Istri tetua penasehat telah hamil tua. Ia sudah kesulitan berjalan. Malam itu ketika cuaca di Mahrazh sama sekali tak bersahabat. Rasa sakit mendera dengan cepat. Mejalar di tulang punggungnya, membuat ia berteriak. Rasanya sudah waktunya kini. Ia menguncang tubuh suami yang tidur di sampingnya. Kaget karena guncangan dan teriakan, tetua penasehat bahkan hampir terjatuh dari tempat tidur.
“Ada Apa? Sudah waktunya?” Ia menatap wajah istrinya kemudian mengalih pandangan pada perut sang istri yang membuncit.
Sang Istri mengangguk. “ya, sakit sekali.” Perempuan hamil besar itu meringis, berusaha untuk duduk dan bersandar di kepala tempat tidur. Air mata dan juga peluh bercampur menjadi satu di wajahnya.
Tetua penasehat menendang selimut dengan cepat. Sempoyongan sedikit saat berdiri dan berjalan tiba-tiba, masa tua mulai mempengaruhi vitalitasnya. Ia membuka pintu dan menghilang di baliknya dengan cepat. Beberapa pelayan masuk setelah itu dan
Kyra kembali dari bermain. Ia menarik roknya untuk menutupi lutut. Tapi, Shiena tahu apa yang terjadi. Putrinya itu menghilang ke dalam kamar sebentar dan muncul setelah menganti pakaian.“Kemarikan lututmu.”Kyra tersentak. Berdiri mematung selama beberapa detik di ruang sulam dan perlahan mulai mendekat ke Shiena. “Aku tidak apa-apa.” Ia berbohong.“Apakah lagi-lagi kakakmu yang melakukan ini?” Shiena tanpa persetujuan menunduk memeriksa. Lutut Kyra memar kehijauan, ada luka berdarah yang belum kering. Semua luka didapat bersamaan dengan luka lainnya.Gadis kecil itu menggeleng. “Tidak. Bukan kakak, ia tidak melakukan apa pun.” Kembali Kyra berbohong.“Kamu ingat soal kebohongan yang Ibu ajarkan Minggu lalu padamu.” Shiena dengan sigap membersihkan luka dan memberi obat berupa salep. Ia meniup ketika dilihatnya Kyra mengernyit menahan sakit. Gadis kecil itu sama sekali tidak menangis.
Sejak saat itu Kyra sering bertemu dengan pemuda itu. Yang selalu memilih untuk mengunjungi Kyra ketika matahari telah terbenam. Tidak ada yang pernah bertemu dengan teman Kyra ini, sebab anak itu pandai sekali bersembunyi. Bahkan ketika mereka tengah berlarian di taman belakag, lalu berpapasan dengan pelayan atau penjaga, anak itu pastilah sudah menghilang ketika Kyra menoleh untuk menyuruh bersembunyi.“Aku selalu saja kalah ketika bersembunyi darimu.” Kyra menggeluh suatu malam setelah selesai bermain dan anak itu selalu berhasil menemukannya. Padahal Kyra sudah dengan hati-hati bersembunyi dalam seonggok besar daun yang baru selesai di sapu.Anak itu hanya tersenyum. Duduk di dekat jendela yang berbatasan dengan taman belakang. Ia menatap keluar sebentar dan masih belum mengatakan apa-apa.“Sudah seminggu dan kamu belum juga memberitahu namamu. Katakana padaku.” Kyra meloncat dari atas ranjang dan berdiri sempurna. Kini ia bersa
Aneh sekali, Roth tidak terlihat di mana pun selama tiga hari. Kyra yang dalam kesehariannya ditemani pemuda itu merasa amat kesepian. Ia tidak tahu bagaimana memanggil Roth dan di mana bisa menemukan pemuda itu. Kyra mendengus, mengeluh berkepanjangan atas tak tahu dirinya tentang Roth. Saat nanti bertemu lagi dengan Roth, ia akan tanyakan di mana Roth tinggal.Langkah Kyra terhenti tepat di batas jalan. Ia memandang pada tonjolan akar pohon oak, tempat di mana Roth sering duduk ketika menemani Kyra. Ada seseorang yang sudah mengambil alih, Kyra pernah bertemu. Pada saat pengejaran para prajurit beberapa hari lalu. Si pemuda sombong yang mengharuskan Kyra menggenal dirinya. Kyra berbalik akan pergi.“Hei! Kenapa pergi!” Pemuda itu berteriak menghentikan langkah Kyra.“Apa boleh buat, tempatku sudah diambil alih.” Kyra berujar pelan. Berharap pemuda itu tidak mendengar. Ia memilih untuk melanjutkan langkahnya lagi.Pemuda itu mence
Ibu lebih menyayangi Kyra ketimbang dirinya. Fakta itulah yang terlihat di masa kanak-kanak Luna. Membuatnya kadang-kadang melakukan kejahatan pada saudara kembar yang dirahasiakan itu. Ya, dirahasiakan. Ayah memberi tahu seperti itu. Jika ada orang selain pelayan dan keluarga yang tahu, maka Ayah akan mendapat masalah.Luna sama sekali tak meneteskan air mata ketika Ibu dimakamkan. Kyra tentu saja tak akan ada di sini. Ayah tak suka Kyra terlihat. Ia tersenyum di depan lukisan Ibu di batu nisan. “Sekarang Kyra Ibu akan sendirian, apa yang akan Ibu lakukan?”Ia ingin memberi pelajaran pada Kyra. Karena itu ia membuka kunci kamar Kyra. Jika Kyra terlihat oleh satu orang saja, maka Ayah akan segera mengasingkannya. Begitu ancamnya ketika Kyra hampir telihat tamu Ibu sekitar beberapa bulan lalu. Bukan pada Kyra Ayah berkata, tetapi pada Ibu. Ia mengintip di sela pintu ketika saudara kembarnya itu lewat. “Kamu tahu, aku ingin saudaraku mendapat masa
“Namaku Kyra!”Perkenalan penuh senyuman disertai dengan uluran tangan itu sama sekali tak pernah dilupakan Roth. Tidak ada yang pernah benar-benar melihat dirinya yang bertumbuh bersama mereka. Bagi setiap orang yang diikuti, Roth hanyalah sebuah kutukan. Hanya kutukan.“Kirim kembali ia bersama ibu.”Kalimat Luna membuat Roth terpana. Ia tahu cepat atau lambat akan kehilangan malaikat yang menggulurkan tangan itu padanya. Apakah sekarang ia memiliki hati atau itu hanya sebuah keinginan untuk memiliki. Roth tak peduli. Ia tak mau kehilangan Kyra.Ia pandangi punggung Kyra yang mulai menjauh. Diulurkan tangan untuk memegang tangan Kyra yang berayun, tidak terjangkau. Apakah seperti ini nasib yang sudah ditentukan takdir pada esistensi yang memiliki jiwa dari kutukan. Tidak punya tempat di dunia nyata bahkan dalam gelap. Ia hanyalah bayang-bayang yang menatap ke arah kilauan cahaya.“Kamu akan meninggal
Kyra membuka mata. Selama beberapa hari ini ia mimpi sama. Suasana gelap dan gema perkataan dari seorang perempuan yang rasanya amat dikenal. Pada saat tidur tadi, Kyra hapal sekali dengan kata-kata yang diucapkan perempuan itu. Namun, ketika matanya terbuka semua lenyap begitu saja.Sejak malam itu, Roth tidak lagi muncul. Kyra juga tidak bisa bertanya pada siapa pun ke mana pemuda itu pergi. Hari-harinya di bawah pohon oak kini ditemani Alden, putra sang lord. Anehnya kini ketika Alden tidak ada, Kyra merindukan pemuda itu. Menyebalkan memang tetapi ia mengaku rasa yang tak ia pahami itu.“Ada pesta di kastel?”Alden mengangguk. Ia ingin menggenalkan Kyra kepada ayahnya malam ini. Forde pasti akan menyukai Kyra. Gadisnya ini tidak hanya cantik saja tetapi juga pintar. “Aku secara khusus mengundangmu.” Alden menyerahkan perkamen berwarna kuning gading. Ada cap khusus yang akan memudahkan Kyra untuk masuk ke dalam kastel.&ld
“Kamu menyuruhku melakukan apa?” Luna bertanya pada Roth yang berdiri di dekat cermin besar. Tiba-tiba saja pemuda itu muncul setelah Luna baru menyisir separuh rambut. Roth masih diam setelah perkataan yang lebih cenderung seperti perintah untuk Luna itu disampaikan. “Kamu diam saja saat aku bertanya?” Luna benar-benar tak suka harus bertemu Roth. Ia sama sekali tak bisa menilai apa yang sedang dipikirkan pemuda itu atau yang diinginkan. Tapi, Roth memberi keuntungan untuknya. “Beri tahu saudaramu jika kamu tidak pergi ke pesta.” Roth menggulangi kembali. “Tapi, aku ingin pergi.” Luna tak terima diperintah. “Aku tidak melarangmu untuk pergi.” Roth diam tanpa ekspresi. Luna harus berpikir sendiri kini. “Maksudmu, aku harus mengecoh Kyra?” Roth tidak menjawab pertanyaan Luna, malah memudar dan menghilang. Ia tahu ada sesuatu yang direncanakan oleh pemuda berambut menyala itu,” pikir Luna, tak akan rugi hanya membohongi Kyra. Jad
Paru-paru Kyra terasa terbakar. Namun, ia masih terus berkata pada dirinya sendiri jika masih sanggup berlari beberapa langkah lagi. Pada akhirnya Kyra tersandung dan terjatuh. Terguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti dengan napas memburu. Seluruh tubuhnya nyeri dan sakit.Kini Kyra sudah tidak bisa bergerak lagi. Ia terisak menangis memandangi langit kelam di atas sana. Ia menyesali setiap kepputusan yang dibuat belakangan ini. Semua kata andai kembali berputar di kepalanya. Kemudian Kyra tak sadarkan diri.Mimpi buruk membuat Kyra meloncat dan melihat siaga ke sekeliling. Tempat ia kini berada begitu gelap dan pengap. Ia menduga jika dirinya merangkak saat pingsan tadi.“Kamu terlihat sangat kacau.”Kyra menggenali suara itu sebagai Roth. Kini ia sadar betapa rindu dirinya pada pemuda itu. Ia mengitari seluruh tempat gelap itu, tapi tak menemukan siluet Roth di sisi mana pun. “Roth?” Kyra mulai tak yakin jika yang berbic