*
"Mas akhir pekan ini aku ke rumah ibu mertua ya, aku berencana untuk pergi di hari Jumat dan kembali Minggu sore." Begitu yang kuucapkan saat kami sedang makan malam di meja bersama kedua anak kami."Kok tiba tiba? biasanya kamu paling malas diajak nginep di rumah orang, katanya kamu lebih nyaman di rumah sendiri.""Kamu nggak ingat Mas, kalau aku kepikiran ibu mertua kemarin. Aku jadi membayangkan hari tua yang sepi tanpa anak dan cucu, demi menghindari Karma demikian, aku ingin menjadi menantu yang lebih baik," jawabku kepadanya.Padahal sebenarnya aku sedang mencari alasan agar aku bisa meninggalkannya dan memberi dia kesempatan untuk leluasa bercinta dengan si misterius itu.Aku akan mengantar anak-anak ke rumah ibu mertua tapi secara diam-diam aku akan menguntit suamiku. Aku yakin 100% selama tidak ada aku di rumah lelaki itu tidak akan berdiam diri. Dia pasti akan keluar, seperti biasa pergi main tenis atau memancing,atau mungkin pergi menemui orang yang bilang kangen padanya.Katanya kalau jatuh cinta itu dunia terasa milik berdua, jadi karena mereka sedang dimabuk asmara, kuyakin mereka tidak akan bisa menahan rindu yang menggebu-gebu selama berhari-hari.Aku akan mengikuti suamiku diam diam, bila perlu aku akan membeli penyadap mikro di online shop untuk memasangnya di mobilnya agar aku tahu posisi real timenya. Ya, aku mendadak jadi mata-mata untuk keluargaku sendiri, siapa sangka situasinya akan jadi rumit dan aku terjebak dalam kepusinganku sendiri."Kau yakin mau pergi? Lalu siapa yang akan menemaniku di rumah.""Sudahlah, jangan manja, selama hidup di dunia ini kita harus membagi waktu pada orang tua. lagi pula kau pasti bisa menjaga dirimu sendiri, itu hanya 3 hari.""Ya Tuhan, aku akan sangat merindukanmu...," ucap lelaki itu sambil menggenggam tanganku di depan kedua anakku. Aku hanya tersenyum seasannya.Sebenarnya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang chat mesranya mungkin aku akan merasa tersanjung dan tidak tega meninggalkannya. Namun belakangan, saat tahu bahwa semua itu sandiwara, hati ini merasa kecut dan semua yang dilakukannya terasa hambar di mataku.Tanpa diinginkan hatiku kehilangan rasa, perlahan tapi pasti semua perasaan ini berubah."Aku rindu kamu," ucapnya sambil mendekat di wajah untuk menciumku tapi aku berpaling dari dirinya."Kamu lho... Suami lagi kangen malah berpaling, aku nih capek dari rumah sakit...""Iya, nanti dicium, gak enak sama anak," jawabku sekenanya, aku bahkan jadi kesulitan untuk menyunggingkan senyum di hadapan mas Widi. Situasi di meja makan mendadak jadi canggung karena mas Widi langsung terdiam.Sejujurnya, sejak kapan aku dan dia canggung di hadapan anak-anak untuk saling memberikan cinta? Mungkin ucapanku yang barusan tadi terdengar tidak masuk akal dan aneh, mungkin, kemarin aku begitu cinta dan tergila-gila padanya hingga ketika aku tahu bahwa dia berselingkuh rasa itu seolah tidak berjejak di hatiku. Kurasa ia menyadari keanehan itu.*Sejak penolakanku di meja makan tadi sepanjang malam Mas Widi hanya terdiam, ia seolah menyadari bahwa aku berubah atau mungkin sedang marah. Aku sendiri juga bungkam dan tidak hendak merayu atau mengambil hatinya agar dia tidak curiga. Aku malas, aku enggan berpura-pura demi mengambil hati orang yang menghianati istrinya. Percuma."Kenapa kau terus diam?" tanyanya saat menghampiriku ke tempat tidur, aku yang sedang memunggunginya hanya bergeming sambil memeluk bantal."Apa kau marah? Apa uang yang kuberikan kemarin sudah habis."Aku hampir tertawa miris karena mungkin dia merasa uang adalah segala-galanya, uang adalah sesuatu yang akan menghibur dan membuatku bahagia. Sebanyak apapun dia memberiku uang kalau dia telah menipuku maka semua yang ia berikan tidak akan ada artinya di mataku. Aku ditipu habis habisan.Namun, yang namanya hati seorang Istri selalu berusaha menimbang-nimbang dampak dan kemungkinan, juga selalu menimbang kebaikan dan jasa suaminya. Meski aku sudah melihat jelas bukti perselingkuhan di depan mata, aku masih terus membayangkan kemungkinan yang lain bahwa itu hanya kebetulan dan tidak disengaja.Tapi, mau bilang tidak sengaja ... tidak mungkin Mas Widi dan si pengirim uang itu melakukan transfer dalam keadaan tidak sadar dan tidak sengaja, kalaupun tidak sengaja itu pun hanya sekali, tidak mungkin ratusan kali.Aku benar-benar ingin bertanya langsung tapi kalau aku bertanya, dia akan menghilangkan bukti dan pasti saja dia berkelit. Mana ada pencuri mengaku mencuri, mana ada penjahat mengaku, kalau mereka mengaku, maka penjara akan penuh."Kok masih diam?" Dia mengecup bagian tengkukku dan berusaha menarik diri ini agar aku membalikan badan dan sejajar dengan dirinya. Aku enggan, bukan main malasnya."Sudahlah aku mau tidur, besok aku mau berangkat ke rumah ibu mertua pagi-pagi bersama anak-anak.""Sebaiknya siang saja berangkatnya, sekalian jemput anak ke sekolah.""Tidak mau!" jawabku yang untuk pertama kalinya menolak keinginan lelaki itu. Mungkin aku terdengar kasar, tapi sudahlah, aku tidak peduli lagi.Mungkin dia berpikir aku agak aneh tapi terserah saja, aku lebih memilih fokus pada apa yang akan kurencanakan dibanding aku memikirkan perasaannya, untuk apa memikirkan dia, dia saja tidak memikirkan perasaanku.*"Hati-hati ya," ucapnya saat aku dan anak-anak berangkat menggunakan motor. Rencananya akan kudrop mereka di sekolahan, lalu aku akan langsung ke rumah ibu mertua. Dari rumah ibu mertua nanti aku akan pergi ke rumah sakit untuk melihat kegiatannya."Makasih," jawabku singkat."Dih dingin amat, mana ciumnya?" godanya, aku menciumnya tapi ciuman itu hanya sebatas menempelnya permukaan bibir dengan bibirnya, Aku sama sekali tidak antusias atau punya perasaan dengan kecupan barusan.Akan ku antar putra-putriku dan kutemukan jawaban untuk setiap pertanyaan itu.*Sore harinya aku melihat GPS tracker yang sudah kupasang di mobilnya saat ia tidur malam tadi. Aku bisa memantau kinerja alat itu dari aplikasi yang sudah kuinstal di ponsel, aku memperhatikan jejak langkah suamiku yang pergi ke land permainan tenis. Itu adalah kegiatan mingguannya jadi seharusnya aku tidak perlu resah.Tapi untuk membuktikan keresahan itu aku kemudian berinisiatif menyusulnya. Kutitipkan anak-anak pada ibu mertua dengan alasan aku akan pergi ke rumah sepupu, kupacu motorku menuju tempat main tennis suami dan rekan dokternya.Rupanya di sana sudah sangat ramai dengan orang-orang yang akan bermain tenis, ada beberapa wanita yang juga ikut mengantri.Nah, Kalau begini aku kan bingung yang mana orangnya, lagi pula dari mana aku tahu siapa dan yang mana yang mengirimkan pesan untuk suamiku.Meski ada begitu banyak dokter dan orang orang secircle dengan dia di sana, tapi ....ah, sudah. Mungkin itu orangnya wanita yang memakai topi dan rok pendek berlipit serta kaos kaki panjang itu, sejak tadi ia terus mengikuti mas Widi dan berusaha bicara padanya. Kurasa aku harus diam-diam mengambil ponsel suami lalu pura-pura transfer uang.Oh iya, ada sesuatu yang tidak kusadari sejak awal, bukankah transfer bank berlogo putih biru yang cukup terkenal di Indonesia itu, punya daftar transfer, daftar nama-nama akun yang sudah didaftarkan lebih dahulu sebelum melakukan pengiriman uang? Binggo! aku akan lama mendapatkan nama si misterius itu dari sana.Ya, Bank swasta yang cukup terkenal itu, punya metode pengiriman uang yang berbeda dari bank-bank konvensional lainnya. Sebelum mengirimkan uang kita akan memasukkan dulu nomor rekening pengguna sehingga nomor tersebut akan disimpan berikut juga dengan namanya. Jadi, aku tinggal pura-pura melakukan pengiriman uang dan mengklik pilihan banknya, kemudian daftar nama-nama orang dari bank yang sama, yang sering dikirimkan uang oleh Mas Widi, akan terpampang di sana, aku tinggal melacak salah satu dari mereka. Biasanya orang yang paling sering dikirimkan uang akan berada di daftar teratas. Atau bisa juga itu berdasarkan urutan alfabet.Ah, aku jadi tidak sabar untuk segera membuka ponselnya. Tapi bagaimana ya, kalau aku menyusup dan membuka tasnya maka aku akan dikira pencuri. Parahnya kalau Mas Widi memergoki dan menyadari kalau aku menyusulnya ke land tenis untuk mengambil ponselnya, maka dia akan makin curiga.Aku harus bagaimana.Jika aku menunda yang sekarang maka aku tidak akan pun
Merasa panas hati dengan adegan suamiku digoda lelaki, bukan wanita, aku jadi tak sabar lagi, kemarahanku memuncak, aku geram dan sudah tak bisa mengendalikan diri. Aku bangun dari posisiku, turun menjejaki tangga yang jaraknya sepuluh meter lalu segera menghampiri dokter Widi."Suamiku ...." Aku mendekat sambil langsung bergelayut di lengannya, aku tersenyum pada suamiku yang terkejut dengan kedatanganku tapi di saat bersamaan aku juga mendelik pada si hombreng."Suamiku, sepertinya kau jadi bintang hari," ucapku pura pura manis. Suamiku yang dipanggil demikian merasa terkejut dan heran, dia pasti merasa aneh dengan sikap istrinya yang tiba tiba datang dan bermanja."Kau kenapa?" bisik Mas Widi, "bukannya kau di rumah ibu.""Kangen sayang ... Rupanya aku ga bisa jauh jauh dari kamu," balasku sambil menatap matanya, suamiku tersenyum, tapi ia merasa canggung. Entah malu pada rekan sejawatnya atau malah tak enak pada pasangan lelakinya. Meski hanya asumsi kalau mereka punya hubungan,
Aku kembali ke rumah ibu mertua tempat sebelum senja menjelang, kudapati ibu mertua dan kedua anakku sedang bermain di teras. Melihatku datang dengan wajah yang masam dan mematikan motor dengan tegang, ibu mertua segera menghentikan kegiatannya dan bertanya padaku."Kau dari mana? Katamu kau ingin menghabiskan waktu dengan kami tapi kenapa kau pergi?""Ada sesuatu yang mendesak ibu. Oh ya, aku akan siapkan makan malam apa Ibu ingin makan sesuatu?""Ibu ingin makan sate ayam dan rujak kangkung buatanmu, pasti itu enak sekali.""Oh Tentu, akan kubuatkan."Meski panas dalam hatiku atas adegan yang kusaksikan tadi tapi aku tetap berusaha bersikap tenang dan normal di hadapan Ibu suamiku. Dia sendiri menangkap kegelisahan dalam hatiku dengan terus bertanya apa yang terjadi, tapi aku berusaha tersenyum dan langsung beranjak ke dapur.Selagi menyiapkan kangkung dan kacang serta membumbui ayam pikiranku tidak terus bergelayu dan berputar tentang sikap dokter Okan pada dokter Widi. Gesturnya y
Entah dari mana aku akan memulai pencarian, saat ponsel suamiku dimatikan aku kesulitan untuk melacak keberadaannya. Satu-satunya cara yang bisa kulakukan adalah mengecek sosial media Siapa tahu dia memposting keberadaannya.Biasanya suamiku tipe orang yang suka berbagi ke sosial media tentang kegiatannya dan keseruan dia berkumpul dengan teman-temannya. Sayangnya setelah aku menghentikan motor dan memeriksa sosial media ternyata dia tidak memposting apapun.Kucoba untuk mengecek GPS yang ku pasang di mobilnya tapi benda itu sepertinya tidak berfungsi, entah kehabisan baterai atau kehilangan sinyal atau tidak tahu. Untungnya aku segera teringat untuk memeriksa sosial media dokter Okan dan kudapatkan di Instagramnya dia seperti sedang duduk di klub dan minum-minum. Ada beberapa orang pria dan wanita, serta suamiku ada di sisinya."Apa hubungan mereka sangat dekat seperti kekasih, apa mereka sungguh tidak bisa dipisahkan dan semakin aku marah semakin menjadi-jadi sikap mereka?" Aku ber
Menyaksikan semua yang terjadi, aku hanya bisa terpaku, tertegun dan bingung. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanya mimpi yang akan berakhir setelah aku terjaga, tapi tidak, rupanya, adegan suamiku berciuman dengan wanita lain nyata di depan mata. Kamera ponselku menyala, merekam semua kejadian itu."Mas!"Semua orang teralihkan, mereka kaget dan salah tingkah mendapati seorang wanita berjilbab dengan air mata membasahi pipi. Kontan suamiku langsung melepas pelukan dari selingkuhannya dia panik dan mencoba mendekatiku. Sementara teman temannya langsung tertegun dan tegang."Syifa, ka-kau di sini?" Suamiku turun dari kursinya dan coba mendekatiku."Apa yang kau lakukan?" tanyaku dengan bibir gemetar, entah kenapa dari semua dialog yang coba berlomba dan ingin terlontar dari mulutku, entah kenapa, hanya itu yang bisa keluar. Aku ingin langsung mengamuk dan menjumpainya tapi aku tak punya tenaga untuk melakukan itu, gelombang kejut dan tidak menduga perbuatannya, membuatku sulit
"Masalah apa? Apa semua yang kau alami tidak pantas kau beritahu pada mertuamu?"Begitu ibu mertua mendesakku aku sudah tidak tahan lagi untuk menangis di hadapannya. Aku tahu bahwa tidak boleh diri ini menangis di hadapan anak-anak hingga membuat mereka khawatir dan heran, tapi sumpah, aku tidak pernah menyiapkan diriku untuk peristiwa hari ini. Aku jadi bingung harus mengambil sikap seperti apa dan menata hatiku yang baru saja dihantam gelombang dan hancur berkeping keping.Aku kalut dan kehilangan semangatku, aku bahkan tak mampu menghentikan tangis yang terus berderai di mata ini."Ada apa Syifa!" Ibu mertua langsung mendekat dan membawa diri ini ke dalam pelukannya. Aku yang terduduk di sisi tempat tidur langsung memeluk pinggang ibu dan meraung tersedu sedu, tentu saja wanita paruh baya berhati lembut itu menjadi panik dan heran."Apa yang terjadi anakku, kenapa kau sedih sekali, apa semuanya baik, apa yang terjadi pada ibumu?""Bukan tentang ibu, tapi tentang suamiku.""Kenapa
Tok ... Tok.Tak sadar, karena begitu sedih dan lelahnya hati ini, hingga aku tertidur sambil memeluk putriku. Waktu menunjukkan pukul 02.00 malam saat pintu kamar diketuk oleh suamiku.Aku terjaga dan langsung menatap pintu yang ternyata sudah aku kunci sejak tadi."Buka pintunya Syifa.""Tidak," jawabku lirih."Syifa, aku harus bicara....""Gak usah Mas, aku capek, besok aja," jawabku. Aku khawatir pembicaraan dalam keadaan tidak berpikir dengan jernih akan menimbulkan pertengkaran dan keributan. Aku tidak bisa menangis dan menjerit di rumah ibu mertua terlebih ini sudah tengah malam, aku harus menahan kemarahan dan sakit hatiku hingga besok kami bisa bicara berdua saja di rumah.*Entah di mana suamiku tertidur tapi aku terbangun di pukul 06.00 pagi dan langsung menyiapkan anak-anak untuk pergi sekolah, ini hari Sabtu, rencananya kami merupakan pulang di hari Minggu tapi karena peristiwa tadi malam yang begitu menyakitkan aku jadi berpikir untuk pulang hari ini saja.Saat keluar d
"Jika kau mau melakukan apapun untuk menyelamatkan dia artinya kau sudah sangat mencintainya.""Tidak aku tidak mencintainya. Aku hanya tidak ingin dia hancur akibat kesalahanku, ini salahku.""Jadi kau bersalah telah merayunya dan dia dengan tidak sadar menerima cintamu!" Aku menanyakannya dengan sini karena mana mungkin seseorang berselingkuh di luar kesadaran. "Aku memang salah, aku khilaf dan aku berjanji tidak akan mengulangi hal itu." Sekonyong-konyong Mas widi langsung menjatuhkan diri dan memeluk lututku. "Maafkan aku, tolong jangan buat sesuatu yang akan kusesali seumur hidup, Aku tidak ingin kita berpisah sehingga anak-anak menderita.""Jadi kau dan dia hanya bersenang-senang?""Iya," jawabnya menggangguk pelan.Entah apa yang harus aku katakan dan hendak apa sikap yang kuambil. Suamiku sudah meraung menangis memeluk lututku, sementara aku yang masih belum terima dengan kenyataan ini, pastinya, tidak mampu untuk segera memaafkannya."Aku tidak bisa memaafkanmu secepatnya