alunan musik pelan di headset yang ku pasang di telinga.Karena ingin mempersingkat waktu aku mengambil jalan pintas, memotong melewati blok-blok bangunan dan jalan yang sepi. Hingga tiba di sebuah Jalan yang berada di belakang barisan ruko-ruko besar. Aku menyadari sebuah mo
Aku tidak menyangka bahwa penolakanku tempo hari adalah petaka.**Aku merasa bersalah kepada dinda tapi menimbang bahwa sudah begitu jauh masalah yang terjadi karena kami nekat bersama, akhirnya aku memutuskan untuk mengalah dan mengakhiri semua ini.Ya, aku memutuskan untuk batal rujuk dan mengejarnya lagi. Meski tadinya aku melihat cinta untuknya akan memperbaiki hidupku dan memperlancar jaringan bisnis, serta menaikkan pamorku sebagai dokter yang berprestasi, tapi nyatanya semua itu gagal.Aku beruntung karena aku hanya dipenjara selama beberapa bulan, aku berhasil bebas dengan jaminan darinya, Sebenarnya aku merasa sangat berhutang Budi dan bersalah karena merugikan keuangan Dinda, aku ingin menebusnya tapi entah kenapa saat itu aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak menciptakan konflik antara aku dan istri kedua dengan cara terus-menerus menemui mantan istri pertama.Sebenarnya aku tidak akan membuat episode depresi Dinda jadi kumat andai aku tidak terus meluahkan waktu untuk m
Selepas kepergianku dari rumah mantan ibu mertua aku lanjutkan perjalanan menuju pusat kebugaran di mana mas Widi bekerja sebagai pelatih. Dulu dia hanya cleaning service tapi karena bentuk tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang lumayan menarik serta keahliannya dalam memakai alat olahraga membuat pemilik gym merekrut dia sebagai pelatih.Kudengar berkat kehadiran mas Widi sebagai pelatih banyak wanita yang kemudian bergabung ke pusat kebugaran untuk mengecilkan tubuh mereka dan mendapatkan bentuk yang ideal. Aku aku percaya mereka bukan hanya ingin langsing tapi juga ingin mendapatkan perhatian mantan suamiku.Tidak, suamiku, seharusnya dia masih suamiku. Ketidakwarasanku membuat aku kehilangan suami dan seharusnya itu tidak terjadi."Halo nyonya, kenapa baru datang sekarang? sudah sebulan anda tidak mengunjungi pusat kebugaran," ucapnya yang sudah kenal padaku dan menyambutku dengan Ramah."Apa anda akan berlatih hari ini?""Tidak, Aku ingin bertemu dengan mas Widi.""Oh baik nyo
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t