“Baiklah, kalian sudah siap, para gadis?” tanya Cleon memastikan kesiapan dua gadis istimewa yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Setelah memastikan tali pengikat kuda dan gerobak terikat dengan kencang, ia segera membantu Aldephie mengangkut kotak terakhir persediaan perjalanan mereka.
“Aku sudah siap,” ucap Anastazja memastikan tenda terikat dengan baik.
“Aku juga sudah.” Aldephie mengangguk mantap. Semua barang yang sekiranya mereka butuhkan, sudah ia masukkan dan packing dengan rapi.
Cleon mengangguk. Matanya melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tinggal beberapa menit sampai Polisi Alastor beristirahat sebelum pergantian tim penjaga. Perhitungannya, mereka memiliki waktu sekitar delapan menit untuk kabur keluar teritorial wilayah Ha
Halo semuanya, terima kasih atas segala perhatian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
“Ini novel yang sedang kau baca, huh?” “Apa? Tentu saja tidak! Apa kau berpikir aku akan menghabiskan waktuku dengan membaca novel? Menurutmu semua gadis akan menyukai cerita romansa yang dituliskan dengan diksi-diksi indah dan membuat fantasimu menjadi liar begitu?” Aldephie merasa malu mendengar ucapan Anastazja. Apa yang dikatakannya sangat benar. Aldephie memang suka sekali menjadikan tokoh utama novel romansa kesukaannya menjadi bagian penting dari fantasi liarnya. Atau, jika ia sedang merindukan Cleon, ia akan membayangkan apa yang terjadi pada tokoh utama wanita itu akan terjadi padanya dan Cleon. “Kau boleh menyukainya, Al. Namun, aku tetap pada buku-buku tua yang hanya berisikan mantra dan yah, sedikit sejarah akan sangat menyenangkan!”
“Hei, apa ada sesuatu yang menyenangkan, para gadis? Sepertinya kalian terlihat ceria sekali.” Cleon membawa cangkirnya menuju perapian. Menatap dua orang Putri yang sedang menghangatkan diri bersama di dekat perapian. Mereka pun tergabung dalam satu selimut. Anastazja dan Aldephie mendongakkan kepalanya, menatap Cleon, lalu saling menatap satu sama lain dan tertawa bersama. Kalau kau tahu karya seni paling indah itu seperti apa, hanya senyuman yang saling terukir di wajah kedua tuan putrinyalah karya seni ciptaan Dewa paling indah. Cleon duduk di sisi lain perapian, memandang dua orang yang kini bisa mengatasi perasaan mereka masing-masing adalah pemandangan paling luar biasa untuk saat ini. Masih perlu waktu kurang lebih tiga jam perjalanan menggunakan karavan untuk mencapai tempat tujuan mereka. Sudah hampir tiga bela
Helio tersadar saat titik-titik air menetes di atas pipinya yang mulus secara terus menerus. Merasakan sesuatu yang dingin mengenai wajahnya, dia segera bangun dan menepuk-nepuk wajahnya yang kotor dengan tanah. "A-aku pingsan? Apa yang terjadi?" Matanya menatap sekeliling. Tempat yang seharusnya berada dalam ingatannya terakhir kali adalah sebuah halaman kecil di belakang pondoknya. Halaman yang memiliki air terjun mini dari bebatuan. Namun, kini di mana dirinya berada? Terlalu gelap. Helio tidak
"Berpencar!" Seolah bukan hal baru lagi bagi mereka bertiga berada dalam situasi sulit, salah satunya medan pertempuran. Baik Anastazja dan Aldephie, keduanya segera merespons perintah Cleon dengan cepat dan sigap. Mereka bahkan sudah memperhitungkan segalanya sebelum memulai perjalanan kemah karavan. Meskipun Anastazja memimpin karena ia yang paling memahami medan tujuan mereka, gadis keras kepala itu tetap memberikan komando penuh pada Cleon, selaku satu-satunya insan manusia dengan jenis kelamin berbeda. Cleon memang belum pernah menghadapi medan pertempuran sebelumnya, tetapi duo kakak-adik itu percaya bahwa Cleon mampu mengatasi segalanya dengan tenang. Tidak seperti Aldephie yang mudah panik, ataupun Anastazja yang mudah tersulut emosi. Malam itu dengan percaya diri, Anastazja membuka peta lebar-lebar di ata
Tidak ada tempat yang lebih hening dan pengap dari pada ruangan yang saat ini membuat Helio kebingungan. Ia bahkan tidak bisa menemukan di mana saklar lampu berada! Parahnya, kini ia tersandung "sesuatu" yang sangat mencurigakan.
Marah. Takut. Cemas. Khawatir. Dari semua rasa yang mungkin dirasakan Anastazja ketika melihat Aldephie pingsan, perasaannya sudah mencapai batas maksimal dari apa yang ia bisa tampung, yaitu mati rasa. Kini, ia tidak peduli lagi pada apa pun yang akan Cesar atau Polisi Alastor lakukan padanya. Setelah sekian tahun akhirnya ia dan Aldephie bisa kembali berbaikan dan tertawa bersama. Berbagi selimut dan membicarakan lelucon yang sama. Kenapa? Kenapa harus sekarang? Kenapa rintangan itu harus datang sekarang? Kenapa? Seraya meratapi diri dengan dua tangan tergantung di udara, kepala Anastazja terkulai lemah. Tangisnya sudah tidak bisa keluar lagi. Entah harus berapa lama ia bisa mendapatkan kebebasan dan keadilan itu? Ia hanya ingin segalanya berjalan dengan tenang dan normal. Seperti anak lainnya. Seperti yang semua orang lakukan bersama keluarganya. Mendapatka
"Kau? Menggantikanku? Jangan bercanda! Hahahaha! Kau bahkan hanya bisa berpikir untuk kabur setelah aku dengan baik hati membiarkanmu hidup. Kau kira, kau pantas menggantikanku?" Mati. Hanya itu yang Cleon rasakan. Cleon tidak dapat menemukan perasaan lega atau bangga akan apa yang ia lakukan. Ia hanya merasa ayahnya akan membunuhnya. Wajahnya bukan hanya berubah merah, tetapi berubah hitam! Matanya bahkan berubah sangat menyeramkan. Tatapan yang tajam, sorot yang tidak menunjukkan perasaan apa pun. Cleon akan mati di tangan orang yang mati rasa, yaitu ayahnya sendiri. Takut? Tentu saja. Bukan hanya badan, lutut Cleon bahkan bergetar halus. Ini kali pertama ia melihat ayahnya berubah seperti itu. Sesaat ia ingat, bahwa ayahnya bukan hanya pemimpin tertinggi di Negeri Selatan, tetapi juga tangan kanan sekaligus pen
Alarm pertanda bahaya menjerit meraung-raung. Memenuhi langit malam yang semakin gelap dan dingin. Semua Polisi Alastor sibuk berlarian ke sana kemari. Beberapa warga yang tinggal di dekat Kantor Polisi Alastor pun mulai mengeluhkan alarm yang sudah berbunyi sejak satu menit sebelas detik yang lalu. Namun, sebelum para warga datang untuk melayangkan keluhan, Moa, asisten Hakim tertinggi telah lebih dulu menyuarakan permohonan maaf sekaligus alasan alarm darurat kembali menjerit-jerit. Bukan tanpa alasan memang, pasalnya, ketika ingin mengantarkan makan malam, petugas yang mengantarkan makanan tidak bisa menemukan Anastazja di manapun. Tidak ada indikasi kalau gadis itu merusak pintu jeruji besi. Petugas sudah memasuki sel tahanannya dan mencari-cari celah untuknya melarikan diri. Namun, lagi-lagi nihil masihlah menjadi jawaban setianya. Ia tidak menemukan apa