Nanti saya revisi lagi, teman-teman. Terima kasih banyak atas pengertiannya. Happy reading. Salam Sayang.
"Tinggallah di sini, Ra. Aku akan menjaga kalian," kata Alastair.Aldara melirik ke arah Ryu yang tengah fokus membaca buku sambil duduk di sofa yang ada di balkon. Setelah beberapa saat lalu mengakhiri temu kangennya dengan Alastair, anak laki-laki itu sudah bisa lebih tenang."Aku tidak yakin Ryu bisa nyaman di sini, Al. Sekolahnya juga ada di desa, semua teman-temannya ada di desa." Alastair terdiam. Meskipun ingin sekali memaksa, tetapi Alastair tidak melakukannya. Ia takut Aldara tidak nyaman."Baiklah, kamu boleh tinggal di desa sementara waktu. Nanti aku akan berkunjung satu Minggu sekali," ucap Alastair yang membuat Aldara mengangguk."Kalau ada apa-apa langsung telepon aku, Ra."Aldara terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepala, membuat Alastair mengernyit bingung atas respon wanita itu.Apa ada yang lucu? Bukankah dia hanya ingin perhatian?"Ada yang salah?" tanya Alastair.Wanita itu menggeleng. "Tidak. Hanya saja ... kau ini lucu sekali. Aku sudah biasa hidup sendiri. Ti
"Aaargh ...." Kenneth berteriak saat tubuhnya didorong masuk ke dalam penjara oleh petugas kepolisian. "Anda akan menunggu di sini sampai ada panggilan untuk persidangan, Pak. Tolong jaga sikap!" kata petugas polisi. Kenneth tidak menyahut, pria itu terdiam dan hanya mampu menatap kosong ke depan. Tubuhnya sudah mendapat tenaga setelah menerima cairan infus, tetapi tetap saja ia tidak bisa melawan. Padahal Kenneth ingin sekali menghubungi Ayahnya dan meminta untuk membebaskannya dari sini. "Hey! Jangan berdiri saja di situ. Kau menghalangi pandanganku, tahu tidak?!" sentak seorang pria bertubuh kurus. Kenneth menoleh, tatapannya beradu dengan tatapan suram pria yang entah siapa namanya itu. Dengan langkah gontai Kenneth mendudukkan diri di lantai, ia memilih diam dari pada mencari masalah. Bisa berbahaya kalau pria itu terganggu dan malah memukulnya. "Siapa namamu?" tanya pria gondrong itu. Cekungan mata dan lingkaran di sekitar mata membuat wajah bengisnya terlihat leb
Kediaman Wilson | Ruang Kerja Anthony."Apa? Kau punya anak bersama Aldara?" tanya pria paruh baya itu setelah Alastair menjelaskan semua kisah yang terpendam selama lima tahun ini.Alastair mengangguk, kepalanya masih menunduk dan tidak kuasa menatap wajah papanya. "Kau harus tetap bertanggung jawab, Al," kata Anthony yang sontak membuat Alastair mengangkat kepala."Papa setuju aku bersama Aldara?"Alastair tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya, senang bercampur deg-degan yang menjadi satu di dalam dada."Laki-laki sejati adalah ia yang bisa bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Kau tidak boleh membiarkan Aldara menderita lagi bersama putra kalian," jelas Anthony "Tapi Aldara menolak saat aku mengajaknya tinggal di kota, Pa. Dia tetap memilih di desa."Anthony mengangguk. "Papa sudah pernah melihat Aldara, Al. Dia sepertinya wanita yang teguh pendirian dan tidak bisa disetir. Kau harus bisa meluluhkan nya. Walaupun akan sulit kalau mengingat penderita yang dialami
Siang ini Elle memacu sendiri mobilnya mengikuti rute lokasi yang dikirimkan oleh anak buahnya. Beberapa saat lalu anak buahnya mengatakan kalau Alastair sudah pergi ke Perusahaan Adiwijaya. Jadi, wanita paruh baya itu berpikir mungkin ini bisa menjadi kesempatannya untuk membuat perhitungan pada Aldara.Tidak lama kemudian Elle sudah menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah kediaman Aldara, ia segera turun dan membawa langkah menapaki pelataran yang tidak seberapa luas itu.TOK! TOK! TOK!CEKLEK! Pintu terbuka.Deg! Tubuh Aldara menegang saat kedua netranya beradu tatap dengan Elle."I-Ibu Elle?" gumamnya.Bibir merah itu mengupas senyum. "Kau tidak mengajakku masuk? Dara?" tanyanya, sambil menekan di setiap kalimatnya.Hening! Aldara tidak langsung menyahut.Ia bingung harus bagaimana sekarang? Bukannya mau bertindak tidak sopan dan membiarkan tamunya berdiri di luar, tetapi Aldara takut kalau Elle bertindak jahat padanya.Apalagi di rumah ini juga ada Ryu."Kita sudah lama tid
"Bu-Bunuh?" gumam Elle dengan suara lirih.Tubuh paruh baya itu mendadak lemas, punggungnya bersandar pada sandaran kursi dan hanya bisa melongo menatap ke depan."Mama tidak usah khawatir, anak buahku sudah membereskan semuanya. Sekarang ... lebih mama pulang dan duduk manis di mansion, atau ....""Atau apa Alastair?" tanya Elle dengan kedua mata menyorot tajam."Atau aku akan mengatakan semua ini kepada papa."DEG! Elle semakin terkejut mendengar semuanya.Tidak mungkin ia membiarkan suaminya tahu, bisa habis ia ditangan pria yang dicintainya itu.Elle menunduk dan meremas kedua tangannya, wanita paruh baya itu tidak dapat melakukan apa-apa selain pasrah.Sementara di kediamannya, Aldara baru saja membuka pintu kamar Ryu dan menjelaskan tentang Elle yang baru saja berkunjung."Jadi, nenek itu jahat?" tanya Ryu dengan raut polos."Bukan jahat, tapi hanya salah jalan. Tugas kamu adalah menghindar saat bertemu dengannya, Ryu. Jangan pernah mau didekati nenek itu," bisik Aldara.Aldara
Aldara masih menggenggam erat ponselnya, hingga sebuah mobil mewah memasukinya pelataran rumahnya. Anetha keluar dari kendaraan beroda empat itu, senyumnya merekah manis yang juga turut mengundang senyuman di bibir Ryu."Kak, apa kabar?" tanya Anetha sambil memeluk tubuh Aldara."Baik, Tha. Kamu sendirian?""Iya, Kak." Anetha mengelus lembut rambut Ryu. "Kalian tapi sekali, mau ke mana memangnya?" "Tadi kamu mau keluar, Tha. Ada janji dengan seseorang. Tapi tidak jadi," sahut Aldara sambil mengulas senyum.Jangan sampai Anetha tahu kekesalannya, pikir Aldara."Oh, begitu. Bagaimana kala7 sekarang kakak sama Ryu ikut aku ke ibukota. Aku mau mengunjungi Ernest sekalian melihat gedung yang akan digunakan untuk acara pernikahan kami nanti," kata Anetha.Aldara menoleh ke arah Ryu yang tampak senang, wanita itu pun akhirnya mengangguk. Hitung-hitung menyenangkan Ryu agar tidak kecewa karena sudah berdandan rapi dari pagi tadi.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, mobil milik An
Aldara melenggang pergi sambil menggandeng tangan Ryu, wanita itu tidak menghiraukan Alastair dan langsung mendekati Anetha yang baru saja kembali dari kamar mandi."Ada apa, kak?" tanya Anetha yang melihat wajah tidak bersahabat calon kakak sepupunya itu."Tidak ada apa-apa. Ayo kita pergi saja, pindah mall."Aldara langsung menggandeng tangan Anetha tanpa memberi kesempatan gadis itu untuk menjawab, tetapi belum sempat kakinya melangkah jauh, Alastair menghadang tepat di hadapan Aldara sehingga membuat wanita berhenti.Anetha mengerutkan kening seolah memperhatikan detail wajah Alastair. Ia pernah bertemu di salah satu acara seminar, ia juga ingat Alastair adalah atasannya Ernest.Namun, untuk apa Alastair menghadang langkah mereka? Terlebih pria itu terus menatap lurus ke arah Aldara."Dengarkan aku, Dara. Kamu harus tahu kalau aku dan Mengan hanya berteman, tidak ada hubungan lebih. Dia ... Megan, tidak mungkin meminta tolong Raymond karena jam segini Raymond sibuk di kantor. Seme
Malam ini Megan tengah duduk sendirian di sebuah club mewah pusat kota. Di depannya ada banyak botol minuman mahal kelas atas dan beberapa snack yang menemaninya.Hingga beberapa saat kemudian, ia merasakan ada seseorang yang menepuk bahunya. Sontak saja wanita cantik itu mendongakkan kepala."Megan Aurella, model cantik dengan karir cemerlang, tapi duduk sendirian di club malam-malam?" Sapa sosok tersebut dengan kekehan kecil."Aku nungguin kamu, Xan," kata Megan."Wow, benarkah? Kalau begitu berarti suatu kehormatan bagiku bahwa kedatanganku di nantikan olehmu."Agatha mendengkus lirih."Jangan banyak ngomong, deh!" sergahnya.Lelaki itu tergelak dan langsung mendudukkan dirinya di samping megan.Xander Christensen, seorang pria tampan dengan tubuh atletis yang merupakan anggota keluarga Christ Group. Ia adalah sepupunya Raymond. Pria yang mempunyai tato ular di punggung tangan kirinya itu juga teman dekat Megan di dunia gemerlap.Malam ini, model cantik itu mengajaknya bertemu kar