Tidak ada tempat yang lebih hening dan pengap dari pada ruangan yang saat ini membuat Helio kebingungan. Ia bahkan tidak bisa menemukan di mana saklar lampu berada! Parahnya, kini ia tersandung "sesuatu" yang sangat mencurigakan.
Halo semuanya, terima kasih atas segala perhatian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
Marah. Takut. Cemas. Khawatir. Dari semua rasa yang mungkin dirasakan Anastazja ketika melihat Aldephie pingsan, perasaannya sudah mencapai batas maksimal dari apa yang ia bisa tampung, yaitu mati rasa. Kini, ia tidak peduli lagi pada apa pun yang akan Cesar atau Polisi Alastor lakukan padanya. Setelah sekian tahun akhirnya ia dan Aldephie bisa kembali berbaikan dan tertawa bersama. Berbagi selimut dan membicarakan lelucon yang sama. Kenapa? Kenapa harus sekarang? Kenapa rintangan itu harus datang sekarang? Kenapa? Seraya meratapi diri dengan dua tangan tergantung di udara, kepala Anastazja terkulai lemah. Tangisnya sudah tidak bisa keluar lagi. Entah harus berapa lama ia bisa mendapatkan kebebasan dan keadilan itu? Ia hanya ingin segalanya berjalan dengan tenang dan normal. Seperti anak lainnya. Seperti yang semua orang lakukan bersama keluarganya. Mendapatka
"Kau? Menggantikanku? Jangan bercanda! Hahahaha! Kau bahkan hanya bisa berpikir untuk kabur setelah aku dengan baik hati membiarkanmu hidup. Kau kira, kau pantas menggantikanku?" Mati. Hanya itu yang Cleon rasakan. Cleon tidak dapat menemukan perasaan lega atau bangga akan apa yang ia lakukan. Ia hanya merasa ayahnya akan membunuhnya. Wajahnya bukan hanya berubah merah, tetapi berubah hitam! Matanya bahkan berubah sangat menyeramkan. Tatapan yang tajam, sorot yang tidak menunjukkan perasaan apa pun. Cleon akan mati di tangan orang yang mati rasa, yaitu ayahnya sendiri. Takut? Tentu saja. Bukan hanya badan, lutut Cleon bahkan bergetar halus. Ini kali pertama ia melihat ayahnya berubah seperti itu. Sesaat ia ingat, bahwa ayahnya bukan hanya pemimpin tertinggi di Negeri Selatan, tetapi juga tangan kanan sekaligus pen
Alarm pertanda bahaya menjerit meraung-raung. Memenuhi langit malam yang semakin gelap dan dingin. Semua Polisi Alastor sibuk berlarian ke sana kemari. Beberapa warga yang tinggal di dekat Kantor Polisi Alastor pun mulai mengeluhkan alarm yang sudah berbunyi sejak satu menit sebelas detik yang lalu. Namun, sebelum para warga datang untuk melayangkan keluhan, Moa, asisten Hakim tertinggi telah lebih dulu menyuarakan permohonan maaf sekaligus alasan alarm darurat kembali menjerit-jerit. Bukan tanpa alasan memang, pasalnya, ketika ingin mengantarkan makan malam, petugas yang mengantarkan makanan tidak bisa menemukan Anastazja di manapun. Tidak ada indikasi kalau gadis itu merusak pintu jeruji besi. Petugas sudah memasuki sel tahanannya dan mencari-cari celah untuknya melarikan diri. Namun, lagi-lagi nihil masihlah menjadi jawaban setianya. Ia tidak menemukan apa
Tidak peduli seberapa sesak dadanya tertekan, atau napasnya yang hampir saja putus berkali-kali, Anastazja tetap lari. Benar, hanya lari. Tanpa sedikit pun melihat ke belakang. Tanpa terpikirkan untuk berhenti mengambil napas sejenak. Tanpa perlu mengingat bahwa ada Aldephie dan Cleon tertinggal di belakang sama. Ia hanya terus berlari. Menembus gelapnya hutan di malam hari. Beberapa kali ia merasa kakinya terantuk batu atau apa pun yang sepertinya memiliki ujung yang tajam dan runcing. Namun, ia tidak memedulikan sakitnya dan terus berlari. Aku harus kabur! Hanya itu kalimat yang kini memenuhi otaknya. Dia tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana Ramirez bisa tiba di sana. Dia bahkan tidak mau tahu bagaimana nasib Cleon dan Aldephie. Dia hanya merasa harus melarikan diri. Melarikan diri dari segalanya. Apakah ini termasuk pengkhianatan? Apakah ini termasuk ket
"Ah, pagi yang indah," ucap Helio merenggangkan badannya. Sudah lama sinar matahari tidak memandikan tubuhnya. Meskipun beberapa waktu lalu dia harus berhadapan dengan hal-hal menjijikkan, dia berjanji untuk tidak melakukan hal itu lagi. Yah, hidup harus berjalan dengan indah, bukan? Helio menghirup udara dalam-dalam untuk memenuhi paru-parunya yang terasa sesak beberapa saat belakangan. Dia berharap, di masa depan nanti, masih ada waktu untuk kicauan merdu burung-burung, semilir angin hangat yang membelai wajahnya, juga sinar mentari yang menghangatkan tubuhnya. Untuk sesaat, tebersit dalam ingatannya wajah Dewi yang selalu membias, menjadi bayang fantasinya tiap malam. Terlebih, ketika lukisan itu datang. Helio merasa, seolah takdir akan segera mempersatukannya dengan Dewi tanpa nama itu.
Anastazja mencoba membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Kepalanya terasa sangat pusing dan sakit. Seperti terkena hantaman palu yang keras. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, mengembalikan kesadarannya, ia memutar bola matanya, melihat sekelilingnya kini berada. "Di ... mana ...?" tanyanya lirih dan serak. Ia ingin sekali mengangkat tubuhnya dan duduk, tetapi rasanya berat sekali. Bisa ia rasakan kulit tangan dan kakinya yang keriput. Juga bajunya yang setengah kering. 'Aku tenggelam ... lagi?' batinnya. Tangannya memijat-mijat keningnya yang terasa pusing. Tiba-tiba saja perutnya terasa mual. Sekuat tenaga, ia memutar badannya agar isi perutnya bisa keluar. Apa yang dilihatnya kini sangatlah menjijikkan. Namun, tubuhnya tidak bisa berbohong jika ia kehilangan hampir seluruh tenaganya. Karena m
"Apa Ayah yakin? Memberikan dia tanggung jawab sebesar itu padanya? Dia bisa saja mencemari nama baik Ayah sebagai Hakim tertinggi nantinya, Ayah!" teriak Cesar sedikit merasa frustasi. Namun, Hakim tertinggi tidak benar-benar mendengarkan teriakan frustasi Cesar dan tetap melanjutkan kegiatannya. Hingga pada satu titik, kemarahan Cesar memuncak. Ia pun berjalan dengan langkah menghentak mendekati ayahnya, lalu menggebrak meja kerjanya. Aksinya sedikit membuahkan hasil karena Hakim tertinggi berhasil menghentikan kegiatan menulisnya. Namun, Cesar tidak sadar bahwa Hakim tertinggi tidak menyembunyikan amarahnya sedikit pun. Bagaimana pun juga, Cesar sudah sangat keterlaluan. Sebagai kepala keluarga kedua, ia tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya. Itulah alasan ia lebih mempercayakan segala penin
Senja. Waktu setengah gelap setelah matahari terbenam. Waktu di mana ketika orang-orang merasa terburu-buru untuk segera pulang. Waktu paling sibuk yang bersamaan dengan waktu makan malam tiba. Beberapa orang menyatakan dirinya menyukai senja. Entah apa alasannya, apakah keindahannya, ataukah suasananya ketika langit berganti warna menjadi jingga kemerahan, bahkan terkadang semburat ungu turut menghiasi kanvas langit. Namun, bagi Helio, senja bukanlah keduanya, atau keduanya di saat yang sama. Helio sangat menyukai warna-warni lukisan alam di langit, tetapi ia sangat benci angin dingin yang menerpa pipinya. Ia menyukai suasana tenang, di mana hanya ada deburan ombak dan suara camar dari kejauhan, tetapi ia benci saat ia merasa kesepian karena tidak satu pun ia kenal di sana. Kemudian, mengenai 'sesuatu' yang ternyata adalah seorang gadis, ia tidak ingi