Rangga yang dilanda frustasi pun berjalan kaki hingga langkahnya sampai di depan Kediaman Wilson. Tanpa peduli sandal putus dan kakinya yang lecet, pria itu menuju pos satpam dan mengatakan ingin bertemu dengan Elle.Sakit pada kakinya tidak lebih parah dibandingkan rasa nyeri dalam lubuk hatinya, beruntung satpam iba dan mau memberi tahu Elle hingga akhirnya ia diizinkan masuk."Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Elle yang kini duduk di sofa ruang tamu sambil menatap Rangga dari atas sampai bawah.Suaminya baru saja berangkat meeting, jadi ia bisa leluasa sekarang."Saya yakin Ibu masih mengenali saya," ucap Rangga dengan kepala tertunduk dan kedua tangan ditautkan ke depan. "Saya Rangga, Bu. Yang dulu sempat bekerjasama dengan Bu Virly untuk memisahkan Pak Alastair dan Aldara."Hening! Elle tidak menyahut, karena sebenarnya ia pun belum melupakan pria yang berdiri di hadapannya itu."Maaf kalau saya lancang datang ke sini, Bu," kata Rangga." Apa tujuanmu?"Terlihat jelas kegugupan
Ryu duduk anteng menemani Alastair yang melanjutkan meetingnya, sesekali anak laki-laki itu akan tersenyum melihat papanya memaparkan materi.Dalam hati ia mengagumi sosok Alastair, diam-diam ia ingin menjadi Alastair saat sudah dewasa nanti. Entah apa yang dikatakan Aldara kalau sampai wanita itu tahu putranya berpikir demikian. "Paman sudah selesai, Ryu. Ayo kita keluar, sekarang waktunya makan malam," kata Alastair yang langsung diangguki oleh Ryu.Alastair menggandeng tangan mungil Ryu, keduanya berjalan menuju ruang makan yang mana Aldara sudah bersiap di sana. "Ayo makan Ryu. Mama masak spaghetti bolognese kesukaan kita," ujar Aldara.Wanita itu mengisi piring Ryu dengan spaghetti, demikian juga dengan piring Alastair yang sontak saja membuat pria itu terkejut. Ia tahu Aldara selalu berlaku baik kepadanya saat dihadapan Ryu, tetapi kalau menyendokkan makanan, ini pertama kalinya Aldara lakukan.'Apa dia sudah melunak?' batin Alastair.Bibirnya mengulas senyum lebar, makan mala
Hari berlalu berganti minggu, kedekatan Alastair dan Aldara semakin intens. Keduanya saat ini tengah berada di sebuah hotel mewah yang akan digunakan sebagai tempat resepsi."Sepetinya ini cocok," kata Alastair yang langsung diangguki oleh Aldara.Semakin hari wanita itu semakin melunak. Aldara sadar ia juga mencintai Alastair, toh pria itu sudah mendapatkan karmanya. Apa salahnya Aldara mengalah demi Ryu? "Setelah ini kita akan mencicipi makanan, nanti kamu pilih mana saja yang akan dihidangkan di pernikahan kita," ujar Alastair."Iya," jawab Aldara.Keduanya lantas berjalan ke ruangan lain, di sana sudah ada beberapa makanan dan para staf yang siap melayani.Melihat banyaknya kue, Aldara jadi teringat dengan Bibi Ayu. Sudah satu minggu ia tidak berkomunikasi dengan Wanita paruh baya itu, rasa rindu langsung menyeruak. Bagaimana ia menganggap Bibi Ayu layaknya ibunya sendiri.Bibi Ayu menghandle toko kue Aldara. Kendati demikian, Aldara tetap memantau, bahkan ia Aldara juga mencoba
Aldara langsung menuju ke kamar putranya begitu sampai rumah, Ternyata Ryu belum bangun dari tidur siangnya. Ia dengan cepat membangunkan Ryu sekaligus memandikannya, baru kemudian Aldara beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam.Ada banyak maid di sini, tetapi tidak membuat Aldara berpangku tangan. Ia tetap mengurusi sendiri keluarganya, bahkan di saat kondisi badannya teramat lelah."Loh, sayurnya habis?" gumam Aldara saat baru saja membuka kulkas.Tanpa berlama-lama ia langsung menuju dapur lain dan mengambil stok sayuran dari kulkas, beruntung Alastair telah mempersiapkan banyak keperluan di sini.Namun, langkahnya menuju dapur kotor sontak terhenti saat mendengar suara seorang laki-laki yang sepertinya tengah berbincang dengan seseorang di telepon.Awalnya Aldara tidak mau peduli, tetapi pria itu menyebut namanya juga Alastair. Hal itu membuat Aldara berhenti, ia mempertajam indera pendengarannya guna mencuri dengar."Baik, Bu. Saya pastikan Tuan Alastair dan Nyonya Aldara
Hari berlalu dan tanpa terasa tiga hari lagi pernikahan akan digelar. Gedung sudah dihias dengan beberapa bunga, beberapa kerabat sudah tiba lebih dulu termasuk Ernest dan Bibi Ayu.Namun, pagi ini Aldara merasa tubuhnya sangat lemas. Wanita itu tidak kuat bangun, pandangannya buram dan objek yang dilihatnya seperti berputar."Akh!" pekik Aldara seraya memegangi kepalanya.Tangannya berusaha meraih ponsel, dengan susah payah ia menghubungi nomor Alastair untuk meminta bantuan.Tidak lama kemudian Alastair dan Ernest masuk ke kamarnya dan lekas membawa ia ke rumah sakit.Aldara langsung ditangani oleh dokter, selama dokter belum keluar dari ruangannya, pria itu enggan duduk meskipun Ernest sudah memintanya untuk tenang."Aku tidak bisa tenang, Ernest. Aku khawatir," kata Alastair sambil membelai mulut menggunakan kedua tangannya. "Aldara kemarin baik-baik saja, biasanya dia juga tidak pernah seperti ini. Tapi kenapa kali ini—"Ucapan Alastair terhenti saat pintu ruang rawat terbuka dan
"Eugh ...." Sebuah lenguhan singkat membuat Alastair menoleh, ia mendapati Aldara sudah membuka mata dan tanpa berlama-lama ia segera memanggil Dokter.Dokter mengatakan Aldara harus rawat inap, mau tidak mau Alastair turut menginap di rumah sakit malam ini.Pria itu menggenggam lembut tangan Aldara, sesekali ia akan mengajak berbincang demi menjaga kesadaran wanita itu."Dara, kamu jangan tidur. Dokter mengatakan kamu harus terjaga sampai jam makan nanti," kata Alastair."Aku nggak tidur, Al. Memangnya kamu nggak lihat aku sekarang lagi melek?" tanya Aldara setengah kesal.Bagiamana tidak? Alastair terus mengulang ucapan yang sama, padahal jelas-jelas ia terus melek sejak tadi."Aku nggak mau disalahin sama Dokter, Dara. Jadi jangan merem!" Aldara menggeleng-gelengkan kepala, wanita itu membuang pandangannya ke samping lantaran muak mendengar celotehan Alastair yang tidak jelas.Baginya Alastair terlalu cerewet dan banyak membual. Kesal sekali rasanya saat menyadari ternyata Alastai
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d