Share

Bab 82

Penulis: yanticeudah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maksud kamu apa sampe nyari-nyari Farid kemana-mana, kamu masih berharap pada Farid ya, Ndis?” selidik Annisa, Gendhis nampak menunduk dan tak menjawab.

“Aku Cuma mau mencari tau apakah Bang Farid sudah menikah atau belum, itu aja, Nis,” ujar Gendhis menyangkal.

“Kenapa nggak langsung telepon Ukhti Aisya?”

“Nomornya sudah nggak aktif lagi, mungkin dia sudah ganti nomor,” jawab Gendhis. Annisa terdiam ia melihat manik mata Gendhis di situ masih terlihat kalau Gendhis masih menaruh harapan pada Farid, begitu besarkah rasa cintanya pada Farid?

“Nis, bantu aku cari tau tentang Bang Farid, apa dia sudah menikah atau belum, pliiiss.” Gendhis menyatukan tangannya dan memohon pada Annisa.

“Jika Farid belum menikah kamu mau apa?” tanya Annisa.

“Em, tidak apa-apa, aku hanya mau mencari tau saja,” ujar Gendhis memilin ujung hijabnya.

“Em, ketahuan kamu memang masih mengharapkan Farid, kasihan adikku, ya sudah nanti aku cari nomor baru Ukhti Aisya, siapa tau ada, aku nggak nyangka sudah sek
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 83

    Malam kian beranjak, Bu Widya dan Clarissa masuk ke dalam villa terlebih dahulu, alasannya Bu Widya ingin menunjukan Clarissa kamar. Kemudian diikuti oleh Gendhis, Pak Danu dan Damar, Annisa masih membereskan sedikit makanan yang tersisa di taman.“Mar ini minum susu dulu, biar tidurmu nyenyak.” Bu Widya memberikan segelas susu pada Damar ketika ia hendak masuk ke kamar, dan ia menerimanya tanpa curiga sedikitpun. Ia meneguk habis susu hangat tersebut dan langsung masuk ke kamar setelah mengucapkan terimakasih. Sementar itu Annisa baru selesai membereskan makanan yang masih tersisa, ia hendak masuk ke kamar juga menyusul Damar tapi dicegah oleh Bu Widya. “Nis Mama mau minta tolong, boleh?” “Boleh Ma, apa yang bisa aku bantu Ma?” tanya Annisa. “Tolong kerokin punggung Mama, kayaknya Mama masuk angin nih.” Bu Widya mengeluarkan sendawa seperti orang yang sedang masuk angin. “Baik Ma, di sini saja?” tanya Annisa. “Di kamar aja.” “Emm tapi di kamar ada Papa, nanti menganggu Papa yan

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 84

    “Memangnya kamu kemana? Kok lama banget masuk ke kamar?” tanya Damar. “Anu, disuruh Mama buat ngerokin punggungnya, katanya masuk angin,” ujar Annisa, kamudian ia meraih ponselnya dan kembali duduk bersandar di ranjang. Damar tertegun, ia sedang memikirkan hal yang terjadi semalam, apa semalam hanya mimpi? Ia kembali mengingat-ingat hal apa yang terjadi semalam. Ah, entahlah, kurasa aku hanya mimpi, bathinnya. Annisa dan Damar keluar kamar, sarapan sudah terhidang di meja, Pak Danu sedang membaca koran sambil menunggu semua anak-anaknya berkumpul di meja makan. Sedangkan Bu Widya dan Clarissa sedang asik bercengkrama bersama. “Pagi Damar, Annisa, wah, semalam kalian bergadang ni kayaknya,” Goda Clarissa. Pak Danu menurunkan korannya dan menatap Clarissa tak suka. Annisa dan Damar tak menanggapi, hanya senyum hambar yang tersungging di bibir Annisa. Mereka semua sarapan tanpa bersuara. Akhirnya Clarissa buka suara. “Oke, mungkin kehadiranku membuat suasana jadi tak kondusif, s

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 85

    “Mas Farid kami mau bertemu Mbak Seruni,” ucap Aisya, Hani mengangguk bersemangat.“Ayo Mas kita lihat wajah Mbak Seruni,” ajak Hani. Farid menggeleng.“Biarkan nanti saja setelah menikah, aku tak mau mengotori hatiku, biarkan nanti jadi kejutan di malam pertama, setelah halal,” jelas Farid.“Oh, begitu, ya sudah Mas, lebih baik begitu agar hati juga terjaga sampai halal nanti, ya sudah, ayo kita pulang,” ajak Aisya.Setelah acara selesai Farid dan keluarganya berpamitan.“Mak, perasaanku mengatakan kalau ada yang aneh dari Seruni,” ucap Farid setelah di rumah.“Maksud kamu aneh bagaimana Rid?”“Seruni seperti mau-mau saja ketika keluarganya menyuruhku untuk memasang cincin, mengapa dia tak menolak?”“Yah, itu kan saudara-saudaranya saja yang heboh tadi, dia kan anteng-anteng saja,” ucap Bu Wartini yang masih duduk istirahat di atas sofa.“Maksudku apa dia tidak memberi tahu keluarganya, jika aku tak mungkin menyentuh dia, dia kan belum jadi istriku baru tunangan saja,” ungkap Farid

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 86

    “Mas ini aku bawakan makanan untuk kamu, jika sudah bekerja pasti nggak ingat makan,” ujar Annisa seraya membuka makanan yang ia bawa. “Pak Lukman makan sekalian aja, aku bawa banyak,” ujar Annisa mengajak Lukman untuk makan bersama. “Oh baiklah, kalau kamu memaksa,” ucap Lukman terkekeh. “Tapi kayaknya Annisa nggak maksa kamu buat makan Man,” ujar Damar meninju pelan bahu sahabatnya. Lukman meringis pura-pura kesakitan.“Anggap aja dipaksa, perutku sudah meronta-ronta minta diisi,” ujar Lukman yang tak tau malu. Annisa tersenyum melihat tingkah kedua sahabat baik tersebut. Damar sedang berusaha menyembunyikan kegelisahannya pada Annisa, Lukman masih berada di ruangan Damar, ia terus melirik ke arah Damar yang jika diperhatikan wajahnya begitu gelisah. “Mas, kamu kenapa? Sakit?” tanya Annisa menatap heran pada suaminya. “Ah, enggak, sebenarnya siang ini aku harus bertemu dengan klien di sebuah cafe, tapi aku melupakannya, untung saja tadi Lukman mengingatkanku,” jawab Damar agak

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 87

    “Ah, tidak, sepertinya aku sakit perut sayang... ya sudah aku ke kamar mandi dulu,” ujar Damar berlari ke kamar mandi. Sebenarnya itu hanya alasannya saja agar Annisa tak menaruh curiga pada Damar. Sebelum ke kamar mandi, Damar meletakkan ponselnya di atas nakas.Ting!Sebuah pesan masuk ke ponsel Damar, Annisa bangkit dari duduknya dan akan meraih ponsel Damar yang tergeletak di atas meja. Tiba-tiba saja Damar keluar dari kamar mandi.“Sayang, ambikan air hangat, kayaknya aku masuk angin.” Annisa yang hampir saja meraih ponsel Damar seketika urung. Selama menikah Damar dan Annisa saling terbuka jika soal handphone, Damar nengetahui password ponsel Annisa begitu juga dengan Annisa, alasan mereka agar tak saling curiga.“Bentar Mas aku ambil dulu,” ucap Annisa, kemudian Annisa keluar kamar menuju dapur untuk mengambil segelas air hangat untuk suaminya.“Huffft hampir saja,” gumam Damar, dengan sigap Damar mengambil ponselnya dan membuka pesan yang masuk, benar dari Clarissa. Gegas ia m

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 88

    “Clarisaa, jangan main-main denganku, jika tidak aku akan pergi,” ancam Damar bersiap- siap bangun dari duduknya.“Oke-oke, aku akan mengatakannya.” Kemudian Damar duduk kembali. Ia mendengus kesal, seolah-olah Clarissa seperti hendak mempermainkannya.“Damar, aku ingin jadi istri keduamu.” Tanpa basa-basi Clarissa langsung mengutarakan maksudnya. Damar langsung berdiri, wajahnya memerah, apa ini? Mengapa pula Clarissa ingin menjadi istri kedua Damar, apa ini maksud perbuatannya di Villa waktu itu.“Clarissa aku tidak berniat untuk menikah lagi? Mengapa kau memintaku jadi suamimu?”“Duduk dulu Mar, kita bicarakan ini baik-baik.” Clarissa menenangkan Damar. Damar duduk kembali, ia terus membuang pandangannya ke arah lain.“Kau ingat foto yang aku kirimkan waktu itu? Kita sudah terlanjur melakukannya Damar, sewaktu di villa,” ujar Clarissa sambil terisak.“Astaghfirullah, tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukannya, kau jangan becanda Clarissa,” ujar Damar sambil menggelengkan kepalan

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 89

    Damar segera menemui Bu Widya, ia harus memberi tahu Bu Widya agar menghentikan sandiwara murahan ini, Bu Widya sedang di kamarnya.“Ma, aku ingin bicara.” Damar langsung duduk di bibir ranjang. Bu Widya yang sedang bersolek menghadap cermin rias, menoleh sesaat pada Damar.“Ada apa tho Mar? sepertinya serius sekali.” Kemudian Bu Widya melanjutkan merias wajahnya kembali.“Mengapa Mama menyuruh Clarissa membuat sandiwara sampah ini?!” tanya Damar meninggi, ia benar-benar marah pada Bu Widya, ia tak menyangka Ibu kandungnya tega melakukan hal ini.“Hei kamu kenapa? Kok ngomong gitu sama Mama,” ujar Bu Widya memutar tubuhnya menghadap pada Damar.“Aku tau Mama merencanakan semua ini bukan? Mama yang meletakkan sesuatu ke susu Damar waktu di Villa dan Mama juga yang menyuruh Clarissa masuk ke kamarku,” ujar Damar dengan suara meninggi.“Tenang dulu dong, kamu kok gitu sih Mar, nuduh Mama yang bukan-bukan, mana mungkin Mama mau menjerumuskan kamu Mar,” ujar Bu Widya merasa sedih.“Tapi m

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 90

    “Silahkan duduk Mar, Tante Wid,” ucap Clarissa mempersilahkan Damar dan Bu Widya duduk. Damar dan Bu Widya duduk ditempat yang telah disediakan oleh Clarissa. “Kita pesan makanan dulu ya Tan,” ucap Clarissa lagi menawarkan. “Boleh Ca, kebetulan Tente juga sudah laper,” ucap Bu Widya, ia meletakkan tas mewah di atas meja, sedangkan Damar hanya duduk dengan memasang muka dingin. Bu Widya dan Clarissa, sibuk memesan makanan sambil melihat-lihat buku menu, sementara Damar berkali-kali melirik jam tangannya. “Damar, kamu mau makan apa?” tanya Clarissa menyentuh lengan Damar pelan, Damar langsung menarik tangannya tak suka. “Apa aja.” ketusnya.Bu Widya dan Clarissa kembali bercengkrama bersama, mereka membicarakan hal-hal kecil sampai seputaran tentang wanita, seperti fashion, salon, masih banyak lagi. Damar sampai bosan mendengarnya. “Ma, Damar nggak punya banyak waktu ini, sebentar lagi aku mau balik ke kantor,” ujar Damar. “Ah, buru-buru amat Mar, makan dulu sama Mama dan Clariss

Bab terbaru

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 214

    Esok harinya kami mengadakan resepsi di sebuah gedung, resepsi hanya dilakukan sekali saja, aku tak terlalu suka yang ribet-ribet jadinya cukup satu kali undangannya dari kedua belah pihak. Pihak Zahra mengatakan tak mampu membuat acara di rumahnya lagian membuang-buang uang saja, jadi kamu memutuskan melakukan satu kali acara. Resepsi digelar meriah banyak sanak keluarga yang hadir, termasuk ibu Rania yang kemarin sudah berada di rumahku. Ia begitu bahagia melihat aku bersanding dengan Zahra, begitu juga Ayah dan Ibu ada keharuan di wajah mereka, melepas anak semata wayang mereka. Saat sedang berdiri di pelaminan, Dirga membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ka, kamu tahu, kemarin polisi berhasil menangkap Clarissa, dalang yang menular kita dulu," bisiknya. "Oh ya?" Dirga mengangguk. "Dia pulang ke Indonesia, entah dari mana informasi yang polisi dapatkan, akhirnya dia tertangkap juga," ucap Dirga. "Alhamdulillah, biarkan dia mendapatkan hukuman atas apa yang dia lakukan,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 213

    Kabar hubunganku dengan Zahra tersebar ke seluruh kantor, mereka tak menyangka akhirnya aku dan Zahra bisa berjodoh, mereka langsung mencari tahu pada Dirga dan juga Zahra. Tak butuh waktu lama akhirnya Zahra menerima perjodohan ini dan aku akan melamar Zahra dalam waktu dekat ini.Bisik-bisik di kantor pun mulai terdengar, mereka tak menyangka jika akhirnya aku memilih Zahra yang sederhana. Tak sengaja aku mendengar percakapan karyawanku yang sedang berdiri di dekat depan kantorku."Aku nggak nyangka lho, kok bisa Pak Raka jatuh cinta sama Zahra yang hidupnya sederhana dan juga gayanya biasa saja." Terdengar suara seorang karyawan perempuan yang sepertinya kurang suka dengan aku memilih Zahra."Iya, aku juga heran, masak CEO seleranya cuma begitu, nggak berkelas banget nggak sih." Aku geram dan juga ingin marah dan melabrak mereka tapi saat aku hendak melangkah menghampiri mereka. "Kalian nggak boleh gitu, memandang orang lain dari luarnya saja, walaupun Zahra itu sederhana tapi di

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 212

    “Zahra?” gumamku sambil terus menatap gadis yang dari tadi menunduk kini malah melotot padaku. Matanya membeliak, seolah-olah hendak keluar dari kelopak matanya. Aku juga ikut membeliakkan mataku, tak kalah terkejutnya seperti yang Zahra rasakan. “Pak Raka?” ucap Zahra. Kulihat ibu dan yang lain menatap heran pada kami berdua, ternyata yang akan dijodohkan saling mengenal. Aku juga tak sempat bertanya pada ibu siapa nama wanita yang akan dijodohkan denganku. “Kalian saling kenal?” tanya Tante Sukma. Zahra mengangguk. Kemudian aku menjelaskan karena melihat raut wajah mereka yang bingung. “Zahra adalah karyawan aku di kantor, ia juga teman SMA-ku,” jawabku. “Berarti kalian sudah saling kenal dong,” ucap Tante Sukma. Aku mengangguk hampir bersamaan dengan Zahra. “Wah, wah, menarik ni, jadi ngapain dikenalin lagi ya kan Jeng Nisa, ternyata anaknya saling kenal, tinggal nanyak ke mereka saja, apa kalian cocok satu sama lain,” ucap Tante Sukma. “Benar Jeng, aku nggak nyangka t

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 211

    Malam ini aku masih tiduran di kamarku, sebenarnya malam ini aku dan ibu akan berkunjung ke rumah gadis yang akan dijodohkan oleh Ibu, gadis itu adalah anak dari temannya dari temennya ibuku, Tante Sukma. Tante Sukma adalah teman yang baru ibu temui di acara pengajian akhir-akhir ini, istilahnya teman baru. Aku benar-benar tidak bersemangat sedikit pun, menolak pun aku tak mungkin. Sore tadi Mama mengatakan padaku. Jika dia tidak percaya pada dengan pilihanku. “Tuh, contohnya si Briana kan nggak genah, malah kayak memaksakan diri untuk bersamamu, pokoknya kali ini kamu nurut sama Ibu,” ucap Ibu, sepertinya ucapan ibu tak bisa dibantah lagi. Tapi untuk mengganti bajuku saja enggan aku malah mengantuk. Tok! Tok! Pintu kamar di ketuk, itu pasti ibu, dia pasti menyuruhku ganti baju, padahal sudah dari tadi sore ibu mewanti-wantiku. Aku beranjak dari tidurku dengan malas dan membuka pintu kamarku. Wajah cantik ibu terlihat di depan pintu dengan jilbab lebarnya yang menjuntai. Ibu menili

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 210

    Aku berjalan keluar cafe tersebut berjalan dengan langkah gontai. Ternyata Zahra telah dijodohkan dengan orang lain. Apa aku harus menyerah begitu saja? Apa aku harus pasrah pada keadaan dan menerima Briana lagi? Aku tak lagi kembali ke kantor, karena aku tak sanggup untuk bertatap muka dengan Zahra. Ku putuskan untuk mengatakan semua ini pada ibu, ya pada ibuku. Aku segera memacu mobilku di jakanyang padat, aku ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan ibu. Tak beberapa lama aku bertemu dengan ibu dan ingin melepaskan semua bebanku ini. “Eh, eh, kok kusut gitu? Kenapa Nak?” Sapa Ibu dengan senyum hangatnya. Aku nafas dan menghempaskan bobot tubuhku di sofa tepat di samping Ibuku. “Ada apa ayo cerita,” ucap ibu penuh perhatian. Kemudian aku menceritakan soal Briana masa laluku yang telah kembali, ia ingin aku kembali padanya. “Maksud kamu Briana teman kuliah kamu itu?!” tanya ibu terkejut. Aku mengangguk lemah. “Udah, nggak usah. Ibu nggak akan setuju, kalau udah nggak norm

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 209

    "Dirga, biasa aja dong. Jangan begitu, aku kan cowok normal," ucapku dengan wajah kusut. Dirga tersenyum penuh arti padaku, membuat aku salah tingkah. "Sejak kapan kamu jatuh cinta pada Zahra?" tanya Dirga dengan tatapan tajam. "Nggak tahu, Ga. Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh begitu saja di hatiku. Mungkin saat dia ikut wawancara di kantor ini, aku juga tak tahu," aku tergelak gugup. Dirga menatapku sambil tersenyum simpul. "Em, aku tahu saat itu. Sewaktu aku mau menyatakan cinta pada Zahra, raut wajahmu berubah, wajar tak menentu. Aku tahu sebenarnya kau sudah menaruh hati padanya, tapi kau tak mau mengakuinya." Aku tercenung sesaat, berpikir kembali perasaan yang terus kubendung selama ini. "Yah, padahal aku sudah berusaha menyembunyikan perasaan ini dan menjaga sikap agar tak seorang pun yang tahu jika aku sebenarnya menaruh hati pada Zahra." "Benar kan?" tanya Dirga. "Mungkin..." aku menjawab dengan ragu. Dirga tertawa. "Raka, Raka, kamu masih saja menyembunyikan perasaanmu,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 208

    Briana? Apakah itu kau?" tanyaku sambil berusaha bersikap biasa saja. Aku melirik Zahra yang mulai gelisah dan risih karena kehadiran Briana."Ternyata kau masih mengingatku. Bolehkah aku duduk?" "A-ah, eh, tentu saja, silahkan," ucapku dengan gagu sambil mempersilahkan Briana untuk duduk. Selama ini aku berusaha melupakan masa lalu, tapi kini Briana hadir di depanku. Sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin dia muncul begitu saja? Apakah dia sudah berubah, atau mungkin sudah normal kembali? "Pak Raka, sepertinya Anda punya tamu penting. Saya permisi dulu, nanti jika sudah selesai Bapak bisa memanggil saya lagi," ucap Zahra. Aku jadi bingung dan merasa bersalah. Bagi aku, Zahra yang lebih penting. Namun, mungkin saja Zahra mengira bahwa Briana adalah kekasihku dan bahwa bunga yang kubawa ini untuk Briana. Padahal ini untuknya. "Ah, baiklah, nanti saja kita bicara saat makan siang," jawabku kepada Zahra. Zahra mengernyitkan dahinya, namun kemudian ia

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 207

    Malam itu, aku terjaga sepanjang malam, memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan cinta yang kian dalam ini kepada Zahra. Semakin kukendalikan perasaanku, semakin kukhawatirkan hari dimana aku terlambat mengungkapkannya kepadanya. "Benarkah ini cinta? Apa aku bisa mengatakannya melalui telepon saja? Atau mungkin lewat pesan?" Bisik hatiku. Aku meraih ponselku yang tergeletak di sampingku, meraba-raba dalam gelap, mencari nama Zahra di dalam daftar kontak. Saat jari-jari mulai mengetik, teringat akan satu momen ketika Zahra menyebut bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Teringat akan wajahnya, air muka cemburuku tiba-tiba bergejolak. "Bukankah dengan Dirga? Lalu dengan siapa? Aku harus melakukannya, aku harus memberanikan diri sebelum terlambat." Namun ketika hampir menghubunginya, rasa ragu menghantui hatiku. Segala pertanyaan berkecamuk dalam benak ini, "Apa yang harus aku katakan padanya? Apakah dia akan menolakku dengan halus atau dengan marah?" Menghem

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 206

    Melihat ekspresi wajah Dirga yang penuh kebahagiaan, aku tak bisa menahan rasa was-was dan cemas di dalam hati. Semakin mendekati saat calon istrinya keluar dari kamar, semakin besar kekhawatiran yang menghantui pikiranku. Bagaimana kalau ternyata calon tunangan Dirga adalah Zahra, wanita yang selama ini jadi bagian terbesar dari hidupku? Aku merasa seperti diterjang gelombang emosi yang menerjang tanpa ampun. Tiba-tiba, seorang wanita berhijab keluar dari kamar, didampingi oleh dua orang perempuan. Ia menunduk sambil berjalan ke arah kami semua. Mataku tak bisa lepas dari wanita tersebut, perhatianku tertuju pada postur tubuhnya yang ramping dan tinggi, seperti tubuh Zahra. "Apakah benar dia? Apakah Zahra-lah yang akan menjadi istri Dirga?" Batinku, hati berdebar kencang. Namun, ketika wanita itu akhirnya menatapku, aku baru menyadari sesuatu."Hei, kok gitu banget memperhatikan calon istrinya Dirga," ucap Ibu setengah berbisik sambil menepuk pahaku. "Eh, eh, penasaran aja Bu!" bis

DMCA.com Protection Status