Alastair mengikuti Elle yang dipindahkan ke ruang rawat, wanita paruh baya itu sudah membaik setelah diberikan penanganan di UGD.Sementara Anetha sudah memisahkannya diri dan memilih mencari ruangan Aldara. Seolah takdir berpihak padanya, Aldara tengah menaiki kursi roda yang didorong oleh perawat melewati lorong menuju laboratorium. Di belakangnya berjalan dua orang pria berbadan besar, pakaian serba hitam menegaskan kalau mereka adalah bodyguard khusus yang ditugaskan untuk menjaga Aldara.Dari pin yang dipasang pada baju bodyguard tersebut, Megan bisa langsung tahu kalau bodyguard itu adalah suruhan Alastair.'Ah, pasti mereka takut padaku. Secara aku 'kan teman baiknya Alastair,' batin Megan penuh percaya diri.Kaki jenjangnya melangkah lebar mendekati Aldara, seringai senyum pada bibir merah itu terus tersungging seakan tengah menantang."Halo, Dara. Selamat pagi? Bagaimana kabarmu?" tanya Megan, penuh angkuh.Aldara menatap datar ke arah Megan, ia tidak berniat menimpali. Mal
"Wa-Wanitaku? Kau menganggap Aldara sebagai wanitamu? Kau waras, Al?!" sentak Megan.Aldara merasakan telinganya sakit, dengan cepat ia meminta suster untuk segera menuju laboratorium. Tanpa peduli Alastair dan Megan yang masih bertengkar di sana."Kau jangan gila, Al. Bisa saja dia hanya ingin hartamu," bisik Aldara, ekor matanya melirik Aldara yang sudah berlalu. Dengan cepat ia menggamit lengan Alastair, dan kemudian berkata, "dengarkan aku, Al. Aldara bukan perempuan baik-baik. Dia saja punya anak di luar nikah!" "Aku tidak peduli. Yang pasti aku hanya ingin Aldara!" tukas Alastair dan langsung melenggangkan pergi dari hadapan Megan.Kakinya melangkah lebar menuju laboratorium sambil tangannya menekan perut bagian bawah yang terasa nyeri. Ia menghiraukan suara teriakan Megan, malahan Alastair meminta bodyguard nya untuk membawa Megan pergi.Di dalam laboratorium, setelah menjalani pemeriksaan cukup lama, akhirnya Aldara keluar sambil menaiki kursi roda. Aldara memalingkan wajah sa
Sakit yang dirasakan Rangga mendadak hilang, pria itu bergegas turun untuk mengikuti Ernest. Langkah kakinya berjalan pelan, mengendap-endap di antara mobil hingga ia melihat Ernest memasukkan tas-tas itu ke dalam mobil. "Siapa yang dirawat di sini? Apa Aldara?" tanya Rangga.Ernest kembali ke dalam rumah sakit, sementara Rangga memilih berdiam diri di lobi. Pria itu sekuat mungkin menahan rasa nyeri pada ulu hatinya, tetapi tetap tidak mau meminta pertolongan tenaga medis karena takut kehilangan jejak Ernest.Namun, menit demi menit berlalu hingga tanpa terasa satu jam lamanya ia sudah menunggu di parkiran. Rangga sudah habis tiga bungkus roti dan obat maagh untuk menghalau rasa perih di perutnya. Kendati demikian, Ernest tidak kunjung muncul."Ke mana dia? Kenapa lama sekali?!" Rangga sudah mulai kesal, ia merasa penantiannya sia-sia.Rahangnya mengetat dan kedua tangannya terkepal sempurna, wajah garang itu memerah saat merasa penantiannya hanya sia-sia.Rangga hendak beranjak, t
Rangga memutuskan pergi setelah tubuhnya dilemparkan keluar oleh bodyguard. Pria itu pulang ke rumah lamanya dan kembali menyusun rencana. Ia tidak mau gegabah, khawatir Aldara semakin menjauh dan membencinya."Tapi bagaimana? Apa aku harus mengirim hadiah setiap hari? Untuk makan saja aku harus berhemat," gumam Rangga.Pikirannya kalut, keningnya mengerut bingung memikirkan masalah ini. Sungguh, Rangga ingin Aldara kembali padanya. Namun, kenapa Aldara tidak mau?"Aku akan datang ke rumah Ernest setiap hari. Semoga Aldara bisa melihat bagaimana perjuanganku meluluhkannya!" ucap Rangga, penuh keyakinan.Keesokan Harinya | Rumah Sakit.Alastair baru saja selesai membereskan barang-barangnya, ia sengaja melakukan sendiri karena meminta Ernest untuk menjaga Aldara di rumah daripada datang ke rumah sakit.Alastair sudah tahu tentang kedatangan Rangga, hal itu membuatnya geram, khawatir Rangga kembali menyentuh wanitanya."Pak, maaf," ucap salah satu bodyguard yang tiba-tiba membuka pintu
Perjalanan panjang mereka tempuh dengan selamat, tidak ada kendala sampai mereka menginjakkan kaki di negara ini.Negara asing bagi Aldara dan Ryu, tetapi keduanya percaya bahwa Alastair bisa melindungi.Alastair langsung mengajak kedua orang tersayangnya itu ke rumahnya. Bangunan mewah dua lantai bergaya Eropa yang menjadi tempat tinggal keluarga kecil itu."Istirahat dulu, Ryu. Ada maid yang akan membantu kamu," ucap Alastair. "Paman dan mama akan menyusul nanti. Sekarang masih ada sesuatu yang harus kami bahas."Anak laki-laki itu mengangguk. Maid langsung mengajak Ryu ke kamar yang ada di lantai dua.Alastair tersenyum tipis melihat Ryu yang sangat mirip dirinya, benar-benar dirinya versi mungil.Setelahnya ia lantas menghampiri Aldara yang masih duduk di ruang tamu, wanita itu asyik bermain ponsel dan sesekali bibirnya akan mengulas senyum."Serius banget. Lagi ngapain?" tanya Alastair sambil mendudukkan dirinya di sofa."Berbalas pesan sama Ernest dan Anetha di grub," sahut Aldar
Sesuai makan malam, Alastair mengajak Aldara ke teras depan. Sementara Ryu lebih memilih membaca komik yang ada di kamarnya."Malam ini langitnya cerah, Ra," Alastair menoleh, menatap wajah teduh yang setiap detik selalu tersimpan di benaknya. "Kamu terlihat sangat cantik malam ini," imbuhnya.Aldara masih menunduk, pikirannya berusaha mengingat kejadian kelam lima tahun silam di Rose Hotel.Ia tidak ingin terlalu terbuai oleh kata-kata Alastair malam ini."Maaf aku terlambat, Ra. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Aku mungkin tidak bisa memperbaiki kesalahan yang telah aku lakukan, tapi aku jamin kesalahan tersebut tidak akan terulang lagi," kata Alastair.Hening! Aldara masih tidak bergeming."Maafkan aku, Ra. Dengan seluruh kesadaranku, aku meminta maaf atas semua kesalahan yang telah aku perbuat." Alastair berlutut di bawah kaki Aldara, membuat sang wanita sontak mengangkat kepala.Aldara berusaha menahan sesak yang langsung menghantam dadanya.Ia sudah memaafkan
Wanita itu mengangguk, ia sudah bersumpah akan melakukan apapun asal Aldara kembali padanya.Pria itu bangkit dan melangkah menuju lantai atas, Aldara mengikuti dari belakang dengan perasaan cemas.'Apa Ryu akan menerima saat mamanya disakiti?' batin Aldara, bertanya-tanya."Tunggu, Al."Gerakan tangan Alastair yang hendak membuka pintu sontak terhenti. "Ada apa?" tanyanya sambil melirik ke arah Aldara."Jangan sebut nama Rangga. Aku tidak mau Ryu tahu," sahut Aldara yang hanya diangguki oleh Alastair.Pria itu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar, sementara Aldara masih di luar dengan perasaan gelisah yang tidak mau pergi.Bingung, gelisah karena apa? Takut putranya sakit hati, atau takut putranya akan menolak Alastair?Sementara di dalam kamar, Ryu berbinar senang mendapati Alastair masuk. Anak laki-laki itu langsung turun dari ranjang, ia menghampiri Alastair dan menggandeng menuju ranjang."Paman sudah selesai sama mama?" tanya Alastair yang membuat Alastair sontak mengangguk
"Ada beberapa cinta yang membawa pasa kesedihan, Ryu. Seperti pagi itu ... saat Paman dan mamamu berpisah. Kami sama-sama menangis karena tahu setelah ini akan saling merindukan," jelas Alastair.Ryu tampak berpikir sejenak. Usianya belum paham tentang cinta, tetapi sekuat mungkin logika merangkum penjelasan Alastair."Lalu kenapa Paman baru datang akhir-akhir ini? Tidak dari dulu saja?" tanya Ryu."Ada mamanya paman, yaitu nenekmu. Dia tidak suka saat Paman menemui mamamu, maka paman menunggu sampai nenekmu memberikan restu. Semuanya paman lakukan agar nenek tidak mencelakai mamamu, paman tidak mungkin nekat datang ke desa kalau akhirnya malah membahayakan nyawa mamamu," jelas pria itu.Ryu tersenyum simpul. "Terima kasih, Paman," katanya yang sontak membuat Alastair mengerutkan kening."Untuk?" tanya Alastair."Telah memikirkan Mama selama ini. Aku tahu mama selalu memikirkan kebahagiaanku, tapi aku tidak tahu apakah ada yang memikirkan kebahagiaan mama. Ternyata masih ada, yaitu Pa