Anastazja membuka matanya perlahan. Samar-samar tercium wangi teh chamomile yang sudah masuk daftar kesukaannya yang baru. Ia berusaha untuk bangun dengan menopang tubuhnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegangi kepalanya yang terasa sakit saat ia menggerakkan tubuhnya meski hanya membuat perubahan sebanyak satu sentimeter.
“Ugh!” Anastazja mengerang.
“Ah, kau sudah lebih baik?” Nyonya Emma datang dengan celemek merah muda motif kotak-kotak.
“Aku ... apa yang terjadi ...?” Anastazja melihat sekeliling. Ia cukup ingat lokasi terakhir tempatnya berada bukanlah di atas sofa yang terdapat dalam ruang penerima tamu.
“Oh, sayangku, aku turut prihatin dengan kebakaran yang melalap rumah Fleur.
Halo semuanya, terima kasih atas segala pengertian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
“Shit! Kenapa mereka begitu keras kepala, huh!” Cleon berteriak seraya menengok ke belakang, memandang beberapa mobil Polisi Alastor yang masih setia dalam pengejarannya. ‘Aku harus cari cara! Sudah bagus aku bisa kabur, aku belum bisa kembali ke penjara itu sekarang. Atau mungkin tidak untuk selamanya!’ batinnya terus menerus membakar keinginannya agar semakin kuat tekadnya kabur. “Penunggang kuda putih di depan, harap menepi! Sekali lagi, penunggang kuda putih yang berada di depan kami, harap segera menepi dan bekerja sama dengan kami!” “Penjahat bodoh sekali pun tidak akan pernah berhenti jika Polisi memintanya!” Cleon menjulurkan lidahnya pada
Jika pertanyaan seperti ‘siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?’ terus berlangsung, maka bisa dipastikan tidak ada orang yang akan dengan suka rela menjawab bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab akan peristiwa itu. Setidaknya, tidak terlalu memercayai orang lain adalah kunci yang harus selalu Anastazja pegang dengan teguh. Entah sudah berapa kali pengkhianatan menyempurnakan harinya, bodohnya, Anastazja terus saja termakan bujuk rayunya yang mematikan seperti racun. Cerberus duduk dengan mengangkat sebelah kakinya menumpu pada kakinya yang lain. Tangannya bersedekap sempurna, kepalanya menengok ke arah luar jendela mobil. Armor masih melekat di tubuhnya yang besar dan kekar. Dengan jubah merah juga pelindung kepala berbentuk kepala salah satu anjing Cerberus, terlihat sekali bagaimana pria itu mengintimidasi sekitarnya.
Seolah memandang ke dalam sebuah rasa hampa yang tidak memiliki apa pun di dalamnya, Anastazja merasa tertekan dengan beberapa lembar kertas putih yang kini menggeletak dengan manis di atas meja kerjanya. Seharusnya, pena dan tinta hitam itu bergerak dengan tempo yang teratur sehingga membuat sebuah pesan yang tersusun secara sistematik dan rapi. Namun, apa daya, sel-sel otaknya bahkan tidak bisa diajak kerja sama karena terlalu berat baginya menerima segala perubahan-perubahan yang terjadi. Hanya untuk pekerjaan semudah merangkai diksi-diksi indah pun membuat kepalanya berdenyut kesakitan. Malam terakhir, malam penentuan. Jika Anastazja masih tidak memahami apa yang harus ia tuliskan pada Hydra esok pagi, Cerberus akan meluncurkan setiap pasukannya untuk meruntuhkan perbatasan.
“Apa?” Anastazja membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kubilang, kau bersiap sekarang. Aku akan menunggumu,” ujar Cerberus meninggalkan Sean tanpa b**a-basi. “T-tunggu! Kau bilang, kau akan memberiku waktu sampai besok?” Anastazja menarik jubah Cerberus. “Memang. Aku menepati janjiku.” “T-tapi, matahari bahkan belum terbit!” “Pergantian hari tidak terjadi ketika matahari terbit, black blood. Aku menepati janjiku. Memberikan waktu tiga hari untuk kau mengingat semuanya, tetapi sepertinya kau tidak mampu melakukan itu. Maka aku akan berangkat tetap denganmu. Aku tahu kau akan mengingat kembali jika kita memulai, bukan?”
Tidak ada kata yang dapat Anastazja ucapkan lebih lanjut. Ia hanya bisa menikmati hatinya yang terus berdenyut karena luka yang disebabkan oleh tajamnya silat lidah Cerberus. Licik. Jahat. Manipulatif. Cerberus memang tidak melakukannya pada Sean, tetapi ia melakukannya pada semua orang. Anastazja memandang papan catur dengan bidak-bidak yang telah berantakan. Setelah Cerberus menggunakannya untuk menjelaskan panjang kali lebar hanya untuk memutar kembali film lama yang sepertinya sudah Sean sembunyikan. Karena setelah Cerberus memungut dan memutarnya, kepalanya terasa sakit. Tubuhnya seolah tidak bisa menerima semuanya. Andai saja saat itu bukan Anastazja yang berada di dalam sana, bisa dipastikan Sean akan membunuh Cerberus terlebih dahulu sebelum perang dimulai. Sudah sekitar tiga puluh menit berlalu sejak Cerberus me
“Cleon!” Suara yang sangat familiar di telinganya sayup-sayup memanggil-manggilnya. Menjelang pergantian hari di dalam hutan yang gelap, Cleon yang bersembunyi bersama kuda putih yang dicurinya dari kediaman ayahnya, memeriksa sekitar dari belakang semak-semak yang tumbuh di sekitar batu-batu besar. Cleon tidak menanggapi panggilan yang terus meneriakkan namanya. Mungkin Cleon kenal, tapi sebelum melihat wujudnya, Cleon tidak berniat untuk menunjukkan diri pada siapa pun. “Cleon!!!” Suara itu kian mendekat, sampai akhirnya si pemilik suara tiba di tempat Cleon mengalami kegagalan sebelumnya. Rambut merahnya yang panjang tergerai, bergoyang-goyang tertiup angin malam hutan. Terlihat sesekali gadis itu meng
Layaknya sebuah adegan ketika semua pasukan terdiam, mengisi kekosongan dialog untuk menikmati embusan angin, menunggu sesuatu dengan perasaan bergelora untuk maju, begitulah segala rasa yang tercipta dalam hati Anastazja. Semua orang menatap lurus ke depan tujuan mereka persis; menara yang dipercaya sebagai sumber kekuatan klan Phoenix, menara yang katanya didirikan di atas bukit untuk memperkuat komunikasi mereka satu sama lain menuju Kota Central. Anastazja menajamkan semua indra dalam dirinya. Memang benar, dia melakukan semua ini karena dorongan perasaan mau tidak mau, tetapi ia tidak bisa membiarkan Sean dalam masalah dengan menolak permintaan Cerberus dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang penasihat pun komandan pasukan penyihir—kumpulan black blood lainnya, istilah yang selalu diberikan oleh Cerberus.
Sean POV: Kuberitahu kau satu alasan mengapa aku begitu membenci terlahir sebagai Alastor. Cerberus, sebagai satu-satunya orang terkuat sekaligus penguasa Tanah Alastor adalah seseorang yang sangat bodoh dan selalu membanggakan kekuatannya. Hasratnya yang buas selalu membuatnya ingin menjadi yang terbaik. Dia sudah hidup begitu lama, bersama dengan empat Dewa lainnya, mereka membentuk dunia dan memberikan keadilan, perlindungan, juga kesejahteraan bagi semuanya. Tidak hanya Dunia Atas atau pun Dunia Bawah, mereka bahkan memastikan Sektor Laut dan Sektor Bumi mendapatkan hak-haknya dengan baik. Tidak mudah memang, karena itu diperlukan satu area yang digunakan untuk mengontrol segalanya dengan baik. Kami semua menyebutnya sebagai Kota Central. Kota Central tidak memiliki wilayah yang luas. Dragon, pemimpin tertinggi senga