“Cesar sialan! Aku harus melakukan sesuatu!”
Cleon menggigit kuku ibu jari kanannya. Menandakan hatinya sedang dilanda akan perasaan resah akan ucapan Cesar sebelumnya. Kenapa segalanya menjadi kian rumit? Cleon hanya ingin Anastazja kembali dan mereka menjalani hari-hari normal mereka seperti biasa. Setelah kelas selesai, Cleon akan menunggunya di bangku dekat gerbang sekolah dan mereka akan bepergian ke satu tempat untuk melukis.
Ya, sesederhana keinginan seorang anak akan perhatian dari orang tuanya. Tidak peduli kandung atau bukan, seorang anak hanyalah seorang anak. Sampai kapan pun, yang dicari oleh seorang anak adalah kasih sayang orang tua.
“Tidak, Tuan muda. Anda harus istirahat penuh untuk memulihkan tenaga dan luka-luka Anda. Bagaimana saya harus menje
Halo semuanya, Terima kasih atas segala pengertian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
Di dalam rumahnya, Fleur membuat sebuah ruangan yang tersembunyi. Jauh dari pengetahuan orang-orang di luar sana. Ruangan dengan pintu masuk melalui tangga menuju bawah tanah. Fleur menyembunyikan pintu yang berada di lantai dengan cara menutupinya dengan sebuah karpet lantai, tidak lupa ia meletakkan sofa dengan tampungan satu seat di atasnya agar tidak dicurigai oleh siapa pun. Tanpa sengaja, Anastazja menemukan pintu itu saat dia jatuh terduduk karena perasaan terkejut melihat potongan memori mengenai Fleur. Anastazja tidak memiliki petunjuk sama sekali mengenai tentang orang-orang yang menyerang Fleur. Anastazja bahkan tidak tahu siapa orang yang sedang dibicarakan oleh mereka pada Fleur. Potongan memori hanya menunjukkan sampai saat orang-orang tak dikenal i
“Tuan Vahmir! Tuan Vahmir!” Seorang pelayan wanita berlari tergopoh-gopoh menuju ruang kerja Vahmir. Dengan tidak sabar, pelayan itu terus menerus mengetuk pintu ruangan. Tepat seperti nama yang diberikan orang-orang untuknya, ‘Manusia Kilat’, Vahmir membuka pintu secepat ketukan ketiga sang pelayan. “Ada apa?” “Tuan Vahmir ... Tuan muda ....” Melihat wajah pelayan yang pucat dan panik, Vahmir tidak membuang waktu dengan menunggu pelayan menyempurnakan kalimatnya. Ia bergegas mendatangi kamar Cleon. Tepat seperti dugaannya. Begitu pintu terbuka, tidak ada sosok bocah manja yang selalu membangkang akan peraturan yang tidak sesuai dengan maunya. Vah
Anastazja membuka matanya perlahan. Samar-samar tercium wangi teh chamomile yang sudah masuk daftar kesukaannya yang baru. Ia berusaha untuk bangun dengan menopang tubuhnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegangi kepalanya yang terasa sakit saat ia menggerakkan tubuhnya meski hanya membuat perubahan sebanyak satu sentimeter. “Ugh!” Anastazja mengerang. “Ah, kau sudah lebih baik?” Nyonya Emma datang dengan celemek merah muda motif kotak-kotak. “Aku ... apa yang terjadi ...?” Anastazja melihat sekeliling. Ia cukup ingat lokasi terakhir tempatnya berada bukanlah di atas sofa yang terdapat dalam ruang penerima tamu. “Oh, sayangku, aku turut prihatin dengan kebakaran yang melalap rumah Fleur.
“Shit! Kenapa mereka begitu keras kepala, huh!” Cleon berteriak seraya menengok ke belakang, memandang beberapa mobil Polisi Alastor yang masih setia dalam pengejarannya. ‘Aku harus cari cara! Sudah bagus aku bisa kabur, aku belum bisa kembali ke penjara itu sekarang. Atau mungkin tidak untuk selamanya!’ batinnya terus menerus membakar keinginannya agar semakin kuat tekadnya kabur. “Penunggang kuda putih di depan, harap menepi! Sekali lagi, penunggang kuda putih yang berada di depan kami, harap segera menepi dan bekerja sama dengan kami!” “Penjahat bodoh sekali pun tidak akan pernah berhenti jika Polisi memintanya!” Cleon menjulurkan lidahnya pada
Jika pertanyaan seperti ‘siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?’ terus berlangsung, maka bisa dipastikan tidak ada orang yang akan dengan suka rela menjawab bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab akan peristiwa itu. Setidaknya, tidak terlalu memercayai orang lain adalah kunci yang harus selalu Anastazja pegang dengan teguh. Entah sudah berapa kali pengkhianatan menyempurnakan harinya, bodohnya, Anastazja terus saja termakan bujuk rayunya yang mematikan seperti racun. Cerberus duduk dengan mengangkat sebelah kakinya menumpu pada kakinya yang lain. Tangannya bersedekap sempurna, kepalanya menengok ke arah luar jendela mobil. Armor masih melekat di tubuhnya yang besar dan kekar. Dengan jubah merah juga pelindung kepala berbentuk kepala salah satu anjing Cerberus, terlihat sekali bagaimana pria itu mengintimidasi sekitarnya.
Seolah memandang ke dalam sebuah rasa hampa yang tidak memiliki apa pun di dalamnya, Anastazja merasa tertekan dengan beberapa lembar kertas putih yang kini menggeletak dengan manis di atas meja kerjanya. Seharusnya, pena dan tinta hitam itu bergerak dengan tempo yang teratur sehingga membuat sebuah pesan yang tersusun secara sistematik dan rapi. Namun, apa daya, sel-sel otaknya bahkan tidak bisa diajak kerja sama karena terlalu berat baginya menerima segala perubahan-perubahan yang terjadi. Hanya untuk pekerjaan semudah merangkai diksi-diksi indah pun membuat kepalanya berdenyut kesakitan. Malam terakhir, malam penentuan. Jika Anastazja masih tidak memahami apa yang harus ia tuliskan pada Hydra esok pagi, Cerberus akan meluncurkan setiap pasukannya untuk meruntuhkan perbatasan.
“Apa?” Anastazja membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kubilang, kau bersiap sekarang. Aku akan menunggumu,” ujar Cerberus meninggalkan Sean tanpa b**a-basi. “T-tunggu! Kau bilang, kau akan memberiku waktu sampai besok?” Anastazja menarik jubah Cerberus. “Memang. Aku menepati janjiku.” “T-tapi, matahari bahkan belum terbit!” “Pergantian hari tidak terjadi ketika matahari terbit, black blood. Aku menepati janjiku. Memberikan waktu tiga hari untuk kau mengingat semuanya, tetapi sepertinya kau tidak mampu melakukan itu. Maka aku akan berangkat tetap denganmu. Aku tahu kau akan mengingat kembali jika kita memulai, bukan?”
Tidak ada kata yang dapat Anastazja ucapkan lebih lanjut. Ia hanya bisa menikmati hatinya yang terus berdenyut karena luka yang disebabkan oleh tajamnya silat lidah Cerberus. Licik. Jahat. Manipulatif. Cerberus memang tidak melakukannya pada Sean, tetapi ia melakukannya pada semua orang. Anastazja memandang papan catur dengan bidak-bidak yang telah berantakan. Setelah Cerberus menggunakannya untuk menjelaskan panjang kali lebar hanya untuk memutar kembali film lama yang sepertinya sudah Sean sembunyikan. Karena setelah Cerberus memungut dan memutarnya, kepalanya terasa sakit. Tubuhnya seolah tidak bisa menerima semuanya. Andai saja saat itu bukan Anastazja yang berada di dalam sana, bisa dipastikan Sean akan membunuh Cerberus terlebih dahulu sebelum perang dimulai. Sudah sekitar tiga puluh menit berlalu sejak Cerberus me