Happy Reading*****Senang hati, Andrian merentangkan tangannya, menyambut pelukan orang-orang yang disayangi. Namun, kedua mata Tari mendelik membuat lelaki itu mengurungkan niatnya. Si bos, hanya memeluk ketiga buah hatinya saja."Nggak usah marah gitu kenapa. Aku nggak bakalan meluk kamu, Tar. Kecuali kamu yang minta," ucap Andrian disertai kerlingan mata. Tari membalas dengan dehaman saja. Malas sekali menanggapi sikap genit si bos. Bukan sekali ini, lelaki itu menggoda dirinya. "Ayo kalian harus makan sekarang. Setelah itu salat Magrib doakan Bunda." Ketiga buah hati Andrian mengurai pelukan dengan sang ayah. Mereka mengangguk patuh dan berlalu meninggalkan ayahnya berdua dengan sang sekretaris."Tunggu, Tar," pinta Andrian ketika si gadis hendak keluar juga. Tangan yang semula ingin memegang pergelangan Tari, terhenti saat sang gadis mendelik sadis."Saya tidak punya banyak waktu. Mas mau apa?" Walau wajah Tari terlihat jutek, tetapi kata-katanya masih sangat lembut."Ambilkan
Happy Reading*****Selesai menidurkan Akmal dan membantu Bibi beres-beres semua peralatan. Tari pamit untuk kembali ke rumah sebelah. Namun, Andrian bersikeras ingin mengantar si gadis. Terpaksa Tari menuruti permintaan si bos pemaksa.Sesampainya di rumah, lekas Tari membuka pintu dan berkata, "Sebaiknya, Mas pulang saja. Tidak enak jika terlihat tetangga karena sudah larut malam apalagi saya tinggal sendirian."Andrian membenarkan letak kopiah yang dikenakan. Rasa gugup mulai melanda. Sejak perkataan Ustaz Muhammad tadi, lelaki itu ingin kembali mengatakan maksud hatinya untuk melamar Tari."Sebentar saja, Tar. Ada sesuatu yang harus kamu tahu. Aku sama Lita sudah bercerai, pengacara sedang mengurus semua surat-surat gugatan. Tadi, Ustaz Muhammad sempat menegurku terkait hubungan kita," kata Andrian. Tanpa dipersilakan lelaki itu duduk di kursi yang berada di teras.Menyatukan kedua tangan dan meremasnya pelan, Tari begitu khawatir dengan perkataan Andrian. Takut jika sang Ustaz be
Happy Reading*****Andrian menjadi orang terakhir yang keluar dari rumah setelah anak-anak berangkat ke sekolah. Tari masih tak percaya jika si bos akan membuatnya seharian berada di rumah tanpa mengurus pekerjaan. Padahal semua berkas dan juga jadwal meeting menumpuk."Jaga rumah, Tar. Nanti siang, tolong jemput Akmal sebagaimana yang Nina lakukan," perintah Andrian. Walau merasa kesal di hati, Tari tetap menganggukkan kepala. Secara sadar, Andrian menyodorkan tangan kanannya. Gadis itu mendelik. "Rasanya, tidak ada kewajiban saya untuk mencium tangannya, Mas. Saya bukan istri hingga harus berbuat demikian," kata Tari menyadarkan lelaki yang sudah mengenakan jas serta kemeja dengan rapi.Tersenyum canggung, Andrian berkata, "Maaf, aku sudah nggak sabar sampai lupa kita belum menikah. Aku ke kantor dulu. Titip anak-anak, ya. Assalamualaikum," ucapnya."Waalaikumsalam." Tari segera masuk ke dapur. Di sana, Bibi sedang sibuk membereskan semua peralatan yang baru saja dipakai makan.
Happy Reading*****Tari terpaksa menuruti keinginan Andrian. Setelah menyiapkan makanan untuk si kecil juga makan siang si bos, gadis itu mengajak sopir menuju kantor. Akmal sendiri tidak keberatan ketika Tari mengajak ikut."Tante tidak malu ngajak adik ke kantornya Papa?" tanya si kecil di tengah perjalanan mereka menuju perusahaan."Kenapa mesti malu?""Hmm," jawab Akmal. Si bungsu tampak berpikir. "Tante masih muda, masak bawa anak ke kantor. Kalau digosipin yang tidak-tidak gimana?"Meledaklah tawa Tari dan juga sopir. Akmal lucu sekali. Kenapa sampai bisa berpikir jauh seperti itu. Sang sekretaris, lalu memencet hidung si kecil dengan gemas."Memangnya jika masih muda tidak boleh punya anak? Lagian semua karyawan di kantor kan tahu jika Akmal putranya ayah," jelas Tari.Si kecil tampak manggut-manggut tanda mengerti apa yang dijelaskan oleh gadis berjilbab di sampingnya. Walau Akmal jarang mendatangi kantor Andrian, tetapi semua karyawan yang ada di sana cukup familiar dengan w
Happy Reading *****Riuh suara dari semua karyawan Andrian mulai menggaung di telinga Tari. Sungguh, sikap si bos makin membuatnya malu. Semua orang pasti semakin mencibirnya hari ini."Kalian bisa diam, nggak?" bentak Andrian keras. Semua orang terdiam dan mulai mendengarkan suara si bos kembali."Saya tahu kalian menggosipkan hubungan kami. Perlu kalian ketahui, Tari nggak pernah mencoba menggoda saya. Justru sayalah yang tergoda dengan semua sikap dan ketakwaan yang dimiliki olehnya. Selama ini, tentu kalian semua tahu reputasi buruk saya sebagai bos. Lalu, mengapa kalian menuduh Tari dengan begitu buruk. Untuk itu, saya ingin menegaskan bahwa saat ini saya sudah sendiri. Istri pertama saya sudah meninggal dan saya juga sudah bercerai dengan istri kedua. Jadi, nggak ada istilah pelakor dalam hubungan saya dan Tari. Pengumuman ini juga sekaligus menegaskan bahwa Tari adalah calon istri saya, jadi siapa pun yang berani menghina atau mengatakan hal buruk lagi seperti yang saya dengar
Happy Reading*****Tari dan si bungsu menjerit histeris ketika sebuah boneka yang bersimbah darah keluar dari dalam kotak. Kepala boneka hampir putus dengan pisau yang menancap pada perut. Sang pengirim mengibaratkan boneka tersebut adalah Tari.Si gadis tanpa sadar memeluk Andrian erat termasuk Akmal. Sungguh kado yang dikirimkan itu sangat menyeramkan. Mendengar suara teriakan yang menggema, Febi dan Shalwa berlari pada Ayah mereka."Ayah, Tante Tari kenapa?" tanya Febi.Matanya melotot saat melihat boneka itu. "Boneka siapa ini?"Andrian tak lagi peduli dengan pertanyaan putrinya. "Kak, panggilkan satpam!" perintahnya. Dia terlalu takut dengan reaksi sang pujaan dan juga si bungsu."Tenanglah, Tar. Aku pasti akan mencari tahu siapa pengirim kado itu. Berani sekali dia melakukannya." Andrian mengusap punggung gadis itu. Tak ada niat lain kecuali ingin menenangkan sang pujaan.Tergopoh penjaga rumah Andrian menghadap. Lelaki paruh baya itu tidak tahu-menahu dengan hadiah yang diteri
Happy Reading*****Menjelang senja, Andrian masih belum melihat kedatangan Tari biasanya gadis itu sudah datang dan membantu Bibi menyiapkan keperluan serta makanan untuk orang-orang yang bertahlil. Namun, sampai azan magrib berkumandang bayangan gadis itu belum tampak. Andrian mulai resah memikirkannya, dia takut peneror itu melakukan kejahatan seperti yang tertulis pada surat ancaman tadi.Selesai salat Magrib, Andrian pergi ke kamar si sulung. "Sayang, tolong panggilkan Pak satpam!" suruhnya pada Febi. Beruntung gadis kecil yang mulai belajar berjilbab itu sudah selesai salatnya. Dia sedang merapikan mukenah dan pergi ke dapur membantu si bibi. Namun, urung karena mendengar perintah sang orang tuanya. "Iya, Yah."Melihat kedatangan putri majikannya, lelaki paruh baya yang bertugas menjaga keamanan rumah Andrian, mengerutkan kening. Kali ini, entah apa lagi yang akan diperintahkan sang majikan. Setelah kado teror dan drama perdebatan dengan istri kedua sang pemilik rumah, Pak satp
Happy Reading*****Pulang dengan langkah gontai, Andrian masuk ke kamar si bungsu. Si kecil meringkuk, memeluk sang kakak. Lelaki itu mendekati keduanya. Tangannya terulur mengusap kepala buah hatinya satu per satu. "Ke depannya, kalian harus lebih kuat. Ayah janji akan mencari Tante Tari dan membawanya pulang untuk kalian. Jadi, Adik, Mbak dan Kakak harus lebih sabar," lirih Andrian. Tanpa terasa air mata Andrian berlinang. Jika Nina telah berpulang dan meninggalkan Andrian, saat itu masih ada Tari sebagai sandaran hati. Namun, gadis itupun kini pergi entah ke mana.Andrian sudah menghubungi beberapa orang untuk mengecek keberadaan Tari di kosnya. Namun, gadis itu juga tidak pergi ke sana. Harapan lelaki itu adalah rumah orang tua Tari. Namun, dia juga bingung di mana rumah keluarga si gadis.Tari adalah seorang wanita yang jarang terlihat berkumpul dengan seseorang. Selama bekerja menjadi sekretaris, Andrian belum pernah tahu siapa teman-temannya. Menghela napas panjang, lelaki i