Aldara langsung menuju ke kamar putranya begitu sampai rumah, Ternyata Ryu belum bangun dari tidur siangnya. Ia dengan cepat membangunkan Ryu sekaligus memandikannya, baru kemudian Aldara beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam.Ada banyak maid di sini, tetapi tidak membuat Aldara berpangku tangan. Ia tetap mengurusi sendiri keluarganya, bahkan di saat kondisi badannya teramat lelah."Loh, sayurnya habis?" gumam Aldara saat baru saja membuka kulkas.Tanpa berlama-lama ia langsung menuju dapur lain dan mengambil stok sayuran dari kulkas, beruntung Alastair telah mempersiapkan banyak keperluan di sini.Namun, langkahnya menuju dapur kotor sontak terhenti saat mendengar suara seorang laki-laki yang sepertinya tengah berbincang dengan seseorang di telepon.Awalnya Aldara tidak mau peduli, tetapi pria itu menyebut namanya juga Alastair. Hal itu membuat Aldara berhenti, ia mempertajam indera pendengarannya guna mencuri dengar."Baik, Bu. Saya pastikan Tuan Alastair dan Nyonya Aldara
Hari berlalu dan tanpa terasa tiga hari lagi pernikahan akan digelar. Gedung sudah dihias dengan beberapa bunga, beberapa kerabat sudah tiba lebih dulu termasuk Ernest dan Bibi Ayu.Namun, pagi ini Aldara merasa tubuhnya sangat lemas. Wanita itu tidak kuat bangun, pandangannya buram dan objek yang dilihatnya seperti berputar."Akh!" pekik Aldara seraya memegangi kepalanya.Tangannya berusaha meraih ponsel, dengan susah payah ia menghubungi nomor Alastair untuk meminta bantuan.Tidak lama kemudian Alastair dan Ernest masuk ke kamarnya dan lekas membawa ia ke rumah sakit.Aldara langsung ditangani oleh dokter, selama dokter belum keluar dari ruangannya, pria itu enggan duduk meskipun Ernest sudah memintanya untuk tenang."Aku tidak bisa tenang, Ernest. Aku khawatir," kata Alastair sambil membelai mulut menggunakan kedua tangannya. "Aldara kemarin baik-baik saja, biasanya dia juga tidak pernah seperti ini. Tapi kenapa kali ini—"Ucapan Alastair terhenti saat pintu ruang rawat terbuka dan
"Eugh ...." Sebuah lenguhan singkat membuat Alastair menoleh, ia mendapati Aldara sudah membuka mata dan tanpa berlama-lama ia segera memanggil Dokter.Dokter mengatakan Aldara harus rawat inap, mau tidak mau Alastair turut menginap di rumah sakit malam ini.Pria itu menggenggam lembut tangan Aldara, sesekali ia akan mengajak berbincang demi menjaga kesadaran wanita itu."Dara, kamu jangan tidur. Dokter mengatakan kamu harus terjaga sampai jam makan nanti," kata Alastair."Aku nggak tidur, Al. Memangnya kamu nggak lihat aku sekarang lagi melek?" tanya Aldara setengah kesal.Bagiamana tidak? Alastair terus mengulang ucapan yang sama, padahal jelas-jelas ia terus melek sejak tadi."Aku nggak mau disalahin sama Dokter, Dara. Jadi jangan merem!" Aldara menggeleng-gelengkan kepala, wanita itu membuang pandangannya ke samping lantaran muak mendengar celotehan Alastair yang tidak jelas.Baginya Alastair terlalu cerewet dan banyak membual. Kesal sekali rasanya saat menyadari ternyata Alastai
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk