Di tempat lain, salah satu bodyguard kepeercayaan Megan melapor kepada sang atasan. Karena memang sudah tugasnya, memata-matai Alastair.Sebelum melapor, dia memastikan situasi dan kondisi terlebih dahulu. Ketika dirasa sudah aman, ia mulai melakukan panggilan.Tak lama kemudian, panggilan tersambung."Ada apa kau menelponku? Apa ada berita baru soal Alastair?" tanya Megan di seberang sana. Dia memang selalu antusias bila mendengar laporan soal Alastair. Sudah lama juga dia tidak bertemu dengan pria itu. Untungnya ada orang bisa diandalkan, yang ia arahkan untuk memberikan laporan."Aku ingin melaporkan kalau Pak Alastair sedang koordinasi dengan WO, nyonya," jawabnya, memelankan nada bicara. Takut terdengar oleh siapa-siapa.Mendengar laporan dari anak buahnya, Megan yang sedang rebahan pun langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Megan tersentak jika ternyata Alastair dan Aldara tetap akan menikah.Hati Megan terbakar, dia geram dan tidak akan membiarkan acara itu supaya tidak ber
Ryu sudah terlelap dalam dekapan Aldara, sementara dua mata cantik itu tetap terjaga."Kamu nggak ngantuk?" tanya Alastair untuk yang kesekian kalinya.Aldara hanya menggeleng. "Kalau aku tidur, pasti kau akan macam-macam. Aku tidak mau!"Pria itu hanya bisa mendengus kasar. Sedari tadi dirinya ditatap layaknya buronan. Bukannya senang tidur satu ranjang, Alastair malah tidak nyaman karena tatapan mengintimidasi Aldara."Aku tahu otakmu, Al," bisik Aldara."Terserah kau saja!" ketus Alastair dan sontak bangun dari ranjang. "Lebih baik aku tidur di sofa," katanya.Aldara kembali memutar bola mata jengah. "Kenapa tidak sekalian ke kamarmu?""Lalu kau mau memberi alasan apa saat Ryu bangun nanti? Dia yang minta aku tidur di sini," sahut Alastair sembari merebahkan tubuhnya.Helaan napas kasar terdengar dari mulut Aldara, membuat Alastair menoleh dan langsung mendapati raut tidak bersahabat wanitanya itu."Kalau kau tidak mau kita satu kamar, tinggal keluar saja dari sini dan kembali ke k
Rangga yang dilanda frustasi pun berjalan kaki hingga langkahnya sampai di depan Kediaman Wilson. Tanpa peduli sandal putus dan kakinya yang lecet, pria itu menuju pos satpam dan mengatakan ingin bertemu dengan Elle.Sakit pada kakinya tidak lebih parah dibandingkan rasa nyeri dalam lubuk hatinya, beruntung satpam iba dan mau memberi tahu Elle hingga akhirnya ia diizinkan masuk."Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Elle yang kini duduk di sofa ruang tamu sambil menatap Rangga dari atas sampai bawah.Suaminya baru saja berangkat meeting, jadi ia bisa leluasa sekarang."Saya yakin Ibu masih mengenali saya," ucap Rangga dengan kepala tertunduk dan kedua tangan ditautkan ke depan. "Saya Rangga, Bu. Yang dulu sempat bekerjasama dengan Bu Virly untuk memisahkan Pak Alastair dan Aldara."Hening! Elle tidak menyahut, karena sebenarnya ia pun belum melupakan pria yang berdiri di hadapannya itu."Maaf kalau saya lancang datang ke sini, Bu," kata Rangga." Apa tujuanmu?"Terlihat jelas kegugupan
Ryu duduk anteng menemani Alastair yang melanjutkan meetingnya, sesekali anak laki-laki itu akan tersenyum melihat papanya memaparkan materi.Dalam hati ia mengagumi sosok Alastair, diam-diam ia ingin menjadi Alastair saat sudah dewasa nanti. Entah apa yang dikatakan Aldara kalau sampai wanita itu tahu putranya berpikir demikian. "Paman sudah selesai, Ryu. Ayo kita keluar, sekarang waktunya makan malam," kata Alastair yang langsung diangguki oleh Ryu.Alastair menggandeng tangan mungil Ryu, keduanya berjalan menuju ruang makan yang mana Aldara sudah bersiap di sana. "Ayo makan Ryu. Mama masak spaghetti bolognese kesukaan kita," ujar Aldara.Wanita itu mengisi piring Ryu dengan spaghetti, demikian juga dengan piring Alastair yang sontak saja membuat pria itu terkejut. Ia tahu Aldara selalu berlaku baik kepadanya saat dihadapan Ryu, tetapi kalau menyendokkan makanan, ini pertama kalinya Aldara lakukan.'Apa dia sudah melunak?' batin Alastair.Bibirnya mengulas senyum lebar, makan mala
Hari berlalu berganti minggu, kedekatan Alastair dan Aldara semakin intens. Keduanya saat ini tengah berada di sebuah hotel mewah yang akan digunakan sebagai tempat resepsi."Sepetinya ini cocok," kata Alastair yang langsung diangguki oleh Aldara.Semakin hari wanita itu semakin melunak. Aldara sadar ia juga mencintai Alastair, toh pria itu sudah mendapatkan karmanya. Apa salahnya Aldara mengalah demi Ryu? "Setelah ini kita akan mencicipi makanan, nanti kamu pilih mana saja yang akan dihidangkan di pernikahan kita," ujar Alastair."Iya," jawab Aldara.Keduanya lantas berjalan ke ruangan lain, di sana sudah ada beberapa makanan dan para staf yang siap melayani.Melihat banyaknya kue, Aldara jadi teringat dengan Bibi Ayu. Sudah satu minggu ia tidak berkomunikasi dengan Wanita paruh baya itu, rasa rindu langsung menyeruak. Bagaimana ia menganggap Bibi Ayu layaknya ibunya sendiri.Bibi Ayu menghandle toko kue Aldara. Kendati demikian, Aldara tetap memantau, bahkan ia Aldara juga mencoba
Aldara langsung menuju ke kamar putranya begitu sampai rumah, Ternyata Ryu belum bangun dari tidur siangnya. Ia dengan cepat membangunkan Ryu sekaligus memandikannya, baru kemudian Aldara beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam.Ada banyak maid di sini, tetapi tidak membuat Aldara berpangku tangan. Ia tetap mengurusi sendiri keluarganya, bahkan di saat kondisi badannya teramat lelah."Loh, sayurnya habis?" gumam Aldara saat baru saja membuka kulkas.Tanpa berlama-lama ia langsung menuju dapur lain dan mengambil stok sayuran dari kulkas, beruntung Alastair telah mempersiapkan banyak keperluan di sini.Namun, langkahnya menuju dapur kotor sontak terhenti saat mendengar suara seorang laki-laki yang sepertinya tengah berbincang dengan seseorang di telepon.Awalnya Aldara tidak mau peduli, tetapi pria itu menyebut namanya juga Alastair. Hal itu membuat Aldara berhenti, ia mempertajam indera pendengarannya guna mencuri dengar."Baik, Bu. Saya pastikan Tuan Alastair dan Nyonya Aldara
Hari berlalu dan tanpa terasa tiga hari lagi pernikahan akan digelar. Gedung sudah dihias dengan beberapa bunga, beberapa kerabat sudah tiba lebih dulu termasuk Ernest dan Bibi Ayu.Namun, pagi ini Aldara merasa tubuhnya sangat lemas. Wanita itu tidak kuat bangun, pandangannya buram dan objek yang dilihatnya seperti berputar."Akh!" pekik Aldara seraya memegangi kepalanya.Tangannya berusaha meraih ponsel, dengan susah payah ia menghubungi nomor Alastair untuk meminta bantuan.Tidak lama kemudian Alastair dan Ernest masuk ke kamarnya dan lekas membawa ia ke rumah sakit.Aldara langsung ditangani oleh dokter, selama dokter belum keluar dari ruangannya, pria itu enggan duduk meskipun Ernest sudah memintanya untuk tenang."Aku tidak bisa tenang, Ernest. Aku khawatir," kata Alastair sambil membelai mulut menggunakan kedua tangannya. "Aldara kemarin baik-baik saja, biasanya dia juga tidak pernah seperti ini. Tapi kenapa kali ini—"Ucapan Alastair terhenti saat pintu ruang rawat terbuka dan
"Eugh ...." Sebuah lenguhan singkat membuat Alastair menoleh, ia mendapati Aldara sudah membuka mata dan tanpa berlama-lama ia segera memanggil Dokter.Dokter mengatakan Aldara harus rawat inap, mau tidak mau Alastair turut menginap di rumah sakit malam ini.Pria itu menggenggam lembut tangan Aldara, sesekali ia akan mengajak berbincang demi menjaga kesadaran wanita itu."Dara, kamu jangan tidur. Dokter mengatakan kamu harus terjaga sampai jam makan nanti," kata Alastair."Aku nggak tidur, Al. Memangnya kamu nggak lihat aku sekarang lagi melek?" tanya Aldara setengah kesal.Bagiamana tidak? Alastair terus mengulang ucapan yang sama, padahal jelas-jelas ia terus melek sejak tadi."Aku nggak mau disalahin sama Dokter, Dara. Jadi jangan merem!" Aldara menggeleng-gelengkan kepala, wanita itu membuang pandangannya ke samping lantaran muak mendengar celotehan Alastair yang tidak jelas.Baginya Alastair terlalu cerewet dan banyak membual. Kesal sekali rasanya saat menyadari ternyata Alastai