Tok ... Tok.Tak sadar, karena begitu sedih dan lelahnya hati ini, hingga aku tertidur sambil memeluk putriku. Waktu menunjukkan pukul 02.00 malam saat pintu kamar diketuk oleh suamiku.Aku terjaga dan langsung menatap pintu yang ternyata sudah aku kunci sejak tadi."Buka pintunya Syifa.""Tidak," jawabku lirih."Syifa, aku harus bicara....""Gak usah Mas, aku capek, besok aja," jawabku. Aku khawatir pembicaraan dalam keadaan tidak berpikir dengan jernih akan menimbulkan pertengkaran dan keributan. Aku tidak bisa menangis dan menjerit di rumah ibu mertua terlebih ini sudah tengah malam, aku harus menahan kemarahan dan sakit hatiku hingga besok kami bisa bicara berdua saja di rumah.*Entah di mana suamiku tertidur tapi aku terbangun di pukul 06.00 pagi dan langsung menyiapkan anak-anak untuk pergi sekolah, ini hari Sabtu, rencananya kami merupakan pulang di hari Minggu tapi karena peristiwa tadi malam yang begitu menyakitkan aku jadi berpikir untuk pulang hari ini saja.Saat keluar d
"Jika kau mau melakukan apapun untuk menyelamatkan dia artinya kau sudah sangat mencintainya.""Tidak aku tidak mencintainya. Aku hanya tidak ingin dia hancur akibat kesalahanku, ini salahku.""Jadi kau bersalah telah merayunya dan dia dengan tidak sadar menerima cintamu!" Aku menanyakannya dengan sini karena mana mungkin seseorang berselingkuh di luar kesadaran. "Aku memang salah, aku khilaf dan aku berjanji tidak akan mengulangi hal itu." Sekonyong-konyong Mas widi langsung menjatuhkan diri dan memeluk lututku. "Maafkan aku, tolong jangan buat sesuatu yang akan kusesali seumur hidup, Aku tidak ingin kita berpisah sehingga anak-anak menderita.""Jadi kau dan dia hanya bersenang-senang?""Iya," jawabnya menggangguk pelan.Entah apa yang harus aku katakan dan hendak apa sikap yang kuambil. Suamiku sudah meraung menangis memeluk lututku, sementara aku yang masih belum terima dengan kenyataan ini, pastinya, tidak mampu untuk segera memaafkannya."Aku tidak bisa memaafkanmu secepatnya
Aku ingat kalau wanita itu sangat cantik dan dokter okan bilang kalau suaminya punya perusahaan media siaran kota. Aku bisa ambil kesimpulan kalau dia pasti punya akun sosmed yang ia gunakan untuk mengunggah kegiatannya sehari-hari.Di zaman sekarang hampir semua orang punya akun di sosial media, terlebih mereka itu orang kaya yang selalu harus memamerkan reputasi dan pencapaian mereka. Kuketik nama Rani di kolom pencarian Facebook dan Instagram lantas kudapatkan sebuah akun wanita cantik dengan balutan baju seksi sebagai foto profilnya.Wanita itu berwajah ke arab-araban dengan hidung mancung dan mata yang lebar, bulu matanya lentik dan rambutnya sebahu dicurly ikal. Dia cantik, sensual dan dandanannya mirip style artis korea, pasti biaya hidup, perawatan tubuh dan wajahnya senilai ratusan juta.Kuklik akun wanita itu, dan kudapatkan ratusan foto di sana. Ada foto dia dan suaminya sedang berpose di sebuah pesta, ada foto ulang tahunnya juga ada banyak sekali foto yang diunggah,
Sore menjelang. Setelah pulang dari kantor suaminya Rani, aku merasa sedikit lega karena telah menyampaikan yang sebenarnya pada pria tadi, aku yakin lelaki yang terlihat berpendidikan itu tidak akan tinggal diam saja mengetahui kalau istri yang ia banggakan ternyata punya hubungan dengan orang lain. Seperti terlukanya perasaanku, jika dia sangat mencintai istrinya, maka dia pasti merasakan kekecewaan yang kurasakan. Aku yakin dia pasti marah dan menghukum wanita bernama Rani itu.Hal yang mengejutkan, aku sama sekali tidak pernah minat untuk menemuinya apalagi melabraknya seperti wanita lain pada umumnya yang merasa cemburu. Aku tidak akan melakukan hal itu karena ketika aku dan dia bertengkar, maka wanita itu akan berpura-pura jadi korban dan bilang kalau suamikulah yang sudah menggodanya, dia akan menangis di hadapan banyak orang lalu mengatakan kalau seharusnya aku memperingatkan suamiku bukan malah melabrak dirinya. Aku tidak akan buang waktu mempermalukan diriku. Setelah mand
Menjelang malam aku dan ketiga anak menunaikan salat Isya tanpa dirinya. Habis itu kami makan bersama dan seperti yang kuduga sejak pulang kerja tadi dia sama sekali tidak menyentuh makanan. Aku tidak menawarkan dia untuk bergabung ke meja makan, kunikmati makananku bersama kedua anakku mengabaikan dirinya yang terus memandang kami dari meja kerjanya. Mungkin dia berharap aku memanggilnya agar dia bisa makan bersama kami, tapi tidak, aku tak sudi. Caraku memberi hukuman untuk membuat seseorang jera adalah tetap bersikap tenang dan wajar, tapi di sisi lain, aku acauh tak acuh, sengaja membuat hatinya tersiksa dan tak nyaman. Aku ahli melakukan itu, dan senang melihatnya tidak nyaman.Kalau dibilang, ternyata aku jahat, ya, aku memang jahat pada orang yang mengkhianatiku. Perkara keyakinan dan kepercayaan adalah sesuatu yang mahal untuk didapatkan, seseorang seharusnya memegang kendali dirinya untuk menjaga kepercayaan itu. Sekalinya menghianati maka akan sulit mendapatkan penga
Adu mulut dan perang dingin di antara kami yang tidak bisa dihindarkan membuat keadaan menjadi kacau dan berantakan. Setelah mengungkapkan semua kekesalan dan isi hatinya pria itu lantas pergi sambil membanting wadah lilin dari atas meja konsol.Prang!"Aku benar-benar tidak menyangka akan perbuatanmu, Syifa.""Apa kau sangat murka ketika perbuatanmu yang menjijikan itu ketahuan? Aku penasaran sejak kapan kau berani melakukan itu padaku? apa rasanya saat kau pulang sehabis berselingkuh lalu menemuiku dan pura-pura tersenyum, apa semua sikapmu selama ini hanyalah kepalsuan yang kau tunjukkan?""Terserah kau saja!""Mungkin aku butuh jawaban namun kebungkamanmu sudah menjawab semuanya.""Asumsimu terlalu berlebihan," desisnya sambil membanting pintu. Tidak aku dapatkan jawaban atas pertanyaan barusan, dia pergi menghindari semua perkataan aku mungkin terlalu untuk mengakui mungkin juga sakit hati dan gengsi. Fakta terburuknya, dia yang merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja dan am
Mau tak mau, suka ataupun tak suka, ia sudah menghancurkan rumah tangga kami. Gejolak yang terjadi seperti bola salju yang bergulir, makin lama menjalar, membesar dan jadi prahara.Aku berdiri menatapnya yang terduduk dan menutup wajah sambil berusaha menyembunyikan tangis, ia memang menyesal, tapi penyesalan itu tidak akan mengubah perasaanku. Meski aku tidak berniat berpisah tapi perasaanku tidak lagi sama untuknya. Cinta itu terkikis habis seperti abrasi di tebing pasir. Semuanya runtuh begitu gelombang pasang menghantam. Cinta yang kubangun seperti menumpuk kerikil satu di atas yang lainnya, tapi seketika runtuh begitu saja."Aku sangat kecewa padamu, kekecewaanku tidak akan pernah usai, kemarahan ini tak tahu kapan redanya, untuk memuaskan hatiku, aku akan lakukan apa saja," ungkapku sambil meninggalkannya."Balaskan saja dendammu padaku tapi jangan hancurkan hidup orang lain. Akulah yang bersalah, anggap aku yang menggoda dan memaksanya bersamaku," ungkapnya dengan suara lemah.
Dua minggu berlalu, dia minggu itu pula, Mas Widi tidak pernah keluar dari rumah selain pergi ke tempat kerjanya. Mungkin untuk meyakinkan diriku selama ia berada di rumah sakit, ia memasang video live streaming dengan ponsel yang dipasang di meja kerjanya, mungkin agar aku tahu apa saja yang ia lakukan di tempat itu. Sore hari ketika tugasnya sudah selesai lelaki itu juga akan melanjutkan live di mobilnya untuk perjalanan pulang. Mungkin dia melakukan semua itu agar aku kembali percaya, tidak meragukan atau mencurigainya.*"Ayah pulang...." Anak-anak bersorak saat ayah mereka kembali, aku yang tengah menyaksikan siaran TV, teralihkan. Melihat dia membawa kotak makanan anak-anak sangat gembira, segera mereka mengambil dari tangan ayahnya lalu membawanya ke meja makan. "Hai, apa kabarmu?" Lelaki itu selalu bertanya kepadaku pertanyaan yang sama tiap kali dia pulang ke rumah, tapi aku tidak pernah lagi menjawabnya. Sudah dua minggu sejak kehancuran hubungannya dengan Rani, lelaki
Kudengar pembicaraan saat berkunjung terakhir kali ke kantor polisi, berdasarkan pasal 354 dan 353 KUHP tentang penganiayaan berat dan penganiayaan berencana, maka Dinda terancam dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda. Usut punya usut, wanita itu sejak awal memang sudah merencanakan untuk mencelakakan orang lain, ditambah dengan keterangan saksi dan laporan pria yang ditangkap kemarin, bahwa dia memang dibayar oleh Dinda agar menusuk diriku dan mencelakakan diri ini.*Jangan tanya seberapa besar keluarganya berusaha untuk menyelamatkan wanita itu dari tuntutan penjara. Berulang kali staff dari keluarganya mencoba menemuiku dan meyakinkan diri ini untuk tidak memberikan kesaksian, aku juga diiming-imingi uang dan rumah baru juga pekerjaan yang layak tapi aku menolaknya.Pada akhirnya lelaki yang sudah lelah membujuk diriku itu kemudian berkata,"Mengingat betapa baiknya hubungan Anda di masa lalu dengan Nyonya Dinda. Saya rasa Anda harus mulai bermurah hati kepadanya.
Saat polisi menggiring Dinda keluar dari rumah sakit banyak orang-orang yang memperhatikan peristiwa itu. Mereka berkerumun dan membicarakan peristiwa yang bagaikan drama itu. Berulang kali Dinda mencoba melepaskan diri dan menjerit serta berteriak. Dia bilang dia tidak bisa ditangkap karena keluarganya akan segera melindunginya tapi itu tidak urung membuat polisi terus membawa wanita itu ke atas mobil patroli dan meluncur pergi. Kuhela napas pelan setelah keadaan mulai mereda, orang-orang kembali ke ruangan dan posisi mereka, pun Syifa yang sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditenangkan oleh suaminya."Maafkan aku, andai aku tidak datang kemari untuk menjenguk Syifa mungkin Dinda juga tidak akan datang dan melakukan itu.""Jangan salahkan dirimu," ujar Syifa.Usai menyelimuti Syifa Adrian mendekatiku Dia memberi isyarat agar kami berdua bicara ke suatu tempat. "Ayo kita bicara fisiknya sambil mengarahkanku dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan perlahan ke arah balkon da
Dua hari kemudian.Aku sengaja membeli bunga lili dan lavender juga sedikit mawar merah untuk kurangkai di sebuah buket lalu kubawakan untuk Syifa yang keadaannya sudah mulai membaik di rumah sakit.Kutemui wanita yang sudah mulai pulih itu dan sudah bisa duduk serta tersenyum di tempat tidurnya."Apa kabarmu?" tanyaku. Aku menyalaminya dan dia menyambutku dengan senyum hangat, kondisi dirinya yang sedang hamil 6 bulan membuatnya nampak sulit bergerak dan sedikit gemuk."Aku baik. Aku semakin membaik.""Bagaimana dengan lukanya.""Memang nyeri, tapi aku baik baik saja," balasnya."Kau memang kuat.""Alhamdulillah.""Tapi kenapa kau mau melakukan itu untuk melindungiku. Andai kau biarkan saja lelaki itu menyerangku agar kau tidak mengalami hal seperti ini?""Tidak, Mas, aku merasa berguna menyelamatkanmu.""Tapi kau juga punya bayi di dalam perutmu bagaimana kalau bayi itu sampai meninggal gara-gara aku? Aku yakin suamimu tidak akan memaafkanku.""Tidak, Adrian tidak menyalahkanmu, dia
Aku bisa menangkap kemarahan pria itu, pria yang punya perusahaan multinasional dan cukup terkenal itu dia tidak akan melepaskan pelaku penusukan terhadap istrinya juga dalang dibaliknya.Tidak akan butuh waktu lama untuk tahu dan menangkap pelaku penusukan. Cukup memeriksa CCTV Rumah Sakit lalu memeriksa plat motor yang digunakan pelaku untuk melarikan diri dan tak lama kemudian polisi tidak akan kesulitan untuk melacak keberadaan pria tersebut, lalu menangkap dan mengintrogasinya kemudian mengungkap siapa pelaku di balik semua ini.Seperti yang kuduga, 10 menit kemudian Adrian didatangi oleh beberapa orang polisi Dia terlihat berbicara dengan serius dan mengantarkan petugas itu ke ruangan istrinya, polisi melihat keadaan Syifa dari balik kaca ruang perawatan dan terlihat mengerti apa yang diperintahkan oleh Adrian."Kami akan memeriksa kamera pengawas dan kami berjanji akan menemukan pelakunya secepatnya.""Istriku tidak pernah punya musuh bertengkar atau menyakiti orang lain saya
Aku dinaikkan kembali ke kursi roda lalu didorong dan dibawa masuk ke ruang tunggu. Bunda menangis dan pergi melihat mantan menantunya yang kini sedang kalang kabut ditolongi oleh dokter. Adrian juga nampak panik, terlihat berlari ke arah apotek untuk mencari kantung darah dan beberapa alat yang diperlukan. "Dorong ayah masuk ke UGD," ujarku pada anak anak."Dokter bilang nggak boleh masuk," ujar putriku dengan mata sembab."Kita harus liat keadaan Bunda.""Bunda ga sadar, dia dipasangi selang oksigen," ujar anak sulungku. Dengan didorong oleh mereka berdua kami tertatih masuk ke ruang UGD dan melihat betapa kalang kabutnya dokter yang ada di sana. Lantai lantai jadi kotor berserakan dengan kain kasa yang sudah berwarna darah, bahkan dari ranjangnya, Syifa juga mengalirkan dan cairan itu menetes dari brankar, membuat lantai jadi becek dengan warna merah yang membuat kepalaku pusing."Dokter gimana keadaannya?""Kami sedang memberikan pertolongan. Dia mengeluarkan darah yang begitu b
"Bu, berangkat dulu.""Apa kau akan sepanjang hari di gym?""Iya.""Baiklah, kalau begitu. Ibu mau menjenguk ayahmu di pusat perawatan lansia.""Iya, apa ibu akan butuh uang?""Ibu masih punya simpanan.""Baiklah kalau begitu Ibu hati-hati juga."Setelah mencium tangan halus dan mengecup kening ibuku tercinta, aku segera mungkin berangkat menggunakan motor menuju ke gym yang berada 20 KM jauh dari rumah.Berkendara sambil menikmati suasana kota dan sejuknya udara pagi, sambil menatap pohon rindang yang ada di sebelah kanan kiri jalan, membuatku sedikit menikmati perjalanan. Telah sedikit saja aku bisa terjebak macet ditambah cuaca mulai panas maka hati akan mudah runyam. Aku mengemudikan motor sambil mendengarkan alunan musik pelan di headset yang ku pasang di telinga.Karena ingin mempersingkat waktu aku mengambil jalan pintas, memotong melewati blok-blok bangunan dan jalan yang sepi. Hingga tiba di sebuah Jalan yang berada di belakang barisan ruko-ruko besar. Aku menyadari sebuah mo
Aku tidak menyangka bahwa penolakanku tempo hari adalah petaka.**Aku merasa bersalah kepada dinda tapi menimbang bahwa sudah begitu jauh masalah yang terjadi karena kami nekat bersama, akhirnya aku memutuskan untuk mengalah dan mengakhiri semua ini.Ya, aku memutuskan untuk batal rujuk dan mengejarnya lagi. Meski tadinya aku melihat cinta untuknya akan memperbaiki hidupku dan memperlancar jaringan bisnis, serta menaikkan pamorku sebagai dokter yang berprestasi, tapi nyatanya semua itu gagal.Aku beruntung karena aku hanya dipenjara selama beberapa bulan, aku berhasil bebas dengan jaminan darinya, Sebenarnya aku merasa sangat berhutang Budi dan bersalah karena merugikan keuangan Dinda, aku ingin menebusnya tapi entah kenapa saat itu aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak menciptakan konflik antara aku dan istri kedua dengan cara terus-menerus menemui mantan istri pertama.Sebenarnya aku tidak akan membuat episode depresi Dinda jadi kumat andai aku tidak terus meluahkan waktu untuk m
Selepas kepergianku dari rumah mantan ibu mertua aku lanjutkan perjalanan menuju pusat kebugaran di mana mas Widi bekerja sebagai pelatih. Dulu dia hanya cleaning service tapi karena bentuk tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang lumayan menarik serta keahliannya dalam memakai alat olahraga membuat pemilik gym merekrut dia sebagai pelatih.Kudengar berkat kehadiran mas Widi sebagai pelatih banyak wanita yang kemudian bergabung ke pusat kebugaran untuk mengecilkan tubuh mereka dan mendapatkan bentuk yang ideal. Aku aku percaya mereka bukan hanya ingin langsing tapi juga ingin mendapatkan perhatian mantan suamiku.Tidak, suamiku, seharusnya dia masih suamiku. Ketidakwarasanku membuat aku kehilangan suami dan seharusnya itu tidak terjadi."Halo nyonya, kenapa baru datang sekarang? sudah sebulan anda tidak mengunjungi pusat kebugaran," ucapnya yang sudah kenal padaku dan menyambutku dengan Ramah."Apa anda akan berlatih hari ini?""Tidak, Aku ingin bertemu dengan mas Widi.""Oh baik nyo
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t