"IBUUU!!!"
Cleon terbangun dengan sentakan kuat. Seolah ia bermimpi terjatuh dari tempat yang tinggi. Ia mendudukkan dirinya bersandar pada kepala tempat tidur. Napasnya terengah-engah. Bajunya basah dengan keringat. Namun, ia merasakan kehangatan sentuhan tangan seseorang pada telapak tangan kirinya. Ketika menoleh, ia dapati Aldephie tertidur di sana. Sesaat dia mencerna terlebih dahulu sebelum bertanya pada Aldephie. Atau lebih tepatnya, ia tidak tega membangunkan gadis itu. Namun, tak lama ia sadar sepenuhnya begitu rasa nyeri di pipinya seolah meningkat. Cleon refleks memegangi pipi kanan yang ternyata sudah diolesi obat oleh Aldephie. Gadis itu bahkan merawatnya dengan benar-benar baik hingga memarnya tidak terasa sakit seperti awal.Mungkin karena Cesar membahas Ibu, aku jadi bermimpi tentang Ibu, ungkap CleTerima kasih untuk dukungannya 😊
Pada akhirnya, pembicaraan antara Anastazja dan Helio saat makan malam terhenti. Anastazja yang kehilangan selera makan, memilih untuk tidak melanjutkan dan berlari ke kamarnya. Meninggalkan Helio yang mematung sendirian di sana. "DASAR HELIO JELEEK!! JELEEKK!!" jerit Anastazja dari balik bantalnya. Tangannya aktif memukul-mukul bantal. Membayangkan wajah bodoh Helio dengan apa yang dilakukannya barusan sungguhlah menyebalkan baginya. Anastazja membalik tubuh, lalu memeluk bantal yang sedari tadi menjadi korban dari ganasnya kemarahan Anastazja. Menatap langit-langit kamar yang putih bersih seolah laba-laba pun merasa malu untuk membangun sarangnya di sana. Sesaat, Anastazja mengagumi ruangan bersih yang tidak pernah benar-benar ia pehatikan sebelumnya. Apa mungkin Helio selalu membersihkan ruangan ini?
Ramirez berlari secepat mungkin begitu mendengar suara benda jatuh dan pecah dari kamar Sean. Namun, setibanya di sana ia melihat Sean sudah tersungkur tepat di sebelah kaki meja. Kursi kerja yang begitu ia banggakan pun berada dalam posisi tidak semestinya. Sepertinya ia terjatuh dari kursinya begitu saja. "Sean!" panggil Ramirez berlari mendekat sesaat setelah memasuki ruang kerja Sean. Ramirez cepat membalik tubuh Sean yang tertelungkup dan menyandarkan kepala Sean pada lengannya. Wajahnya pucat, bibirnya mengeluarkan darah. Ramirez kembali memperhatikan meja dan tempat Sean terjatuh. Benar, Sean kembali batuk darah. Sigap, Ramirez langsung meletakkan kepala Sean yang pingsan kembali ke lantai dengan perlahan, lalu berkeliling membuka laci demi laci, kotak demi kotak hanya untuk menemukan obat milik Sean.
Sean POV "Lebih baik aku mati daripada harus membantumu!" Entah sudah berapa juta penolakan yang kudapat dari orang sekitar selama aku memulai hidup hingga saat ini. Bagiku, penolakan bukan lagi sesuatu yang bisa mengoyak hati. Aku tidak tahu bagaimana pendapatnya mengenaiku, yang aku tahu, aku hanya bisa menatap lelaki di balik jeruji dalam diam. Sejak dulu, orang-orang selalu menyalahartikan diamku sebagai sesuatu yang menakutkan, tidak terkecuali dengannya. Kulihat, ia begitu takut menatap mataku dari balik jeruji besi dengan ketebalan tidak sampai dua sentimeter. Kenapa aku tahu? Karena aku sendiri yang merancangnya. Lelaki yang pernah mengisi masa kanak-kanak dengan bermain dan tertawa bahagia bersamaku. Lelaki yang menjadi orang p
Sean POV Aku tidak tahu, apakah alam turut berduka dengan kematian Ayah atau hanya bersimpati padaku dan Ibu? Pemakaman Ayah diiringi oleh rintik-rintik rindu yang berakhir sendu. Telah beristirahat dengan tenang dalam tidurnya. Ayah, saudara, saudara, sahabat kami,Savarior AlastorKedamaian dan kebenaran akan selalu menyertaimu Terheran aku melihat kalimat terakhir pada batu nisan milik Ayah. Kedamaian dan kebenaran? Siapa yang menuliskan hal seperti ini pada batu nisan, huh? Aku melirik ke arah batu nisan yang berada dekat dengan makam Ayah, tetapi tidak ada tulisan yang berkonotasi negatif seperti milik Ay
"Jangan bodoh! Jangan gegabah! Mereka tidak akan memulangkanmu semudah itu." Helio sudah tidak mampu lagi menahan amarahnya. Matanya melotot. Tidak peduli bagaimana perkataan si kakek tua, dia akan tetap pulang. Bukan, dia harus pulang! Tidak peduli meski dua pasang mata di seberang sana melarangnya sambil berteriak-teriak. Helio tetap mengepak barang-barang yang sekiranya perlu dibawa untuk kembali. "Sudah kubilang, kau tidak bisa—" "Maka aku akan menuntut mereka atas ketidakadilan!" Ya, inilah Helio Elysian. Bukan hanya usulan rencananya yang menakutkan bagi keselamatan Kota Central, atau lebih tepatnya bagi keselamatan orang-orang yang memiliki kepentingan. Helio juga menjadi menakutkan ketika
"H-hah?" Bukan saja terkejut, Anastazja bahkan membeku di tempatnya. Coklat panas yang baru diteguknya beberapa saat lalu seakan tidak mempan menghangatkan dirinya. Ia membeku, bersama dengan kabar duka yang Ramirez bawa padanya. Ia menatap wajah Ramirez dengan raut wajah yang sangat terpukul. Sean? Sean Alastor yang itu? Apa maksudnya dengan meninggal? Bukankah ia memang sudah seharusnya meninggal? Tapi tunggu dulu, kalau begitu seharusnya Ramirez juga sudah tiada. Apa benar Sean Alastor masih hidup? Apa benar? Suara-suara dalam otak Anastazja mendadak bertanya-tanya tanpa menemui jawaban, bahkan sekedar tanda titik. "Sampai beberapa hari yang lalu ia masih hidup. Umurnya ... jangan ditanya.
"Saat Sean berusia satu tahun, ayahnya mendapatkan teror sampai yang mengancam keselamatan nyawanya. Karena tidak ingin membahayakan istri dan anaknya, Savarior mengirim Sean dan ibunya ke Kota Central. Tempat di mana mereka akan aman. Dengan memanfaatkan kedudukannya sebagai Hakim tertinggi, Savarior meminta bantuan Dragon untuk menyembunyikan istri dan anaknya. Setahun sekali, Savarior beserta pemimpin lain perwakilan tiap-tiap negeri akan datang ke Kota Central untuk melaporkan segalanya tentang negeri mereka masing-masing. Saat itulah Savarior memanfaatkan waktunya untuk menjenguk anak dan istrinya. Cerberus pun sedang sibuk bersama Dragon dan tiga Dewa lainnya. Jadi dia merasa aman. Namun, pada tahun keenam Sean berada di Kota Central, ibunya memintanya untuk pulang ke Negeri Selatan karena Savarior akhirnya tewas."
"Sebelah sini, Nona." Helen membuka pintu yang terlihat berat di hadapannya. Masih dengan menggunakan seragam pelayan dan cadar untuk menutupi identitas aslinya, Aldephie berjalan cepat mengikuti langkah Helen. "Cleon, bagaimana dengan Cleon? Lalu Vahmir?" Dengan terengah-engah, Aldephie sesekali menengok, mencari sosok Cleon dan Vahmir yang sebelumnya mengantarnya. "Mereka akan baik-baik saja. Percayalah. Yang lebih penting saat ini adalah mengeluarkan Nona dari sini," jawab Helen dengan terengah-engah. Aldephie memperhatikan rambut panjang Helen. Matanya buram sesaat karena panas yang keluar dari dalam hingga menyembulkan bulir-bulir air mata yang menyembul keluar dari kelopak mata.