Sesuai makan malam, Alastair mengajak Aldara ke teras depan. Sementara Ryu lebih memilih membaca komik yang ada di kamarnya."Malam ini langitnya cerah, Ra," Alastair menoleh, menatap wajah teduh yang setiap detik selalu tersimpan di benaknya. "Kamu terlihat sangat cantik malam ini," imbuhnya.Aldara masih menunduk, pikirannya berusaha mengingat kejadian kelam lima tahun silam di Rose Hotel.Ia tidak ingin terlalu terbuai oleh kata-kata Alastair malam ini."Maaf aku terlambat, Ra. Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Aku mungkin tidak bisa memperbaiki kesalahan yang telah aku lakukan, tapi aku jamin kesalahan tersebut tidak akan terulang lagi," kata Alastair.Hening! Aldara masih tidak bergeming."Maafkan aku, Ra. Dengan seluruh kesadaranku, aku meminta maaf atas semua kesalahan yang telah aku perbuat." Alastair berlutut di bawah kaki Aldara, membuat sang wanita sontak mengangkat kepala.Aldara berusaha menahan sesak yang langsung menghantam dadanya.Ia sudah memaafkan
Wanita itu mengangguk, ia sudah bersumpah akan melakukan apapun asal Aldara kembali padanya.Pria itu bangkit dan melangkah menuju lantai atas, Aldara mengikuti dari belakang dengan perasaan cemas.'Apa Ryu akan menerima saat mamanya disakiti?' batin Aldara, bertanya-tanya."Tunggu, Al."Gerakan tangan Alastair yang hendak membuka pintu sontak terhenti. "Ada apa?" tanyanya sambil melirik ke arah Aldara."Jangan sebut nama Rangga. Aku tidak mau Ryu tahu," sahut Aldara yang hanya diangguki oleh Alastair.Pria itu meneruskan langkahnya masuk ke dalam kamar, sementara Aldara masih di luar dengan perasaan gelisah yang tidak mau pergi.Bingung, gelisah karena apa? Takut putranya sakit hati, atau takut putranya akan menolak Alastair?Sementara di dalam kamar, Ryu berbinar senang mendapati Alastair masuk. Anak laki-laki itu langsung turun dari ranjang, ia menghampiri Alastair dan menggandeng menuju ranjang."Paman sudah selesai sama mama?" tanya Alastair yang membuat Alastair sontak mengangguk
"Ada beberapa cinta yang membawa pasa kesedihan, Ryu. Seperti pagi itu ... saat Paman dan mamamu berpisah. Kami sama-sama menangis karena tahu setelah ini akan saling merindukan," jelas Alastair.Ryu tampak berpikir sejenak. Usianya belum paham tentang cinta, tetapi sekuat mungkin logika merangkum penjelasan Alastair."Lalu kenapa Paman baru datang akhir-akhir ini? Tidak dari dulu saja?" tanya Ryu."Ada mamanya paman, yaitu nenekmu. Dia tidak suka saat Paman menemui mamamu, maka paman menunggu sampai nenekmu memberikan restu. Semuanya paman lakukan agar nenek tidak mencelakai mamamu, paman tidak mungkin nekat datang ke desa kalau akhirnya malah membahayakan nyawa mamamu," jelas pria itu.Ryu tersenyum simpul. "Terima kasih, Paman," katanya yang sontak membuat Alastair mengerutkan kening."Untuk?" tanya Alastair."Telah memikirkan Mama selama ini. Aku tahu mama selalu memikirkan kebahagiaanku, tapi aku tidak tahu apakah ada yang memikirkan kebahagiaan mama. Ternyata masih ada, yaitu Pa
Rangga dengan berani datang ke perusahaan Wilson. Dia bisa masuk karena sudah diizinkan orang, kedatangannya ke sini untuk menemui Ernest.Setelah sekian lama mendekam di penjara, Rangga juga sudah lama tidak berjumpang dengan lelaki itu, terlebih lagi dengan Aldara.Entah ke mana dan di mana tempat Aldara tinggal, Rangga sulit menemukan. Satu-satunya petunjuk yang bisa ia andalkan hanyalah Ernest. Karena dia masih bagian dari keluarga Aldara.Rangga menghampiri salah satu pekerja, yang ia tahu sering datang ke ruang atasan."Panggilkan Ernest ke mari, sampaikan jika ada yang ingin bertemu dengannya," titah Rangga."Maaf, atas nama?" tanya perempuan memakai baju kantoran tersebut."Rangga, cepat katakan!" ujar Rangga tak sabaran."Pak Ernest, ada seorang pria yang ingin bertemu dengan Anda," ujar salah satu staff perusahaan, menghampiri Ernest yang sibuk mengurus pekerjaan di dalam ruangan.Aktivitas Ernest terhenti seketika, beralih menatap bawahannya yang datang."Tamu? Perasaan aku
Di tempat lain, salah satu bodyguard kepeercayaan Megan melapor kepada sang atasan. Karena memang sudah tugasnya, memata-matai Alastair.Sebelum melapor, dia memastikan situasi dan kondisi terlebih dahulu. Ketika dirasa sudah aman, ia mulai melakukan panggilan.Tak lama kemudian, panggilan tersambung."Ada apa kau menelponku? Apa ada berita baru soal Alastair?" tanya Megan di seberang sana. Dia memang selalu antusias bila mendengar laporan soal Alastair. Sudah lama juga dia tidak bertemu dengan pria itu. Untungnya ada orang bisa diandalkan, yang ia arahkan untuk memberikan laporan."Aku ingin melaporkan kalau Pak Alastair sedang koordinasi dengan WO, nyonya," jawabnya, memelankan nada bicara. Takut terdengar oleh siapa-siapa.Mendengar laporan dari anak buahnya, Megan yang sedang rebahan pun langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Megan tersentak jika ternyata Alastair dan Aldara tetap akan menikah.Hati Megan terbakar, dia geram dan tidak akan membiarkan acara itu supaya tidak ber
Ryu sudah terlelap dalam dekapan Aldara, sementara dua mata cantik itu tetap terjaga."Kamu nggak ngantuk?" tanya Alastair untuk yang kesekian kalinya.Aldara hanya menggeleng. "Kalau aku tidur, pasti kau akan macam-macam. Aku tidak mau!"Pria itu hanya bisa mendengus kasar. Sedari tadi dirinya ditatap layaknya buronan. Bukannya senang tidur satu ranjang, Alastair malah tidak nyaman karena tatapan mengintimidasi Aldara."Aku tahu otakmu, Al," bisik Aldara."Terserah kau saja!" ketus Alastair dan sontak bangun dari ranjang. "Lebih baik aku tidur di sofa," katanya.Aldara kembali memutar bola mata jengah. "Kenapa tidak sekalian ke kamarmu?""Lalu kau mau memberi alasan apa saat Ryu bangun nanti? Dia yang minta aku tidur di sini," sahut Alastair sembari merebahkan tubuhnya.Helaan napas kasar terdengar dari mulut Aldara, membuat Alastair menoleh dan langsung mendapati raut tidak bersahabat wanitanya itu."Kalau kau tidak mau kita satu kamar, tinggal keluar saja dari sini dan kembali ke k
Rangga yang dilanda frustasi pun berjalan kaki hingga langkahnya sampai di depan Kediaman Wilson. Tanpa peduli sandal putus dan kakinya yang lecet, pria itu menuju pos satpam dan mengatakan ingin bertemu dengan Elle.Sakit pada kakinya tidak lebih parah dibandingkan rasa nyeri dalam lubuk hatinya, beruntung satpam iba dan mau memberi tahu Elle hingga akhirnya ia diizinkan masuk."Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Elle yang kini duduk di sofa ruang tamu sambil menatap Rangga dari atas sampai bawah.Suaminya baru saja berangkat meeting, jadi ia bisa leluasa sekarang."Saya yakin Ibu masih mengenali saya," ucap Rangga dengan kepala tertunduk dan kedua tangan ditautkan ke depan. "Saya Rangga, Bu. Yang dulu sempat bekerjasama dengan Bu Virly untuk memisahkan Pak Alastair dan Aldara."Hening! Elle tidak menyahut, karena sebenarnya ia pun belum melupakan pria yang berdiri di hadapannya itu."Maaf kalau saya lancang datang ke sini, Bu," kata Rangga." Apa tujuanmu?"Terlihat jelas kegugupan
Ryu duduk anteng menemani Alastair yang melanjutkan meetingnya, sesekali anak laki-laki itu akan tersenyum melihat papanya memaparkan materi.Dalam hati ia mengagumi sosok Alastair, diam-diam ia ingin menjadi Alastair saat sudah dewasa nanti. Entah apa yang dikatakan Aldara kalau sampai wanita itu tahu putranya berpikir demikian. "Paman sudah selesai, Ryu. Ayo kita keluar, sekarang waktunya makan malam," kata Alastair yang langsung diangguki oleh Ryu.Alastair menggandeng tangan mungil Ryu, keduanya berjalan menuju ruang makan yang mana Aldara sudah bersiap di sana. "Ayo makan Ryu. Mama masak spaghetti bolognese kesukaan kita," ujar Aldara.Wanita itu mengisi piring Ryu dengan spaghetti, demikian juga dengan piring Alastair yang sontak saja membuat pria itu terkejut. Ia tahu Aldara selalu berlaku baik kepadanya saat dihadapan Ryu, tetapi kalau menyendokkan makanan, ini pertama kalinya Aldara lakukan.'Apa dia sudah melunak?' batin Alastair.Bibirnya mengulas senyum lebar, makan mala