Cuaca yang cerah, kicauan para burung yang terdengar riang dari arah hutan, juga sepotong pie apel yang terhidang dengan manis di atas piring kecil dengan sempurna memulai babak baru dari sepotong kisah yang sulit dimengerti. Anastazja masih menunduk. Ketegangannya terlihat dari cara ia duduk, yaitu duduk dengan badan tegak dan kaku. Berbanding terbalik dengan wanita paruh baya yang sebelumnya sempat memeluknya dengan erat. Wajah yang terlihat sudah termakan usia itu tersenyum bahagia. Seakan segala sesuatu yang mengganjal hatinya sudah selesai.
Dalam otaknya, Anastazja masih terus menebak mengenai hal-hal yang sebelum dan nanti akan terjadi padanya. Namun, hal pertama yang harus ia lakukan saat ini adalah; mengetahui nama dari wanita yang kini sedang bersenandung menuangkan teh pada cangkir motif morning glory yang ia letakkan di atas meja.
Halo semuanya, mohon maaf atas keterlambatan updatenya. Karena satu dan lain hal. Terima kasih atas segala pengertian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
Tidak banyak hal yang bisa Anastazja harapkan, termasuk pengharapannya sendiri. Kini, di hadapannya terdapat sebuah monumen buatan tangan dengan ukiran bertuliskan ‘Yang Selalu Berada dalam Kenangan Kami, Fleur Alastor’. Anastazja terdiam sejenak, lalu memutuskan berdoa untuk ketenangan sosok yang sedang tertidur dengan damai, Fleur Alastor. “Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaan ini. Rasanya rindu, sepi, dan gundah menjadi satu. Satu yang aku tahu, kehilangan seseorang yang mencintai dan sangat kita cintai akan memberikan dampak besar bagi kita semua. Kau juga begitu kan, Sean?” Anastazja menepuk-nepuk dadanya yang terasa perih. Ia tahu, tubuh Sean mengenali segalanya. Termasuk perasaan sedih akan kepergian ibunya. Anastazja teringat hari di mana ia dan Aldephie kehilangan sosok ayah.
“Cesar sialan! Aku harus melakukan sesuatu!” Cleon menggigit kuku ibu jari kanannya. Menandakan hatinya sedang dilanda akan perasaan resah akan ucapan Cesar sebelumnya. Kenapa segalanya menjadi kian rumit? Cleon hanya ingin Anastazja kembali dan mereka menjalani hari-hari normal mereka seperti biasa. Setelah kelas selesai, Cleon akan menunggunya di bangku dekat gerbang sekolah dan mereka akan bepergian ke satu tempat untuk melukis. Ya, sesederhana keinginan seorang anak akan perhatian dari orang tuanya. Tidak peduli kandung atau bukan, seorang anak hanyalah seorang anak. Sampai kapan pun, yang dicari oleh seorang anak adalah kasih sayang orang tua. “Tidak, Tuan muda. Anda harus istirahat penuh untuk memulihkan tenaga dan luka-luka Anda. Bagaimana saya harus menje
Di dalam rumahnya, Fleur membuat sebuah ruangan yang tersembunyi. Jauh dari pengetahuan orang-orang di luar sana. Ruangan dengan pintu masuk melalui tangga menuju bawah tanah. Fleur menyembunyikan pintu yang berada di lantai dengan cara menutupinya dengan sebuah karpet lantai, tidak lupa ia meletakkan sofa dengan tampungan satu seat di atasnya agar tidak dicurigai oleh siapa pun. Tanpa sengaja, Anastazja menemukan pintu itu saat dia jatuh terduduk karena perasaan terkejut melihat potongan memori mengenai Fleur. Anastazja tidak memiliki petunjuk sama sekali mengenai tentang orang-orang yang menyerang Fleur. Anastazja bahkan tidak tahu siapa orang yang sedang dibicarakan oleh mereka pada Fleur. Potongan memori hanya menunjukkan sampai saat orang-orang tak dikenal i
“Tuan Vahmir! Tuan Vahmir!” Seorang pelayan wanita berlari tergopoh-gopoh menuju ruang kerja Vahmir. Dengan tidak sabar, pelayan itu terus menerus mengetuk pintu ruangan. Tepat seperti nama yang diberikan orang-orang untuknya, ‘Manusia Kilat’, Vahmir membuka pintu secepat ketukan ketiga sang pelayan. “Ada apa?” “Tuan Vahmir ... Tuan muda ....” Melihat wajah pelayan yang pucat dan panik, Vahmir tidak membuang waktu dengan menunggu pelayan menyempurnakan kalimatnya. Ia bergegas mendatangi kamar Cleon. Tepat seperti dugaannya. Begitu pintu terbuka, tidak ada sosok bocah manja yang selalu membangkang akan peraturan yang tidak sesuai dengan maunya. Vah
Anastazja membuka matanya perlahan. Samar-samar tercium wangi teh chamomile yang sudah masuk daftar kesukaannya yang baru. Ia berusaha untuk bangun dengan menopang tubuhnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegangi kepalanya yang terasa sakit saat ia menggerakkan tubuhnya meski hanya membuat perubahan sebanyak satu sentimeter. “Ugh!” Anastazja mengerang. “Ah, kau sudah lebih baik?” Nyonya Emma datang dengan celemek merah muda motif kotak-kotak. “Aku ... apa yang terjadi ...?” Anastazja melihat sekeliling. Ia cukup ingat lokasi terakhir tempatnya berada bukanlah di atas sofa yang terdapat dalam ruang penerima tamu. “Oh, sayangku, aku turut prihatin dengan kebakaran yang melalap rumah Fleur.
“Shit! Kenapa mereka begitu keras kepala, huh!” Cleon berteriak seraya menengok ke belakang, memandang beberapa mobil Polisi Alastor yang masih setia dalam pengejarannya. ‘Aku harus cari cara! Sudah bagus aku bisa kabur, aku belum bisa kembali ke penjara itu sekarang. Atau mungkin tidak untuk selamanya!’ batinnya terus menerus membakar keinginannya agar semakin kuat tekadnya kabur. “Penunggang kuda putih di depan, harap menepi! Sekali lagi, penunggang kuda putih yang berada di depan kami, harap segera menepi dan bekerja sama dengan kami!” “Penjahat bodoh sekali pun tidak akan pernah berhenti jika Polisi memintanya!” Cleon menjulurkan lidahnya pada
Jika pertanyaan seperti ‘siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?’ terus berlangsung, maka bisa dipastikan tidak ada orang yang akan dengan suka rela menjawab bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab akan peristiwa itu. Setidaknya, tidak terlalu memercayai orang lain adalah kunci yang harus selalu Anastazja pegang dengan teguh. Entah sudah berapa kali pengkhianatan menyempurnakan harinya, bodohnya, Anastazja terus saja termakan bujuk rayunya yang mematikan seperti racun. Cerberus duduk dengan mengangkat sebelah kakinya menumpu pada kakinya yang lain. Tangannya bersedekap sempurna, kepalanya menengok ke arah luar jendela mobil. Armor masih melekat di tubuhnya yang besar dan kekar. Dengan jubah merah juga pelindung kepala berbentuk kepala salah satu anjing Cerberus, terlihat sekali bagaimana pria itu mengintimidasi sekitarnya.
Seolah memandang ke dalam sebuah rasa hampa yang tidak memiliki apa pun di dalamnya, Anastazja merasa tertekan dengan beberapa lembar kertas putih yang kini menggeletak dengan manis di atas meja kerjanya. Seharusnya, pena dan tinta hitam itu bergerak dengan tempo yang teratur sehingga membuat sebuah pesan yang tersusun secara sistematik dan rapi. Namun, apa daya, sel-sel otaknya bahkan tidak bisa diajak kerja sama karena terlalu berat baginya menerima segala perubahan-perubahan yang terjadi. Hanya untuk pekerjaan semudah merangkai diksi-diksi indah pun membuat kepalanya berdenyut kesakitan. Malam terakhir, malam penentuan. Jika Anastazja masih tidak memahami apa yang harus ia tuliskan pada Hydra esok pagi, Cerberus akan meluncurkan setiap pasukannya untuk meruntuhkan perbatasan.