Happy Reading*****"Bagus kamu datang, Lit. Aku sudah menunggumu sejak kemarin," kata Nina. Dia menatap tajam pada ibu hamil di depannya. "Mengapa ponselmu tidak pernah aktif. Apa kamu sengaja membuat kemarahan Mas Andri dengan sikap seperti ini?"Nina sengaja langsung masuk ke ruang tamu tadi agar langkahnya diikuti oleh sang madu. Ternyata benar, Lita masuk dan langsung duduk di hadapan ibu tiga anak itu. "Ponselku nge-drop baterainya, Mbak. Jadi, tidak bisa selalu aktif. Memangnya Mas Andri marah-marah kenapa?" Lita mulai memerankan sosok perempuan lemah. Ibu hamil iku menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan muka melemah. Berkali-kali menghela napas panjang. Kentara sekali jika Lita mencari simpati dari Nina. "Tidak perlu beralasan demikian, Lit. Aku mulai muak dengan tingkah lakuku yang tidak benar," ucap Nina kesal, "kenapa kamu memfitnahku. Padahal jelas-jelas lelaki itu adalah orang yang kamu kenal.""Mbak Nina ngomong apa?""Jangan berpura-pura, Lit. Aku tahu ka
Happy Reading*****Di tengah perbincangan dengan kedua rekan kerjanya, ponsel Andrian berbunyi. Sebuah notifikasi khusus yang sengaja digunakan untuk menandai chat dari orang-orang tersayangnya. Lelaki itu merogoh saku dan melihat chat yang dikirimkan seseorang.Selesai membaca, garis bibir Andrian melengkung ke atas. Dia tak lagi peduli dengan percakapan dua rekannya. Novriyanto yang melihat perubahan wajah Andrian, menyenggol lengan Yadi. Lalu, dia berbisik, "Sepertinya, Pak Andri mendapat undian. Makanya, senyum-senyum sendiri seperti ini."Pria berkulit gelap dengan kumis tipis yang baru saja mendapat bisikan dari rekannya tersenyum. "Sepertinya begitu, Pak.""Wah Pak Andri dapat undian apa sampai tersenyum lebar seperti ini?" tanya Novriyanto. Lelaki itu benar-benar kepo. Sudah seperti emak-emak saja."Ah, Pak Novri bisa saja ngomongnya. Saya nggak lagi dapat undian. Cuma dapat chat dari seseorang yang sangat saya cintai," ucap pria berkulit kuning langsat dengan kumis tipis ya
Happy Reading***Sepulang dari rumah istri pertama suaminya, Lita tak langsung balik. Dia sengaja menginap ke tempat seorang lelaki yang selama ini selalu menemani hari-harinya saat Andrian tak menginap. Sore ini, setelah mereka pergi bersenang-senang, si lelaki berniat melanjutkan sesi bermesraan mereka di rumah Lita.Namun, baru saja akan membuka pintu mata Lita terbelalak membaca kertas yang menempel pada daun pintu. Pesan sang suami yang tergantung di depan pintu membuat nyalinya ciut untuk memasuki rumah. Sementara lelaki yang berada samping ibu hamil itu, hanya mampu mengerutkan kening. Takut-takut dia mengambil kertas dari pintu rumah Lita.Si lelaki membaca isinya dan berkata,"Temui saja suamimu, dari pada kamu tidak mendapat nafkah lagi. Bagaimana kita akan bersenang-senang nantinya?" Lelaki itu memeluk Lita walaupun mereka masih berada di luar rumah.Lita membuka pintu dan masuk dia mendudukkan tubuhnya yang mulai terasa lelah karena semalaman bertempur dengan pria itu. S
Happy Reading*****Setelah panggilan sang istri terputus, Andrian segera membereskan meja dan melangkah keluar untuk pulang. Sebelum sampai di pintu lift, dia berbelok ke ruangan Tari terlebih dahulu. Belum sempat membuka pintu, sang sekretaris sudah keluar."Kita jodoh kayaknya. Baru mau ke ketok pintu, kamu sudah membukakannya." Senyum bahagia itu Andrian tampakkan.Padahal beberapa detik lalu, si bos marah-marah dan mengumpat dengan perbuatan Lita. Namun, ketika melihat Tari semua kemarahan itu lenyap."Suka banget menggoda saya, Pak. Jika sampai saya baper gimana? Kebetulan saja, saya mau pulang. Jadi, ya, buka pintu. Kan, mau keluar. Ternyata Bapak sudah berdiri di sini." Tari menundukkan pandangan. Jangan sampai rona merah di pipinya terlihat oleh si bos genit. Makin menjadi, Andrian menggodanya nanti.Si bos makin gemas dengan ekspresi gadis pujaannya. " Nggak papa baper. Aku makin seneng jika sampai terjadi seperti itu," ucapnya, "ikut aku, ya!""Ke mana, Pak?" Tari mulai sal
Happy Reading*****Andrian membuka tas dan mengeluarkan laptop. Dia telah menyimpan semua rekaman kamera yang ada di rumah Lita tadi. Sebelum menunjukkan hasil rekaman CCTV pada sang istri muda, dia menatap Tari dan berkata, "Tolong telpon Nina. Sudah sampai mana dia?"Tari, hanya menganggukkan kepala patuh. Ketika Andrian mengulurkan ponselnya, si gadis menerima dengan gemetaran. Pasalnya, tatapan membunuh dari si istri kedua sungguh membuatnya ngeri. Walau demikian, Tari berusaha mengenyahkan rasa itu. Dia segera melakukan panggilan pada Nina. Baru sekali berseling, panggilan tersebut sudah terangkat."Asalamualaikum, Yah. Sebentar lagi sampai. Masih kena macet di jalan. Sabar, ya!" kata Nina."Waalaikumsalam. Mbak, ini saya Tari. Sudah sampai mana sekarang? Bapak meminta saya menghubungi Mbak." Tari sedikit ketakutan mendengar pertengkaran Andrian dan Lita.Mungkin lelaki itu sudah menunjukkan rekaman perbuatan Lita dengan Anton sebelum berangkat tadi. Walau sang sekretaris belum
Happy Reading*****Di sebuah klinik, Andrian menurunkan perempuan itu. Dia berteriak dengan keras agar semua tim medis klinik tersebut segera memberikan penanganan. Darah yang menetes saat menggendong si perempuan tak dihiraukan. Andrian benar-benar takut jika perempuan itu meninggalkan dirinya."Bertahanlah, kumohon!" pinta Andrian dengan segenap harapan yang dimilikinya. "Kamu akan segera ditangani." Andrian melihat mata yang mulai tertutup, lirih dia mendengar perempuan itu mencoba mengucapkan syahadat. Si pria terus saja menggendong hingga hampir di depan loket klinik."Jangan ... jangan tinggalkan aku dengan cara seperti ini!" ucap Andrian beruraian air mata. "Dokter! Suster! Tolong, cepatlah tangani dia!" Si bos terus berteriak agar perempuan itu segera mendapat penanganan.Beberapa perawat dan dokter segera mendorong pasien ke ruang ICU setelah membawa ranjang dorong. Andrian, seorang perempuan lainnya dan juga si bungsu diminta untuk menunggu di luar. Mereka tidak diperkenan
Happy Reading*****Akmal menangis tersedu di pangkuan Tari. Sementara Andrian sibuk menghubungi kedua putrinya dan juga pembantu di rumah. Lelaki itu akan mengabarkan bahwa Nina telah berpulang."Assalamualaikum, Kak. Bisa Ayah minta tolong berikan HP-nya pada Bibi? Ayah mau ngomong penting," ucap Andrian ketika panggilannya sudah diangkat oleh si sulung. "Waalaikumsalam. Bisa, Yah. Bentar." Febi keluar dari kamar dan mencari keberadaan pembantunya yang ternyata sedang santai duduk berdua dengan sang suami yang bekerja sebagai penjaga merangkap tukang kebun di rumah Andrian. "Bi, Ayah mau bicara," katanya sambil menyerahkan ponsel di tangan kanan."Ada apa, Kak?" Febi mengedikkan kedua bahunya. "Coba bicara langsung saja.""Halo, Pak?" ucap si Bibi setelah memegang ponsel Febi. Suaminya yang tengah berada di samping diam mendengarkan, jarang-jarang majikan lelaki mereka telepon pada pria pegawai di rumah tersebut."Bi, tolong kabarkan pada Pak RT bahwa istri saya telah berpulang. M
Happy Reading*****Setiap kehilangan pasti meninggalkan banyak duka. Rasa itu akan timbul seiring kepergian seseorang dari kehidupan kita. Kebersamaan yang selalu dianggap biasa tak mampu membuat Andrian menyadari betapa berharganya Nina di sisinya selama ini. Kehadirannya sering kali terabaikan oleh lelaki itu. Kini saat raga sang istri telah terpisah dari jasadnya, dia baru menyadari arti kehilangan itu.Ambulans yang membawa jasad Nina telah meninggalkan rumah Andrian. Putri sulungnya berteriak histeris saat melihat bundanya tak lagi merespon apa yang dia katakan. Si tengah malah tak sadarkan diri ketika banyak orang mengangkat jenazah sang bunda. Sementara Andrian masih mengikuti jenazah sang istri, Tari mendekap si bungsu yang terguncang."Kak, kamu harus kuat! Kak Febi harus bisa menjaga adik-adiknya!" Tari merangkul putri tertua Andrian setelah menenangkan si bungsu."Tante, mengapa harus secepat ini Bunda pergi?" Febi masih tak percaya dengan yang terlihat."Allah terlalu say
Happy Reading*****Sebelum menjawab salam dari perempuan di hadapannya, Tari meneliti tampilan orang tersebut dari atas ke bawah. Rentang waktu setahun telah mengubah perempuan itu menjadi jauh lebih baik. Pakaian yang semuanya tertutup serta tutur kata lembut saat menyapa. Mencerminkan adanya perubahan dalam dirinya."Waalaikumsalam. Apa kabar, Bu?" sapa Tari berusaha menghormati perempuan itu."Jangan panggil aku ibu. Saya bukan suami atasan kamu lagi," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Lita. Tari sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Lita hingga merubahnya seperti sekarang. Walau jelas tahu bahwa perempuan itu sudah tidak bersama Andrian, tetapi Tari tetap berusaha menghormatinya. Terlepas dari segala ancaman dan teror yang pernah dilakukan, istri Andrian sudah memaafkan semua kesalahan itu.Baru akan menjawab perkataan Lita, dari arah belakang Andrian memanggil nama Tari. "Sayang, belanjanya sudah selesai belum." Lita dengan cepat menundukkan pandangan dari l
Happy Reading*****Ingin rasanya Tari menghilang saat ini juga. Bagaimana bisa dia sebrutal itu. Sungguh, si perempuan tidak menyadari aksinya sudah meninggalkan begitu banyak jejak pada suaminya.Andrian yang tahu jika istrinya terkejut dengan hasil perbuatannya sendiri, hanya bisa mengulas senyum. Hatinya berbunga-bunga, ternyata Tari juga bisa seganas tadi. Sebelum sang istri menjawab perkataan putranya, lelaki itu berbisik."Kamu hebat, Sayang. Mas ketagihan dengan yang tadi." Lalu, lelaki itu membuka selimutnya dan menjejakkan kaki ke lantai.Tari menghela napas panjang. Benar-benar jahil suaminya itu. Tidak tahukah Andrian jika dirinya malu setengah mati dengan kebrutalan itu. Melihat begitu banyak jejak di bagian tubuh sang suami yang lain, Tari menggelengkan kepala. Dia kemudian fokus pada Akmal sebelum si kecil bertanya macam-macam."Iya, Sayang. Nanti, Mama pasti obati bekas gigitan serangga di leher Ayah," jawab Tari pada akhirnya.Perempuan itu merutuki dirinya sendiri ya
Happy Reading*****Sesampainya di kamar, Tari membuka pintu dengan tergesa. Takut juga jika sang suami sampai salah paham dengan perkataannya tadi. "Mas, jangan salah paham, dong," ucapnya.Sekarang, Andrian sedang mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Dia melirik sang istri sebentar. "Gimana nggak salah paham. Kamu membandingkan lelaki lain di depan suamimu. Aku itu cemburuan, Sayang. Bukankah kamu sudah tahu sejak dulu?" Sang suami melanjutkan aktifitasnya melipat sarung dan menggantung baju koko, tiba-tiba saja suasana hati Andrian berubah jelek."Membandingkan gimana, Mas?" Sepertinya, Tari memang salah memilih kata. Padahal maksudnya tadi bukan membandingkan Andrian dengan Pamungkas. "Kalau nggak membandingkan terus apa? Bukankah kamu mengatakan kasus kami berbeda. Maksudmu pasti si Pamungkas pasti jauh lebih baik dari Mas, kan?" Andrian duduk di tepi ranjang dan memajukan bibir. Setelah menjadi suami Tari, lelaki itu makin manja saja. Tidak ingat sama umur.Sek
Happy Reading *****Andrian tidak pernah bosan dengan ibadah menyenangkan bersama sang istri. Sekali lagi, mereka melakukannya dan setelahnya tertidur hingga suara azan Zuhur membangunkan. Tari melenguh dan meregangkan tangan. Kemudian menatap lelaki di sebelahnya yang masih menutup mata."Mas, bangun. Sudah Zuhur," kata Tari pelan disertai guncangan pelan pada lengan Andrian."Hmm," jawab Andrian, tetapi matanya masih tertutup. "Boleh nggak kalau Mas salatnya di rumah saja?""Tidak boleh. Memangnya Mas Andri mau disebut salihah?" kata Tari cepat.Seketika Andrian membuka mata dan menatap sang istri. "Kok bisa salihah, Yang?"Memutar bola mata dan tersenyum, Tari berkata, "Ya, kan. Seorang perempuan itu lebih baik salat di rumah. Nah, jika seorang lelaki tidak salat di masjid tanpa uzur yang jelas, kan, namanya salihah." "Ih, jadi kamu ngatain Mas, ya?" Andrian gemas sendiri melihat wajah sang istri. Dia menggelitik pinggang perempuan itu sampai minta ampun setelahnya."Sudah ... su
Happy Reading*****Tari menengok pada suaminya. Indera Andrian sudah dipenuhi kabur gairah. Tak akan bisa lagi perempuan itu beralasan lain apalagi anak-anak tidak berada di kamar lagi. "Mas mau sarapan apa? Biar aku siapkan dulu," katanya berusaha lepas dari pelukan Andrian yang makin erat dan menggebu."Sarapan kamu boleh, Sayang?" Andrian semakin berani. Mulai menciumi leher dan juga pundak sang istri."Jangan dulu, masih ada anak-anak di rumah. Jika mereka tiba-tiba ketuk pintu kayak kemarin, malah tidak nyaman. Lebih baik, biarkan aku masak supaya cepat sarapan dan meminta bantuan Bapak sama Ibu untuk menjaga anak-anak," kata Tari mencoba bernegosiasi. Dia, hanya perlu sedikit waktu untuk melayani suaminya. Menata jantung yang terus saja bertalu."Anak-anak sudah dibawa ngungsi sama Mas Radit. Di rumah ini tinggal kita berdua, Sayang. Mas sudah nggak sabar menantikan hari ini, apalagi melihat wajah cantikmu. Mas semakin nggak kuat menahannya." Andrian mulai melancarkan rayuan ke
Happy Reading*****Siang berlalu dan berganti sore. Sudah tidak ada tamu lagi di rumah Radit. Namun, ketiga buah hati Andrian dan juga ponakannya Tari tidak mau beranjak dari kamar pengantin. Mereka memonopoli perempuan yang baru saja menjadi istri Andrian.Sekarang, keempat anak-anak itu malah tidur di ranjang dengan Tari di tengah. Andrian yang duduk di sofa depan tempat tidur menatap malas pada anak-anak tersebut."Kenapa selalu saja ada gangguan saat aku ingin berduaan dengan istriku. Radit sama Haura memangnya nggak nyariin anaknya? Enak sekali mereka berdua. Bukan mereka yang jadi pengantin, tapi malah mereka yang berduaan," gerutu Andrian.Matanya mengawasi anak-anak dengan sangat iri karena mereka bisa tidur dipeluk oleh Tari. Jengkel dengan keadaan di kamarnya, Andrian keluar tanpa pamit pada sang istri. Turun, di ruang keluarga, terlihat Radit dan juga Ibrahim tengah berbincang, entah membahas apa. Andrian pun berniat untuk bergabung daripada suntuk memikirkan malam pertama
Happy Reading*****Ingin rasanya Andrian menghilang saat ini juga. Kenapa obrolan yang harusnya cuma untuknya dan sang istri harus didengar oleh ibu mertua. Jadi, tidak bisa menjalankan misi. "Saya nggak modus, Bu. Tari memang terlihat capek. Kasihan kalau sampai siang harus berdiri sampai sore," alibi Andrian."Tidak mungkin sampai sore. Sebelum Zuhur saja sudah habis. Lebay banget kamu."Ibrahim menatap istri dan menantunya bergantian. "Kalian berdua ini, kok, tidak pernah akur," katanya, "kalau Nak Andri mau istirahat duluan saja sana, tapi jangan lama-lama."Lelaki yang baru saja menjadi suami Tari itu memutar bola mata malas. Mana ada istirahat sendiri. Lebih baik di sini menemani sang istri. Tujuan utama istirahat Andrian adalah untuk melepas kerinduan jika sendirian mana bisa. Seketika, wajah gadis yang sudah dihalalkannya tersenyum. Tari seperti mengerti kekecewaan sang suami. "Lagian, Mas itu kenapa tidak sabaran banget.""Rinduku itu sudah seperti puncak Himalaya, Sayang
Happy Reading*****Selesai salat berjemaah di masjid, Andrian bersiap-siap. Keluarga Ustaz Muhammad diminta menginap di rumahnya karena lelaki itu memang sudah tak memiliki keluarga di kota tersebut. Semua adiknya tinggal di pulau seberang bahkan si bungsu tinggal di negara sebelah sehingga mereka tidak bisa datang pada pernikahan ketiga Andrian.Anak-anak beserta istri sang Ustaz sedang dirias oleh MUA yang disewa terpisah oleh Andrian dari WO yang digunakan. Lelaki itu sudah siap dengan setelan jas serta kopiah. Dia duduk di ruang keluarga bersama Ustaz Muhammad menunggu yang lain untuk berangkat ke rumah Tari."Sudah siap Pak Andri?" tanya sang Ustaz."Insya Allah, sudah. Lahir batin sudah siap, Taz. Rasanya, pernikahan kali ini sangat menegangkan. Semalam hampir nggak tidur mikirin hari ini," jujur Andrian mengakui semua kegundahan hatinya.Sang ustaz tertawa. "Mungkin karena gadis yang Pak Andri nikahi sangat spesial. Makanya, mikirin terus.""Sepertinya begitu, Taz. Entahlah."
Happy Reading*****Kembali dengan wajah ditekuk-tekuk, suasana hati Andrian memburuk. Pertemuan dengan WO yang dia sewa untuk pesta pernikahannya pun kurang bersemangat seperti hari sebelumnya. Semua karena kejujurannya yang menceritakan kejadian kemarin pada sang pujaan."Atur semua dengan baik, Pak. Saya percaya pada WO yang Bapak pimpin. Lagian tamu yang saya undang juga tidak banyak," kata Andrian pada pemilik organizer."Baik, Pak. Kami sudah menyiapkan dengan baik dan persiapan sudah hampir 50%," ucap sang organizer."Bagus, kita langsung ketemu di tempat acara saja karena mulai besok saya nggak bisa datang ke tempat tersebut.""Jadi, saya harus koordinasi dengan siapa, Pak?""Mungkin saudara kandung calon istri saya. Nanti, saya kirim nomor beliau. Tolong berikan yang terbaik dan turuti permintaan calon istri saya.""Baik, Pak. Saya bisa bergerak dari sekarang jika seperti itu.""Silakan." Andrian meninggalkan restoran cepat saji tempat janjian mereka. Dia kembali ke kantor de