Mobil berhenti di parkiran sebuah hotel. Ini kedua kalinya Aldara menjejakkan kakinya di hotel mewah. Perasaannya masih sama, deg-degan karena takut tangan Alastair kembali menjamahnya.Alastair langsung mengajak Aldara ke salah satu aula yang sudah disulap menjadi tempat meeting. Ternyata tidak hanya bertemu satu orang saja, tetapi ada banyak orang penting yang sudah menunggu di sana.'Ayo, Aldara. Kamu pasti bisa! Kamu jangan malu-maluin Pak Alastair. Tunjukkan kalau kamu memang pantas untuk posisi ini!' batin Aldara, menguatkan dirinya sendiri.Wanita itu duduk di belakang Alastair, sedetikpun pandangannya tidak terlepas dari pria itu, berjaga-jaga kalau saja Bos nya membutuhkan sesuatu. Ia juga mencatat poin-poin penting yang akan dibuat laporan nantinya.Meeting selesai dua jam setelahnya. Cukup melelehkan karena harus melalui sedikit perdebatan alot untuk mencapai kata sepakat."Kita langsung ke kamar. Aku lelah," ujar Alastair yang langsung diangguki oleh Aldara.Ia saja yang h
Aldara menggigit bibir bawahnya saat merasakan telapak tangan besar itu meremas lembut bongkahan daging sintalnya, sambil tangan kanan Alastair mulai membuka tali pengait kain penutup dadanya.Mata cantik itu terpejam saat Alastair melepas kain itu, membuat tubuhnya benar-benar naked. Tangan kekar itu mulai meraba gundukan sintal yang menggantung bebas, memilin pada pucuk merah mudanya sembari terus melabuhkan kecupan pada bahu.Air mata menetes bercampur menjadi satu dengan air kolam renang. Hatinya sakit, nyeri tiada tara saat tidak bisa menolak pelecahan yang dilakukan Bos nya.'Tidak! Aku tidak boleh terangsang,' batin Aldara saat merasakan kulitnya meremang."Bagaimana rasanya, Dara? Ayo katakan, sensasi seperti apa yang kau rasakan saat ini," bisik Alastair.Pria itu menyapu lembut bagian leher belakang Aldara menggunakan lidahnya, membuat wanita itu sontak mendongak seraya menguatkan gigitan di bibir agar suara desahannya tidak keluar.Aldara memejamkan mata saat Alastair mengh
Dokter sudah selesai memasang perban di pergelangan kaki Aldara, wanita itu sudah lebih baik saat beberapa saat lalu Dokter memberikan obat pereda nyeri. "Sudah selesai, Bu. Pastikan jangan terlalu banyak bergerak dulu, ya, biar tulangnya nggak geser-geser. Saya sudah resepkan obat yang bisa Anda tebus di apotek," jelas Dokter perempuan itu."Terima kasih, Dok," sahut Aldara."Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya pamit dulu. Semoga lekas sembuh, ya."Aldara mengangguk dengan kedua ujung bibirnya terangkat mengukir senyum manis, senyum yang baru kali ini terbit sedari dirinya masih ke kamar hotel ini.Setelah Dokter keluar, Alastair langsung mengambil sepiring makanan dan menyerahkannya kepada Aldara."Bisa makan sendiri 'kan?" tanya pria itu."Bisa, Pak.""Bagus. Soalnya aku nggak ada waktu untuk menyuapimu.""Iya, Pak. Saya makan dulu, ya," ujar Aldara dengan suara lirih, takut Alastair kembali membentaknya. Lagi pula, ia 'kan tidak berharap disuapi Bosnya.Pria itu mengangguk. "Makan l
Semalaman penuh Aldara berdiam diri di kamar mandi, menahan denyut nyeri di pergelangan kakinya. Wanita itu tertidur di bathtub dengan handuk kimono yang masih membungkus tubuhnya.Sementara Alastair sudah limbung di lantai hotel setelah kelelahan menggedor pintu kamar mandi, pria yang masih berada dalam pengaruh alkohol itu tidak sadarkan diri hingga pagi menjelang."Eugh ...." Aldara menggeliat dan membuka mata, pandangannya mengedar dan sejurus kemudian ia langsung sadar kalau dirinya masih di kamar mandi."Astaga!" Tangannya menjambak rambut saat sudah berhasil mengingat-ingat kejadian tadi malam. "Pak Alastair di mana sekarang?"Ia perlahan bangkit dan keluar dari bathtub, kakinya kembali nyeri saat memijak lantai kamar mandi. Ia berjalan tertatih-tatih, berusaha berpegangan pada dinding kamar mandi agar tidak jatuh."Apa jangan-jangan tulangku geser lagi, ya?" gumamnya.Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka.Matanya membelalak lebar saat mendapati Alastair tergelatak di lantai, ia s
Mobil berhenti di depan kediaman Ernest dan Aldara langsung turun setelah mengucapkan terima kasih. Ia berdiri di tepi jalan sambil membungkuk setengah badan saat mobil mewah itu melaju pergi dari hadapannya."Ah, untung Pak Alastair tidak menggendongku lagi," batinnya.Aldara masih diam di tempatnya, membayangkan beberapa saat lalu banyak staf dan pengunjung hotel yang melempar senyum saat melihatnya digendong oleh Alastair.Mungkin mereka mengira Alastair adalah pria lembut dan romantis, tanpa ada yang tahu kalau dirinya kerap tersiksa dan mentalnya seringkali anjlok.'Kenapa Pak Alastair seperti itu. Aku bahkan tidak bisa menebak sikapnya,' batin Aldara.Menghela napas kasar, kemudian ia berbalik badan dan melangkah menuju teras. Tiba-tiba terdengar suara deru mobil berhenti di jalanan depan rumah ini, Aldara kembali menoleh dan saat itu juga bibirnya mencebik kesal saat mendapati Rangga turun dari mobil.'Dia lagi, dia lagi. Malas sekali!'"Kamu sudah sembuh, Dara? Aku datang untu
Tanpa terasa sudah satu minggu setelah kejadian keseleo itu, kaki Aldara sudah sembuh bahkan ia bisa berlari. Namun, ada satu hal lagi yang menjadi penghalang senyum merekahnya."Hari ini gajian, itu artinya ...?" gumamnya yang langsung mengundang denyut nyeri di pelipisnya.Pusing! Harus memakai alasan apalagi untuk menolak Alastair kalau pria itu menagih tubuhnya?Kakinya melangkah gontai menuju ruangannya, ia menghempaskan tubuh dengan pasrah di kursi. Kedua tangan tertekuk di atas meja, dengan tatapan mata kosong yang menerawang ke depan.Bunyi notifikasi pesan membuat Aldara tersadar dari lamunannya, tangannya segera mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Sejurus kemudian tubuhnya menjadi berkali-kali lipat lebih lemas daripada sebelumnya.'Gajinya sudah masuk ke rekening,' batinnya nelangsa.Wanita itu menelungkupkan wajahnya di atas meja, bertumpu pada kedua tangannya yang terlipat. Ia ingin menangis, tidak tahu lagi bagaimana caranya mengelak kalau Bos nya nanti menagih.'S
Tok! Tok! Tok!Tangan kekar itu sontak berhenti dan langsung melemparkan tatapan nyalang ke arah pintu. Rahangnya menegas seakan begitu kesal ada yang mengganggu kesenangannya."Sialan! Awas saja kalau tidak penting. Aku akan memarahinya habis-habisan."Alastair bangkit dan langsung membenarkan jas nya, ia menoleh ke arah Aldara yang masih tergeletak di sofa."Kau mau orang lain memergoki mu dalam keadaan seperti ini, heh?! Cepat bangun!" sentaknya yang lantas membuat wanita itu bangkit.Aldara membenahi penampilannya, kemudian mengambil asal salah satu berkas yang ada di atas meja Alastair. Jemarinya membuka berkas itu dan berlagak sedang membaca, sementara Alastair sudah membuka pintu untuk mempersilakan Ernest masuk.'Huh, beruntung Ernest yang ke sini. Kalau staf lain bisa jadi gosip nanti,' batin wanita itu.Setelah Ernest keluar dari ruangan ini, Aldara langsung berdiri yang tak ayal membuat Alastair mengernyit bingung."Mau apa kau?" tanya pria itu."Eum ... saya mau kembali ke
Pikiran Aldara tidak bisa fokus selama meeting, ia terus berpikir siapa kira-kira yang menyebarkan gosip tentangnya.Hingga Alastair menggelandang tangannya tanpa aba-aba, membuatnya memekik kaget di hadapan para peserta meeting. Pria itu menyeretnya keluar, tanpa peduli semua pasang mata tengah menatap ke arah mereka.Saat ini Aldara sangat malu dengan semua kepala staf."Argh!" rintih wanita itu saat merasakan punggungnya sakit ketika Alastair menghantamkan tubuhnya ke tembok.Apa maksud pria itu?"Kau ini bodoh atau bagaimana?! Bukannya aku sudah memintamu untuk fokus? Tapi kenapa saat meeting tadi kau bengong saja?! Pikiranmu ke mana, hah ...?!" sentak Alastair tepat di depan wajah cantik itu.Aldara gelagapan, ia tidak sadar kalau sedari dari tadi pikirannya melanglang entah ke mana. "P-Pak—" Wanita sontak memejamkan mata tanpa melanjutkan ucapannya saat tiba-tiba tangan Alastair memukul dinding.Ia baru melihat bosnya semarah ini."Meskipun tadi hanya meeting kecil dengan beber