Sambil menunggu buka puasa, baca Elang dulu, Ges!!
Yang Elang lakukan akhir-akhir ini adalah menjadi seorang mata-mata. Dia bahkan harus mengganti mobilnya agar orang yang tengah dimata-matai tidak tahu jika itu dirinya. Elang melamun panjang di dalam mobilnya. Melihat sekeliling tempat tersebut dan sebuah pikiran muncul di dalam kepalanya. Sepertinya akan lebih baik kalau dia menyewa rumah di sana agar bisa memantau lebih banyak lagi tentang Pijar. Lamunan itu buyar ketika sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah Pijar. Tak lama setelah itu, Pijar keluar dari sana bersama dengan Noah. Hal itu tentu saja membuat Elang geram luar biasa. “Sudah sedekat apa mereka?” Itulah yang menjadi pertanyaannya. Namun, kali ini Elang tidak gegabah untuk keluar dari mobil lalu menarik Noah dan menghajarnya. Dia tidak akan melakukan hal gila seperti itu. Elang terus melihat dua orang yang sekarang tengah duduk di teras rumah sambil mengobrol. Sesekali ada tawa yang dikeluarkan. Untungnya itu tak berlangsung lama karena Noah memilih pamit kepada P
Ketidakhadiran Elang di dalam hidup Pijar dalam hitungan minggu ini membuat Pijar bisa fokus dengan penyembuhannya. Dia berharap, ketika suatu hari nanti mereka kembali bertemu, maka dia sudah selesai dengan ketakutannya. Rio menggemblengnya tidak main-main dan berusaha untuk melepaskan Pijar dari bayang-bayang rasa takut kepada Elang. “Kalau boleh, aku ingin sekali ikut kamu terapi.” Suatu hari, Noah mengatakan itu kepada Pijar. Pijar sebenarnya tidak ingin bercerita tentang penyakitnya, sayangnya, Noah mendesaknya. Tidak banyak yang dikatakan oleh Pijar, dan Noah memahami hal itu. “Jar, aku tahu ini pasti mengejutkan kamu. Tapi, aku ingin melanjutkan hubungan ini menjadi lebih serius.” Noah mengatakan itu ketika dia berada di teras rumah Pijar baru saja mengantarkan Pijar. Mobil gadis itu berada di bengkel untuk pengecekan rutin. Noah tiba-tiba saja menjadi laki-laki yang datang seperti sebuah keajaiban dan lama-lama mereka menjadi dekat. Benar, Noah adalah lelaki yang dikenalka
“Apa yang terjadi?” Elang baru saja sampai di kediaman Manda dan melihat perempuan itu baik-baik saja. Dia bahkan harus memastikan lagi dan lagi dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk memastikan ‘darah’ yang dikatakan oleh perempuan itu sebelum dia mematikan teleponnya tadi. Namun, Elang tidak menemukan luka dari tubuh perempuan itu. “Sorry, itu tadi ada nyamuk yang gigit aku sampai darahnya keluar di tanganku. Aku nggak suka lihat darah, jadi aku kaget.” Senyumnya kaku ketika mengatakan itu. Sontak saja hal itu membuat Elang mengeratkan rahangnya karena kesal. Elang tidak suka ada perempuan manja yang suka memanfaatkan kesempatan. Baginya hal itu sangat menjengkelkan. “Kamu mempermainkanku, Manda?” Suara dingin syarat akan kemarahan itu keluar. “Nggak, Lang. Aku nggak bermaksud seperti itu.” Tangan perempuan itu segera menggenggam tangan Elang dengan erat agar lelaki itu tidak pergi. “Aku minta maaf. Ayo masuk. Aku benar-benar ingin melihat kamu.” “Kamu sekarang sudah meliha
Elang tidak keluar dari mobil dan bertahan di dalam sana meskipun rasa marah dan kecewa itu membumbung tinggi di dalam hatinya. Melihat Pijar bersama dengan lelaki lain secara langsung, lalu tertawa karena orang tersebut, seolah memberikan tamparan keras untuk Elang. Dia marah pada keadaan yang membuatnya harus jauh dan bahkan membuat orang yang dicintainya takut kepadanya. Jika dia nekad untuk mendekat, maka bukan tidak mungkin seumur hidupnya tidak bisa melihat Pijar. Namun, jika dia tidak mendekat, maka sudah bisa dipastikan akan ada orang lain yang mendekati perempuan itu. Itu sudah terjadi sekarang. Tidak terasa, sore itu datang. Pijar dan Noah sudah tidak terlihat lagi di depan rumah. Entah ke mana perginya mereka berdua, tetapi itu adalah kesempatan yang baik untuk Elang bisa masuk ke rumah tanpa diketahui oleh Pijar. Dia lantas merebahkan tubuhnya di atas sofa hanya untuk melamun menatap langit-langit ruang tamu. “Apa sebenarnya hubungan mereka sudah sedekat itu?” tanya Ela
Elang dibuat linglung untuk beberapa waktu ketika dia sudah menyadari jika dia baru saja bermimpi. Kejadian itu ternyata adalah kilasan masa lalu yang pernah terjadi. Seolah mimpi itu tengah mengingatkan Elang pada kejadian yang sudah ditutupi selama ini. Ingatannya lantas memutar lagi kata-kata Pijar. Benar, Pijar pernah mengatakan jika dia mengakhiri hubungannya dengan Elang adalah demi kebaikannya. Namun, dia rasa itu hanya alasan yang dibuat-buat.“Apa ini terkait penyakitnya? Dia sudah mengalami depresi akut saat itu?” tebak Elang mencoba menduga-duga. Tidak ada jawaban yang bisa dia dapatkan jika dia tak bertanya langsung pada Pijar. “Ini menyebalkan,” gumam Elang dengan wajah kesal. Mengusap wajahnya dengan kasar. Dia lantas berdiri dan melihat keluar ternyata matahari sudah tidak terlihat. Ini hampir maghrib. Elang memilih untuk membersihkan badannya sebelum dia mengisi perutnya. Rasa lapar itu seolah tengah menggerogoti tubuhnya. Elang memilih untuk memesan makanan agar tida
Sepanjang malam, Pijar tidak bisa tidur karena satu kata yang Elang ucapkan kepadanya. Sorry, itu adalah kata-kata sederhana yang seharusnya tidak perlu dia pikirkan. Hanya saja, yang mengatakan itu adalah lelaki yang selama ini sangat menunjukkan kebencian kepadanya. Perubahan tiba-tiba itu, tentu bukan tanpa alasan. Elang pasti merasa bersalah karena sudah membuat penyakit Pijar kambuh sampai berujung ketakutan. “Nggak. Aku nggak boleh terharu dengan hal sekecil ini.” Pijar bergumam sambil menatap langit-langit kamar. “Elang adalah lelaki yang bisa melakukan apa pun untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Dia melakukan ini sekarang karena pasti dia merasa terusik sebab aku menjauhinya. Kalau aku sudah luluh dengannya, itu hanya akan membuat dia kembali mengeluarkan kata-kata kasar itu kepadaku lagi.” Pijar adalah orang yang akan mengingat semua perlakuan buruk orang lain kepadanya karena sejatinya dia adalah pendendam. Hanya saja, jika tidak sangat kelewatan, maka dia hanya aka
“Ibu jawab apa?” Setelah beberapa saat Pijar terkejut, dia memastikan jawaban ibunya yang diberikan kepada Noah. Selama ini, Noah tidak mendesaknya untuk sampai pada hubungan tersebut. Mereka menjalani semuanya dengan santai, tetapi diam-diam, dia justru langsung menghubungi orang tuanya. Bahkan, dia belum pernah bertemu dengan orang tua Noah. [Ibu belum menjawab apa pun, semua keputusan ada di tangan kamu. Cuma, Ibu menyarankan agar kamu memikirkan matang-matang dan menerima dia. Noah memiliki keluarga yang baik. Mungkin cepat atau lambat, orang tua Noah akan datang menemui kamu.] Jawaban dari ibunya membuat Pijar terdiam. Setelah basa-basi sebentar, dia mengakhiri sambungan teleponnya. Pijar berpikir apa yang harus dilakukan. Setelah tahu tentang masalah ini, dia pasti akan merasa canggung dengan keberadaan Noah. Karena banyak melamun, Pijar akhirnya lupa waktu. Bahkan ketika Noah sudah sampai di rumahnya, dia belum bersiap-siap sama sekali. “Aku belum mandi, Mas.” Pijar meleba
“Mas.” Pijar bergumam dengan pelan karena tidak tahu jawaban apa yang harus diberikan kepada Noah. Lidahnya seolah kelu. Haruskah dia mengatakan dengan jujur tentang perasaannya, atau dia harus menutupi dan berpura-pura. Namun, Pijar bukan orang yang seperti itu. Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Bukankah akan lebih baik kalau dia terus terang kepada Noah. “Mas … aku belum mencintai Mas.” Akhirnya Pijar mengungkapkan rasa. “Ada hal yang belum Mas ketahui tentang aku dan itu banyak. Aku nggak bermaksud untuk menyembunyikan, tapi aku belum bisa menceritakan.” Pijar tidak menarik tangannya dari genggaman Noah. Tidak juga balik menggenggamnya. “Bisa nggak kalau kita jalani ini lebih dulu. Mas tahu sekarang aku sedang berobat dan masih membutuhkan waktu untuk aku sembuh total. Aku bahkan nggak bilang apa pun kepada orang tuaku tentang kambuhnya penyakitku.” Pijar tentu bisa merasakan ketulusan yang Noah berikan kepadanya. Dia tak ingin membuat lelaki itu kecewa, hanya saja
Pernikahan itu tidak mewah seperti yang diinginkan oleh Ruby sebelumnya. Namun, bisa dirasakan begitu khidmatnya acara akad nikah tersebut. Tamu yang datang benar-benar hanya teman dekat dari dua belah keluarga sehingga acara itu sungguh begitu nyaman.Sepanjang acara, Orion tidak melepaskan Ruby sama sekali. Entah itu dengan menggenggam tangannya, memeluk pinggangnya, atau hanya menempelkan bahunya dengan bahu Ruby. Lelaki itu seolah tidak ingin ditinggalkan oleh Ruby. Acara itu hanya berjalan dua jam, tetapi Orion merasa dia lelah luar biasa.“Pa, Ma, aku pamit.” Ruby berdiri di depan anggota keluarganya untuk pergi dari rumah dan tinggal berdua dengan Orion. Mereka bahkan tidak ingin seharipun menginap di rumah orang tua Ruby.“Kamu baik-baik, ya. Sekarang kamu sudah menjadi istri. Yang nurut sama suami. Kalau ada sesuatu yang dirundingkan dan jangan asal ambil keputusan sendiri,” pesan ibunya dengan mata berkaca-kaca.“Iya, Ma. Aku ngerti.” Ruby mengangguk dan tidak lagi banyak bic
Ruby tampak anggun dengan dress navy di bawah lutut. Rambutnya diurai dengan model curly, make up tipis menghiasi wajahnya. Keseluruhan penampilannya begitu cantik luar biasa. Sebelumnya dia tak pernah berpenampilan seperti ini. Tentu saja hal itu membuat Orion tampak terpesona. Senyum tipis penuh makna itu terlihat di bibirnya. Dua keluarga itu duduk berhadapan untuk membicarakan masalah pernikahan. Pada akhirnya, hubungan yang dianggap tidak akan bertahan lama itu ternyata akan berakhir di pelaminan. “Untuk mengikat keduanya, kami sudah menyiapkan cincin pertunangan untuk mereka. Maaf kalau sebelumnya kami tidak mengatakan apa pun terkait ini, tapi, akan lebih baik kalau mereka tunangan lebih dulu.” Pijar meletakkan kotak cincin di atas meja dengan keadaan terbuka. Dua cincin berkilauan itu terlihat. Satu cincin bertahtakan berlian itu tampak begitu mewah dan indah. Cincin itu diperuntukkan untuk Ruby dan satu cincin polos tentu saja untuk Orion. “Bu Pijar, bukankah ini terlalu
“Pasti ada hal penting yang ingin dr. Daniel katakan kepada kami sehingga jauh-jauh datang ke kantor kami.” Elang menyambut dengan baik kedatangan Daniel. Setelah mengetahui jika Elang adalah seorang CEO, lelaki itu tampaknya mengubah pandanganya tentang Orion. Dia belum tahu mendalam tentang Orion dan keluarganya dan hanya dengan semua ini saja dia sudah terkejut luar biasa. Daniel mengangguk sebelum berbicara. “Ruby menerima tawaran Orion. Dia mau menikah dengan Orion dan saya diminta Papa untuk menemui Pak Elang untuk membicarakan tentang ini. Kapan keluarga kami bisa datang ke kediaman Pak Elang untuk membahas pernikahan?” Elang menatap Orion yang juga tengah menatapnya dengan serius. Dia tak memiliki apa pun untuk dikatakan. Lelaki itu hanya diam seolah masih mencerna setiap kejadian yang terjadi hari ini. “Kalau memang ingin membicarakan pernikahan, kami saja yang akan datang. Sekalian melamar secara resmi.” Elang menjawab dengan lugas dan tegas. “Tidak, Pak. Bapak dan kelu
“Aku sudah memutuskan untuk menikah. Nggak peduli kalau hanya menjadi ibu rumah tangga.” Setelah memikirkan selama berhari-hari, akhirnya Ruby mengambil keputusan dan mengatakan kepada keluarganya. setelah makan malam, dia mengumpulkan empat anggota keluarganya untuk diajak berbicara serius. Baginya semua akan sama saja. Dia sekarang terkurung di rumah besar orang tuanya tanpa melakukan apa pun. Semua yang dia mau sudah tersedia dan sekedar menginginkan es krim saja sudah tersedia. Ruby sudah merasa lelah dengan semua yang terjadi sekarang. Biarlah dia menikah dan menjadi istri Orion. Dia tidak pernah apa keputusannya menikah muda adalah keputusan yang tepat, tetapi baginya ini lebih baik. “Aku sudah memikirkan secara matang dan mendalam. Aku akan menikah dengan lelaki yang bisa memberikan aku banyak cinta dan Orion adalah orang itu.” Ruby menatap satu per satu keluarganya. Bisa dilihat bagaimana mereka tampak terkejut yang berusaha ditutupi. Rahang sang ayah tampak mengerat, pun d
Seluruh anggota keluarga Ruby dibuat terkejut dengan kemunculan Orion di rumah mereka. Orion tidak datang sendiri melainkan bersama dengan kedua orang tuanya. Lelaki itu seolah ingin menunjukkan keseriusannya kepada Ruby atas hubungannya dengan gadis itu. Ayah Ruby tentu saja menerima kedatangan mereka dengan santun selayaknya tuan rumah menerima tamu. “Maafkan kami, Pak, kalau kedatangan kami mengejutkan Bapak dan keluarga.” Elang mengawali. “Tujuan kami ke sini tak lain adalah untuk itikad baik kami dalam hubungan Orion dan Ruby.” Ruby yang juga berada di sana pun terlihat terdiam tak mengatakan apa pun. Elang adalah bos besar dan dia bahkan tidak pernah berhadapan langsung dengan lelaki itu sejauh dia bekerja di Infinity. Namun, sekarang lelaki itu tiba-tiba datang dan membicarakan masalah hubungan putranya dengan mantan karyawannya. Sungguh, dalam bayangan Ruby pun dia tak pernah menyangka hari ini akan tiba. “Orion mengatakan jika dia sangat mencintai Ruby dan tidak siap jika
Total sudah dua bulan Orion tidak bertemu dengan Ruby. Jangan tanyakan bagaimana rindunya lelaki itu kepada sang pujaan hati. Setelah dia mendapatkan alamat rumah orang tua Ruby, alih-alih segera mendatangi rumah gadis itu, dia justru terus memutar ucapan sang ayah di dalam kepalanya. Dia selama ini tidak pernah mendapatkan penolakan dalam hal apa pun. Tentu saja ada sebuah ketakutan yang muncul di dalam hatinya jika orang tua Ruby akan menolaknya mentah-mentah. Oleh karena itu, dia belum berani ambil resiko. Namun, semakin dia merasakan rindu itu menggebu, semakin tidak bisa dia mengendalikan emosinya. Hampir setiap hari dia marah kepada orang-orang di sekitarnya. “Silakan, Mas.” Orion terhenyak ketika seorang pelayan datang membawa pesanan makan siangnya. Dia mengangguk dan berterima kasih kepada pelayan tersebut sebelum memulai makan. Merasa ada yang memperhatikan, Orion mendongak dan seperti ada tamparan di wajahnya, tepat di depannya ada Ruby yang menatap ke arahnya. Orion den
Perjalanan cinta Orion sama sekali tidak mudah. Pertentangan itu bukan hanya muncul dari satu orang, tetapi satu keluarga Ruby. Orion memang belum pernah bertemu dengan ayah Ruby, tetapi dia pun yakin semua ucapan Daniel sudah mewakili ayahnya. Sekarang dia hanya menunggu sebuah keajaiban barangkali dia akan bertemu dengan Ruby tanpa disengaja. “Mas Orion.” Orion mendongak menatap dua orang yang ada di depannya. Dia memanggil dua orang tersebut untuk ke ruangannya. “Duduk!” perintahnya setelah itu. “Di antara kalian, apa ada yang tahu sesuatu tentang Ruby?” tanya Orion. “Kalian satu divisi dengan Ruby saya rasa mungkin ada sesuatu yang bisa kalian bagi tentang dia.” Dua orang itu saling menatap sebelum salah satu dari mereka menjawab. “Jujur saja selama kami bekerja bersama dengan Ruby selama ini, nggak pernah sekalipun dia bercerita tentang kehidupan pribadinya, Pak.” Orion sudah menduga jawaban itu yang diberikan. Namun, dia memilih untuk tidak berbicara lebih dulu. “Ruby itu ti
Seorang lelaki berbadan kekar berdiri di depan Ruby dengan wajah garangnya. Ruby tidak tahu kenapa ada lelaki asing itu di rumah orang tuanya, tetapi tiba-tiba saja dia mengingat ucapan ayahnya saat itu. Jika Ruby ingin ke mana-mana, maka ada seorang bodyguard yang akan menemaninya. Apa jangan-jangan ….“Namanya Brama.” Ayah Ruby tiba-tiba bersuara. “Dia yang akan menemani kamu ke mana pun kamu pergi. Kamu bisa jalan-jalan ke mana pun kamu mau dan Brama yang akan membayar semuanya. Papa sudah memberikan kartu debitmu kepadanya.” Ruby tahu kenapa ayahnya melakukan itu karena memang kartu debit yang diberikan kepadanya bahkan tidak diterima. “Aku nggak mau ke mana-mana.” Ruby berlalu dari hadapan sang ayah untuk pergi ke ruang makan. Ruby tidak berlama-lama mogok makan. Bagaimanapun dia tidak ingin mati secara mengenaskan hanya karena kelaparan. “Aku butuh HP-ku, Pa.” Ruby duduk di kursi makan. Menerima roti yang baru saja dibuatkan oleh ibunya. “Daniel bilang kalau kamu sudah dibel
“Semua urusan di kantormu sudah Abang selesaikan. Kamu per hari ini sudah nggak tercatat lagi sebagai karyawan Infinity.” Daniel baru saja pulang dari rumah sakit ketika melihat adiknya tengah melamun di halaman samping rumah dengan sebuah buku di tangannya. Lelaki itu meletakkan barang belanjaan di atas meja sebelum duduk di kursi berseberangan dengan kursi yang diduduki oleh Ruby. “Ini Abang belikan HP dan tablet baru buat kamu. Nomornya sudah ada dan kamu tinggal pakai.” Ruby melirik tanpa minat seolah dia tak membutuhkan itu. Untuk apa barang-barang mewah itu? Toh dia sebenarnya membutuhkan itu untuk bekerja. Sekarang semuanya sudah berakhir dan sudah tidak menyisakan apa pun lagi di dalam hidupnya. “Non Ruby, dipanggil untuk ke ruangan Bapak.” Belum satu terjawab, dia sudah diminta menghadap sang ayah. Betapa kakunya hidupnya sekarang. Ini adalah hal yang paling tidak disenangi ketika dia berada di rumahnya. Segalanya terasa begitu berat untuknya. Ruby beranjak untuk menemui