"Hearthsoul telah dihancurkan. Jika kita tidak segera mencari penggantinya, Federlin akan hancur."
Konferensi diadakan. Ruangan tertutup tanpa sedikit pun cahaya yang masuk. Di tengah meja, sebuah bola dengan warna-warna beragam memancarkan cahaya ke segala arah.
"Yang Mulia, tindakan harus segera diambil!"
Suara lain angkat bicara. Sisi meja kanan dan kiri dipenuhi dengan orang-orang yang tidak berwujud nyata.
"Tidak perlu terburu-buru. Masih banyak waktu tersisa."
Yang disebut Yang Mulia membuka mulutnya. Dia adalah satu-satunya yang memiliki wujud nyata.
"Tapi Yang Mulia...." suara lain menyela.
"Daripada Hearthsoul, sesuatu yang lebih hebat akan menggantikan," dengan tenang sosok Yang Mulia menjawab. Suaranya bersih dan terdengar menyenangkan di telinga.
Dia meloncat dari kursinya dan berdiri. Tangannya meraih bola warna-warni di tengah meja. Memutarnya perlahan hingga berubah warna menjadi biru dan hijau.
Mereka yang melihat tindakannya terdiam dan tercekat saat Yang Mulia itu mulai berbicara, "Ada di sana! Di dunia penuh kehidupan para makhluk pemberontak."
Cahaya hangat mengalir ke wajah mungilnya. Matanya terungkap. Memperlihatkan campuran antara violet dengan biru. Jejak kesenangan dan kemenangan semunya terlukis di sana.
"Sekarang hanya perlu menunggu sampai perannya dimainkan."
Musik jazz kasar diputar dengan begitu kerasnya hingga memekakkan telinga bagi siapa pun yang mendengar. Dari dinding kamar yang tipis, musik kasar memekakkan terus menembus ke dinding-dinding lainnya, menghantarkan rasa pening pada pendengarnya. Segera, satu-persatu penghuni ruangan keluar dengan umpatan-umpatan yang tenggelam dalam polusi suara.Berbeda dari lainnya, seorang pemuda yang hanya berjarak dua lapis tripleks dari sumber bunyi bising, tetap memejamkan mata seolah dia tidak bertelinga. Dadanya naik turun teratur yang menandakan jika ia masih mampu menghirup oksigen yang sama dari bumi.Keningnya mengernyit merasakan sesuatu yang gatal dan sakit menusuk kulitnya. Cukup dangkal untuk menimbulkan luka. Tangannya bergerak menepuk lengan yang terasa gatal. Merah pudar segera mewarnai lengannya, juga sedikit darahnya mengalir keluar dari perut mungil sang pengisap yang meletus akibat tepukan.Barulah setelah gangguan kecil tersebut, indra-in
Di sebuah ruangan luas dengan seluruh dinding dan lantai sepenuhnya terbuat dari kaca, sesosok manusia kecil tenggelam dalam kursi kebesarannya yang berada di tengah ruangan. Selainnya tidak terdapat apa pun di sekitar. Kosong dan sunyi. Tidak lama kemudian, sosok lain yang lebih besar dan tinggi muncul dari dinding kaca yang saat ini membentuk pusaran berwarna merah terang. Setelahnya, dinding kaca tersebut menutup sepenuhnya, kembali seperti semula menjadi dinding-dinding kaca di sebelahnya. "Yo, Caesar. Kau datang cukup terlambat," sapaan terdengar dari balik kursi besar yang menenggelamkan sosok kecil itu. "Ada banyak hal yang harus kuurus terlebih dahulu. Lagi pula Kau memanggilku secara tiba-tiba, Yang Mulia," sinis yang lebih besar. Dia berjalan mendekat dan berhenti di depan sosok kecil yang disebutnya Yang Mulia. Tawa penuh ejekan terdengar begitu ucapan pemuda yang disebut Caesar itu selesai. "Seolah-olah Kau memiliki banyak hal untuk diurus
Menjadi pustakawan adalah suatu keuntungan terbesar yang pernah Gale terima selama 19 tahun hidupnya. Sedari kecil, dirinya tidak pernah sekali pun menginjakkan kakinya pada jenjang pendidikan. Saat masih di panti asuhan pun, para suster sangat jarang mengajari dirinya dan anak-anak lain membaca, menulis, dan penghitungan dasar. Bagi Gale juga anak-anak lain yang terus bertumbuh, pelajaran seperti ini tidaklah cukup. Ada rasa keingintahuan besar akan pengetahuan-pengetahuan luas. Sayangnya, karena keterbatasan ekonomi, pikiran itu harus dikubur jauh-jauh dalam hati mereka.Jadi, ketika dirinya diterima sebagai pustakawan, rasa senang yang tak terhingga membuncah. Dia bahkan menganggapnya sebagai hadiah ulang tahun terbaik. Ditambah, pemilik perpustakaan tersebut adalah seorang nenek baik hati. Di saat waktunya luang, Gale diperbolehkan untuk membaca buku-buku di sana. Tentunya hal ini dimanfaatkan Gale dengan baik.Dia sering menyusuri rak-rak tinggi penuh dengan segal
"Para pengganggu?" Gael memiringkan kepalanya, bertanya dengan penasaran.Caesar menatapnya lama sebelum memalingkan wajahnya. Sedangkan Lui, menjawab tanpa mengubah rautnya, "orang-orang dari wilayah barat Federlin, Oorzecyria.""Apa Kau pernah mendengar Hearthsoul?" Lui tidak menjelaskan lebih lanjut, sebaliknya memberikan pertanyaan.Ingatan Gael berputar pada pertemuan pertamanya dengan Caesar. Jika tidak salah ingat, benda yang tidak sengaja ia hancurkan disebut Hearthsoul oleh Caesar."Hearthsoul adalah energi alam yang berkumpul menjadi energi spiritual besar untuk diserap oleh Monstrous Realm. Karenanya, Hearthsoul merupakan kekuatan pendukung besar bagi Monstrous Realm dalam mengatur dan melindungi Federlin."Sayangnya, karena kedatangan orang-orang dari Oorzecyria, segalanya menjadi kacau. Oorzecyria mencuri sumber daya Monstrous Realm. Hearthsoul perlahan lenyap karena alam tidak mampu lagi menghasilkan energi spiritual, yang mana membua
"Sudah sangat lama aku tidak pernah melihat Ervent," sosok itu masih terus berbicara dengan kata yang asing bagi Gale. Sedangkan Caesar, hanya menatap tak acuh pada tatapan Gale yang meminta pertolongan. "Bagaimana bisa ada Ervent di sini? Bukankah portal antar dimensi telah ditutup sejak lama?" Sosok itu mengitari Gale. Sesekali juga menyentuh bagian tubuhnya. "Dia adalah pengganti Hearthsoul yang Kau ramalkan. Lui memintaku menjemputnya kemarin," suara yang diharapkan terdengar. Caesar meliriknya sejenak sebelum kembali berkata, "kami ke sini untuk membeli beberapa barang." Akhirnya makhluk kerdil itu melepaskan Gale. Dia berbalik ke rumah mungilnya dan dengan suasana hati yang baik memberi isyarat pada dua tamunya agar mengikuti. Mereka berdua tidak masuk, hanya berdiri di depan pintu dengan dahi berkerut. Menyadari kesalahannya, Vryollin, nama makhluk kerdil itu, tertawa terbahak-bahak. Suaranya tercekik seperti tikus yang mencicit.
"Usiaku sudah 19 tahun. Bagaimana bisa aku masuk ke sekolah? Sudah terlalu tua untukku, bukan?" Bisik Gale cemberut. Dia berdiri dengan kesusahan karena beban di tangannya.Di depannya adalah gerbang besi raksasa saat Gale menyadari suatu hal yang ia lupakan. Caesar turun dari kereta kuda diikuti dirinya dengan bawaan penuh di tangan kanan kirinya. Kusir yang mengendarai kereta memastikan penumpangnya sudah turun dan segera pergi. Dia menarik tali kekangnya dan segera, kuda yang menjadi penariknya berlari cepat, mengeluarkan suara ketukan tak berirama. Kereta kuda itu semakin menjauh dan menghilang di antara pepohonan lebat.Jika sebelumnya Gale berpikir sekolah sihir, Scootharts akan berada di kota besar, pemikirannya meleset jauh. kenyataannya, Scootharts yang dimaksud berada di tengah hutan, dikelilingi oleh pohon-pohon rimbun. Tidak ada yang lain selain hijau dan hitamnya kegelapan. Akan jauh lebih baik jika berada di pinggiran kota. Setidaknya bukan hanya kesunyia
Gale duduk termenung dengan pandangan kosong, mengamati wanita berambut biru yang berjalan mondar-mandir sembari membawa setelan berwarna hijau tua. Dia terkadang mengangkat setelan itu saat menatap Gale, seolah membandingkannya dengan tubuh Gale. Kemudian wanita itu mendesah kecewa, menggeleng dan bergumam, ''tidak cocok.''Kaki yang tidak pernah merasa lelah itu melangkah menuju lemari tua berwarna cokelat dan membukanya. Ajaibnya, lemari yang hanya berukuran sedang itu memiliki ruang luas dan berbagai setelan mewah memenuhinya. Kali ini, Charlie mengambil setelan berwarna biru muda dan mencocokannya dengan penampilan Gale. Matanya berbinar, dengan gembira ia bersenandung.''Bagus, ini cocok untukmu!''Tanpa kata-kata, Charlie menarik Gale, yang sedang memegang cangkir, untuk berdiri dan memaksanya mengganti pakaian. ''Ayo, ayo! Jangan menunda waktuku lebih lama,'' desaknya tak sabar. Gale yang tidak punya pilihan, hanya bisa menuruti. Begitu setelan biru muda
''Kamar asrama? Belum disiapkan,'' kata seorang pria bertelinga panjang. Tangannya membalik-balik buku tebal yang berisi daftar siswa asrama. ''Eh? Tapi sebelumnya kepala sekolah Fradleniz sudah mengaturnya untukku,'' jawab Gale dengan bingung. Caesar berjalan mendekat, mengambil alih buku tebal dari pria bertelinga panjang itu. Dia membalik-balikannya sebentar sebelum mengembalikannya. ''Siapa yang berjaga di sini sebelumnya?'' ''Itu Ellyn. Dia menjaga di sini sebelumnya, lalu bertukar denganku setelah mendapatkan panggilan.'' Pria bertelinga panjang itu melanjutkan, ''Mungkin dia lupa menambahkanmu ke daftar.'' Pria itu mendongak dan menatap Gale. Kedua orang itu kemudian pergi setelah Caesar memberi pesan untuk menyiapkan satu kamar. Pria bertelinga panjang itu menggaruk kepalanya bingung sembari menatap buku tebal di tangannya, ''sangat aneh. Biasanya Ellyn tidak pernah lupa.'' ''Apakah Kau juga tinggal di sini?'' tanya Gale penasaran. Dia
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K
Pagi hari berikutnya datang setelah hari melelahkan berakhir. Aktivitas pagi hari tetap berjalan seperti biasa, tidak terpengaruh oleh suasana pertandingan hari kemarin. Begitu juga dengan kelas pembelajaran serta kewajiban yang harus dilaksanakan.Mengingat tentang kelas, ini adalah hari pertama Gale di kelas barunya. Dia tidak bisa menahan perasaan gugup, apalagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sambil menghembuskan napas, ia berpikir untuk menenangkan dirinya, setidaknya masih ada Jean.Namun, harapannya seketika harus dipatahkan oleh kenyataan di hadapannya. Gale memasuki ruang kelas barunya, memilih bangku di paling ujung belakang dan mengamati sekeliling, berusaha menemukan sosok kecil yang dikenalnya. Setelah beberapa saat kepalanya menoleh ke kanan kiri, dia tetap tidak bisa menemukan Jean.Beberapa sosok yang familiar memang tertangkap matanya, entah dari kelas sebelumnya ataupun yang menjadi anggota timnya saat pertarungan kemarin. Berbeda dengan saat ia pertama kali t
Di sisi lain bangunan, di sebuah ruangan luas dengan sinar matahari mengintip dari celah tirai, dua sosok terlihat saling berhadapan, terlibat dalam percakapan serius. Salah satu duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya, sedangkan yang lain berdiri tegak. Udara tegang mengisi ruang kosong di antara mereka, meskipun keberadaannya lebih didominasi oleh sosok yang berdiri diam. Charlie menyanggah dagunya saat ia tersenyum menenangkan. Tidak ada keseriusan di wajahnya seperti yang dimiliki oleh sosok di seberangnya, seolah ia hanya akan membicarakan tentang ramalan cuaca sembari menikmati teh lavendernya. ''Jangan terlalu tegang seperti itu. Bagaimana kalau duduk dulu dan makan beberapa camilan?'' Kemudian tawanya mengalun pelan, merasa geli dengan tawarannya. Menghadapi candaannya, Sydney tidak terpengaruh sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak seperti patung dengan ekspresi sedingin lapisan es. Bahkan punggungnya lurus seperti anak panah. ''Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi,'' set
''Kau tahu, kan, jika elemenku dengan seorang Caesar Hardenlez sangat berbeda. Elemen miliknya adalah sihir penyerang sedangkan milikku hanya sebagai pertahanan, yang artinya elemenku tidak digunakan untuk menyerang. Dan lagi, Kau ingat, peraturan tidak memperbolehkan kita untuk membunuh di arena pertarungan ini. Karena itu, jika sihir elemen penyerang digunakan untuk membuat jebakan seperti itu, sudah bisa dipastikan mereka akan mati. Elemen sihirku adalah yang paling tepat jika ingin membuat jebakan.''Gale mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Jean. Sebelumnya, saat Caesar bergerak mendahuluinya dan membuat lingkaran api yang memerangkap lawan mereka, Gale cukup terkejut. Dia pikir, Caesar mengubah rencana dan bergerak langsung untuk menyerang sendirian.Namun, tidak lama, lingkaran api itu menghilang dan digantikan dengan elemen sihir milik Jean. Hal ini membuat Gale bertanya-tanya, mengapa Caesar tidak langsung membereskannya. Dan penjelasan lengkap dari Jean menjawa