Pijar masih mematung di tempatnya berdiri meskipun Manda sudah tidak berada disana. Ada banyak hal yang dipikirkan di dalam kepalanya tentang kehamilan Manda. Ternyata Manda orang yang dicintai oleh Elang selama ini, mungkin karena itulah Elang mengatakan banyak hal kepada Manda tentang masa lalunya.Mencoba tidak terpengaruh, Pijar berusaha mengenyahkan segala pikiran buruk dalam kepalanya. Jangan lagi memasukkan Elang dalam pikirannya atau hanya akan ada masalah yang muncul. Pulang dari rumah sakit, sebuah telepon dari ayahnya mengejutkan dirinya. Lelaki paruh baya itu bilang, dia akan mengenalkannya dengan seorang lelaki. Putra dari seorang teman lama yang kebetulan dia berada di kota yang sama dengan Pijar. “Datanglah besok di restoran yang sudah Ayah sebutkan tadi. Temui dia. Siapa tahu cocok.” Pikiran Pijar tentang membangun rumah tangga, ternyata juga diinginkan oleh sang ayah. Lelaki itu memang pernah bilang ingin memperkenalkan seseorang lelaki kepada Pijar, tetapi belum t
Elang tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya, Pijar harus menginap di rumah sakit karena sesak yang luar biasa. Rasa takut dan tertekan nyatanya berdampak begitu buruk pada perempuan itu. Elang menatap Pijar yang terbaring di ranjang rumah sakit itu dengan sedikit penyesalan. “Apa pun yang membuat pasien merasa takut dan tertekan, tolong dijauhkan dulu, Pak. Pasien harus tenang dan tidak boleh memikirkan banyak hal.” Itulah yang dikatakan oleh dokter tadi. Elang kini tidak bisa berkutik ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia menuduh Pijar hanya berpura-pura, tetapi nyatanya memang Pijar takut kepadanya. Deringan ponselnya membuat Elang menghentikan lamunannya. Nama Manda terlihat di sana. Dengusan itu keluar dari mulutnya. “Ada apa?” tanyanya ketika sudah menerima panggilan. “Apa kamu tidak tahu bagaimana cara menggunakan aplikasi untuk membeli sesuatu?” Elang terlihat kesal. “Aku akan menelpon restorannya. Tunggulah!” Elang segera mematikan panggilan tersebut sebelum
“Apa kira-kira Elang nggak akan ganggu kamu lagi, Jar?” tanya Leo kepada Pijar ketika di ruangan itu hanya tinggal mereka berdua. “Aku khawatir dia hanya mengatakan iya sekarang, tapi dia akan kembali nanti dan membuat kamu tertekan.” Jika menurut cerita-cerita Pijar selama ini mengenai Elang, lelaki itu keras kepala dan tidak mengindahkan permintaan orang lain. Mungkin Elang sekarang tampak mengerti apa yang dikatakan oleh Rio, siapa yang tahu kalau itu hanya sebuah kepura-puraan. “Aku nggak tahu, Mas. Semoga saja dia nggak muncul lagi di hadapanku. Aku benar-benar merasa takut. Aku udah mencoba untuk menahan diriku, tapi nyatanya aku nggak bisa sama sekali,” papar Pijar tentang yang dialaminya hari ini. “Kamu bertemu dia di mana?” Rio mulai mengintrogasi. Maka Pijar segera menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bahkan tak lupa dia juga menceritakan tentang Noah. “Mas, apa aku harus mulai membuka hati untuk orang lain?” Pijar menunduk memainkan jari-jarinya. “Aku sebenarnya masih
Elang tidak bisa mengabaikan senyum culas yang dikeluarkan oleh Manda ketika dia duduk sofa single di dalam ruang tamu tersebut. Elang jelas tidak tahu sudah berapa lama perempuan itu ada di rumahnya dan sudah berapa banyak kalimat yang dikeluarkan. Entah perempuan itu mengatakan tentang kehamilannya atau dia hanya bermain-main. “Kamu nggak pernah bilang kalau kamu sudah punya pacar.” Sang ayah memulai. “Kalian juga sedang kerjasama dalam beberapa proyek. Manda datang untuk memperkenalkan diri kepada kami siapa dia.” “Siapa bilang aku sudah punya pacar?” Elang mengernyit ketika menatap sang ayah. “Aku belum berminat untuk menjalin hubungan dengan siapa pun.” Alih-alih tersinggung, Manda justru hanya memasang senyum kecil mendengar ucapan Elang kepada orang tuanya. Dia seakan tidak malu dengan penolakan yang Elang berikan kepadanya. “Manda pacar kamu, ‘kan?” Kini sang ibu yang berbicara. “Manda bilang, hubungan kalian sudah sangat dalam sehingga dia meyakinkan diri untuk datang
Yang Elang lakukan akhir-akhir ini adalah menjadi seorang mata-mata. Dia bahkan harus mengganti mobilnya agar orang yang tengah dimata-matai tidak tahu jika itu dirinya. Elang melamun panjang di dalam mobilnya. Melihat sekeliling tempat tersebut dan sebuah pikiran muncul di dalam kepalanya. Sepertinya akan lebih baik kalau dia menyewa rumah di sana agar bisa memantau lebih banyak lagi tentang Pijar. Lamunan itu buyar ketika sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah Pijar. Tak lama setelah itu, Pijar keluar dari sana bersama dengan Noah. Hal itu tentu saja membuat Elang geram luar biasa. “Sudah sedekat apa mereka?” Itulah yang menjadi pertanyaannya. Namun, kali ini Elang tidak gegabah untuk keluar dari mobil lalu menarik Noah dan menghajarnya. Dia tidak akan melakukan hal gila seperti itu. Elang terus melihat dua orang yang sekarang tengah duduk di teras rumah sambil mengobrol. Sesekali ada tawa yang dikeluarkan. Untungnya itu tak berlangsung lama karena Noah memilih pamit kepada P
Ketidakhadiran Elang di dalam hidup Pijar dalam hitungan minggu ini membuat Pijar bisa fokus dengan penyembuhannya. Dia berharap, ketika suatu hari nanti mereka kembali bertemu, maka dia sudah selesai dengan ketakutannya. Rio menggemblengnya tidak main-main dan berusaha untuk melepaskan Pijar dari bayang-bayang rasa takut kepada Elang. “Kalau boleh, aku ingin sekali ikut kamu terapi.” Suatu hari, Noah mengatakan itu kepada Pijar. Pijar sebenarnya tidak ingin bercerita tentang penyakitnya, sayangnya, Noah mendesaknya. Tidak banyak yang dikatakan oleh Pijar, dan Noah memahami hal itu. “Jar, aku tahu ini pasti mengejutkan kamu. Tapi, aku ingin melanjutkan hubungan ini menjadi lebih serius.” Noah mengatakan itu ketika dia berada di teras rumah Pijar baru saja mengantarkan Pijar. Mobil gadis itu berada di bengkel untuk pengecekan rutin. Noah tiba-tiba saja menjadi laki-laki yang datang seperti sebuah keajaiban dan lama-lama mereka menjadi dekat. Benar, Noah adalah lelaki yang dikenalka
“Apa yang terjadi?” Elang baru saja sampai di kediaman Manda dan melihat perempuan itu baik-baik saja. Dia bahkan harus memastikan lagi dan lagi dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk memastikan ‘darah’ yang dikatakan oleh perempuan itu sebelum dia mematikan teleponnya tadi. Namun, Elang tidak menemukan luka dari tubuh perempuan itu. “Sorry, itu tadi ada nyamuk yang gigit aku sampai darahnya keluar di tanganku. Aku nggak suka lihat darah, jadi aku kaget.” Senyumnya kaku ketika mengatakan itu. Sontak saja hal itu membuat Elang mengeratkan rahangnya karena kesal. Elang tidak suka ada perempuan manja yang suka memanfaatkan kesempatan. Baginya hal itu sangat menjengkelkan. “Kamu mempermainkanku, Manda?” Suara dingin syarat akan kemarahan itu keluar. “Nggak, Lang. Aku nggak bermaksud seperti itu.” Tangan perempuan itu segera menggenggam tangan Elang dengan erat agar lelaki itu tidak pergi. “Aku minta maaf. Ayo masuk. Aku benar-benar ingin melihat kamu.” “Kamu sekarang sudah meliha
Elang tidak keluar dari mobil dan bertahan di dalam sana meskipun rasa marah dan kecewa itu membumbung tinggi di dalam hatinya. Melihat Pijar bersama dengan lelaki lain secara langsung, lalu tertawa karena orang tersebut, seolah memberikan tamparan keras untuk Elang. Dia marah pada keadaan yang membuatnya harus jauh dan bahkan membuat orang yang dicintainya takut kepadanya. Jika dia nekad untuk mendekat, maka bukan tidak mungkin seumur hidupnya tidak bisa melihat Pijar. Namun, jika dia tidak mendekat, maka sudah bisa dipastikan akan ada orang lain yang mendekati perempuan itu. Itu sudah terjadi sekarang. Tidak terasa, sore itu datang. Pijar dan Noah sudah tidak terlihat lagi di depan rumah. Entah ke mana perginya mereka berdua, tetapi itu adalah kesempatan yang baik untuk Elang bisa masuk ke rumah tanpa diketahui oleh Pijar. Dia lantas merebahkan tubuhnya di atas sofa hanya untuk melamun menatap langit-langit ruang tamu. “Apa sebenarnya hubungan mereka sudah sedekat itu?” tanya Ela