"Sudah sangat lama aku tidak pernah melihat Ervent," sosok itu masih terus berbicara dengan kata yang asing bagi Gale.
Sedangkan Caesar, hanya menatap tak acuh pada tatapan Gale yang meminta pertolongan.
"Bagaimana bisa ada Ervent di sini? Bukankah portal antar dimensi telah ditutup sejak lama?" Sosok itu mengitari Gale. Sesekali juga menyentuh bagian tubuhnya.
"Dia adalah pengganti Hearthsoul yang Kau ramalkan. Lui memintaku menjemputnya kemarin," suara yang diharapkan terdengar. Caesar meliriknya sejenak sebelum kembali berkata, "kami ke sini untuk membeli beberapa barang."
Akhirnya makhluk kerdil itu melepaskan Gale. Dia berbalik ke rumah mungilnya dan dengan suasana hati yang baik memberi isyarat pada dua tamunya agar mengikuti.
Mereka berdua tidak masuk, hanya berdiri di depan pintu dengan dahi berkerut. Menyadari kesalahannya, Vryollin, nama makhluk kerdil itu, tertawa terbahak-bahak. Suaranya tercekik seperti tikus yang mencicit.
"Katakan apa yang Kalian inginkan dari sana."
Caesar tidak berpikir panjang dan bergumam, "beberapa ramuan dan buku sihir dasar. Jangan lupa alat perantaranya."
Dapat dilihat kepala kecil itu mengangguk-angguk dan berjalan lebih ke dalam. Saat punggung ringkih itu menghilang dari pandangan, Gale menyapukan pandangannya ke seisi rumah itu.
Meskipun terlihat sangat kecil, namun bagian dalamnya cukup luas. Gale bisa masuk ke sana jika saja atapnya tidak terlalu rendah. Ada beberapa kuali hitam yang berisi cairan aneh mengepulkan asap panas. Masing-masingnya terletak di pojok. Di lantai tersebar berbagai macam buku dengan tulisan yang tidak dapat Gale mengerti. Di dinding kayunya terpajang berbagai macam jenis senjata besi.
Tatapan Gale tidak teralihkan dari berbagai macam senjata berat yang terpajang itu. Dia dengan tertarik menganalisis mulai dari bahan pembuatannya hingga warna yang tersembunyi di balik lapisan besinya.
Barulah saat Vryollin kembali dengan tangan penuh barang, Gale mengalihkan pandangannya.
"Ambil!" Caesar memerintahkan.
Dengan bingung Gale menunjuk dirinya sendiri. Dia cepat-cepat mengambil semua barang di tangan kecil itu saat tatapan tak sabar diarahkan padanya.
"Aku memilihkan berbagai buku sihir yang sesuai untukmu. Karena Kau masih belum mengerti apa-apa, baca dengan perlahan. Juga, ini adalah tongkat sihir, sebagai perantara. Jika Kau sudah menguasai sihir dan mengerti bagaimana menggunakannya, Kau tidak perlu menggunakan tongkat. Sering-seringlah belajar dari Caesar," Vryollin memberi penjelasan panjang lebar. Kalimat terakhir yang diucapkannya membuat Caesar tersentak. Dia ingin menolak, namun pasrah setelahnya.
Gale menjadi linglung saat mendengarkan. Otaknya tidak dirancang untuk memuat informasi sebanyak itu secara tiba-tiba. Dia menoleh untuk melihat Caesar dan menemukan pria itu sedang berbicara entah pada siapa. Telapak tangan pria itu terbuka memperlihatkan semacam gelembung berisi cairan biru.
Telapak tangannya kemudian menggenggam, memecahkan gelembung berisi cairan biru itu. Gale yang tadinya berpikir cairan biru di dalamnya akan meluber keluar, tidak terjadi. Sebaliknya asap biru tipis mengudara.
Kepala yang tertutupi topi cowboy menoleh, membuka mulutnya, "ada sesuatu yang harus kuurus. Kau tunggu di sini. Aku akan menjemputmu setelah urusanku selesai." Tanpa menunggu jawaban, Caesar berbalik dan pergi. Punggung tegapnya menghilang dalam kerumunan. Vryollin sedikit memiringkan kepala, menatap Gale yang cemberut.
"Ayo minum teh," ajaknya lembut. "Kau tunggulah di jamur payung. Aku akan membuatkanmu kue beri dan teh." Vryollin kembali masuk ke rumahnya, meninggalkan Gale sendirian.
Tanpa membutuhkan banyak usaha, Gale segera menemukan jamur payung yang dimaksud. Bangku berbentuk jamur payung dengan bintik-bintik hitam menghiasi.
Meletakkan semua barangnya pada meja yang juga berbentuk jamur payung dengan permukaan yang lebih datar. Begitu tubuhnya dijatuhkan, rasa tenggelam segera dirasakan.
Jamur payung ini memiliki kualitas yang lebih baik daripada sofa kelas atas!
Sembari melemaskan tubuhnya, pandangannya berkeliling. Sebelumnya, dia kehilangan kesempatan untuk mengetahui sekitarnya karena kelelahan. Tapi, sekarang, dia bisa bebas membiarkan matanya berkeliaran.
Apa yang dilihatnya saat ini membuatnya tidak bisa teralihkan. Rumah berwarna-warni berjajar beraturan. Jembatan batu di antara pembatas yang terbuat dari batu di sisi kanan jalan. Bagian bawahnya terdapat sungai jernih yang mengalir tanpa hambatan.
Ukuran rumah di sini semuanya hampir sama, sebatas hidungnya. Begitu pun dengan orang-orangnya. Yang sebelumnya ia anggap sebagai anak kecil hanyalah kulitnya saja. Bagian dalamnya adalah makhluk dewasa.
Tatapannya jatuh kembali pada barang-barangnya. Sebuah tongkat mengintip dari balik tumpukan buku dan botol berisi cairan aneh. Tangannya terjulur, mengambilnya dalam sekali sentakan. Tongkat itu memiliki bentuk yang monoton. Panjang dan lurus tanpa memiliki hiasan. Warna pegangannya cokelat muda dan sisanya adalah hitam pekat. Tangannya ia gerakkan. Membuat gerakkan mengayun, seolah berharap sesuatu keluar dari sana.
"Kau tidak akan berhasil jika mengayunkannya saja," suara serak terdengar dari arah sampingnya.
Cepat-cepat Gale meletakkan kembali benda di tangannya. Kepalanya menunduk dengan ujung telinga memerah, merasa malu karena tindakan bodohnya ketahuan.
Vryollin, dengan senyuman khasnya, meletakkan nampan berisi kue dan teh. Jelas tidak peduli dengan rasa malu Gale, dia melanjutkan, "tongkat itu hanya sebagai perantara. Jika Kau tidak menyalurkan energimu, sihir tidak terjadi."
"Jangan bicarakan lagi. Aku tidak mengerti," gumam Gale dengan suara rendah. Dia mengambil kue berwarna ungu gelap yang disuguhkan di depannya tanpa malu-malu. Rasa manis dan asam bercampur saat ia mengambil satu suapan.
Satu suapan itu juga lah saat ia tersedak karena tekanan yang datang dari depannya. Kepalanya terangkat dengan patah-patah, mendapati sosok di depannya melotot ke arahnya. Gale menelan ludahnya kasar sebelum meludahkan, "apa ada yang salah?"
Tidak ada jawaban yang datang Vryollin bergerak dan secepat kilat berdiri di depan Gale, memegang wajahnya. Memutarnya ke kanan dan kiri penuh antusias yang meledak.
"Wajah ini...benar-benar Ervent," helaan napas terdengar. Gale sontak menahan napas merasakan bau amis yang makin pekat menerpa wajahnya.
Ragu-ragu Gale mengajukan pertanyaan, "apa maksudmu Er...vent?"
"Kau adalah Ervent," Vryollin memiringkan kepalanya bingung. Gale mengerjap beberapa kali, "namaku Gale bukan Ervent."
"Bukan namamu, tapi jenismu," decakan keluar dari mulut mungil itu, merasa jengah karena manusia di depannya tidak segera mengerti.
"Apakah di sini manusia disebut Ervent?" Gale mendapatkan pencerahan setelah berpikir beberapa saat.
Tepuk tangan senang yang menyatakan tebakan Gale benar, datang dari Vryollin. "Dahulu sekali, sebelum pemberontakan itu dimulai, manusia dengan Federlin hidup berdampingan." Sebelum Gale bertanya mengapa manusia juga memiliki julukan di Federlin, makhluk di depannya sudah menjelaskan, "Kami saling membantu satu sama lain. Manusia adalah ahli pedang dan besi terbaik di Federlin, tidak ada yang bisa menandinginya."
"Lalu?" Penasaran menyelimuti Gale. Vryollin tidak segera melanjutkan. Dia menggeleng-geleng penuh keprihatinan, entah karena apa. "Portal kemudian ditutup dan hubungan manusia dengan Federlin sepenuhnya terputus."
Suasana menjadi hening selama beberapa saat, tidak ada yang bersuara. "Itu...." Gale tidak tahu harus bicara apa. Dia memilih menutup mulutnya kemudian.
Menyadari kebingungannya, Vryollin mengubah arah pembicaraan, "Ah, aku sampai lupa memperkenalkan diriku. Aku Vryollin Zackwerg. Kau bisa memanggilku Ollin. Di Federlin, jenisku disebut Hobbit."
"Usiaku sudah 19 tahun. Bagaimana bisa aku masuk ke sekolah? Sudah terlalu tua untukku, bukan?" Bisik Gale cemberut. Dia berdiri dengan kesusahan karena beban di tangannya.Di depannya adalah gerbang besi raksasa saat Gale menyadari suatu hal yang ia lupakan. Caesar turun dari kereta kuda diikuti dirinya dengan bawaan penuh di tangan kanan kirinya. Kusir yang mengendarai kereta memastikan penumpangnya sudah turun dan segera pergi. Dia menarik tali kekangnya dan segera, kuda yang menjadi penariknya berlari cepat, mengeluarkan suara ketukan tak berirama. Kereta kuda itu semakin menjauh dan menghilang di antara pepohonan lebat.Jika sebelumnya Gale berpikir sekolah sihir, Scootharts akan berada di kota besar, pemikirannya meleset jauh. kenyataannya, Scootharts yang dimaksud berada di tengah hutan, dikelilingi oleh pohon-pohon rimbun. Tidak ada yang lain selain hijau dan hitamnya kegelapan. Akan jauh lebih baik jika berada di pinggiran kota. Setidaknya bukan hanya kesunyia
Gale duduk termenung dengan pandangan kosong, mengamati wanita berambut biru yang berjalan mondar-mandir sembari membawa setelan berwarna hijau tua. Dia terkadang mengangkat setelan itu saat menatap Gale, seolah membandingkannya dengan tubuh Gale. Kemudian wanita itu mendesah kecewa, menggeleng dan bergumam, ''tidak cocok.''Kaki yang tidak pernah merasa lelah itu melangkah menuju lemari tua berwarna cokelat dan membukanya. Ajaibnya, lemari yang hanya berukuran sedang itu memiliki ruang luas dan berbagai setelan mewah memenuhinya. Kali ini, Charlie mengambil setelan berwarna biru muda dan mencocokannya dengan penampilan Gale. Matanya berbinar, dengan gembira ia bersenandung.''Bagus, ini cocok untukmu!''Tanpa kata-kata, Charlie menarik Gale, yang sedang memegang cangkir, untuk berdiri dan memaksanya mengganti pakaian. ''Ayo, ayo! Jangan menunda waktuku lebih lama,'' desaknya tak sabar. Gale yang tidak punya pilihan, hanya bisa menuruti. Begitu setelan biru muda
''Kamar asrama? Belum disiapkan,'' kata seorang pria bertelinga panjang. Tangannya membalik-balik buku tebal yang berisi daftar siswa asrama. ''Eh? Tapi sebelumnya kepala sekolah Fradleniz sudah mengaturnya untukku,'' jawab Gale dengan bingung. Caesar berjalan mendekat, mengambil alih buku tebal dari pria bertelinga panjang itu. Dia membalik-balikannya sebentar sebelum mengembalikannya. ''Siapa yang berjaga di sini sebelumnya?'' ''Itu Ellyn. Dia menjaga di sini sebelumnya, lalu bertukar denganku setelah mendapatkan panggilan.'' Pria bertelinga panjang itu melanjutkan, ''Mungkin dia lupa menambahkanmu ke daftar.'' Pria itu mendongak dan menatap Gale. Kedua orang itu kemudian pergi setelah Caesar memberi pesan untuk menyiapkan satu kamar. Pria bertelinga panjang itu menggaruk kepalanya bingung sembari menatap buku tebal di tangannya, ''sangat aneh. Biasanya Ellyn tidak pernah lupa.'' ''Apakah Kau juga tinggal di sini?'' tanya Gale penasaran. Dia
Bukan tanpa alasan Gale membanting pintu di depannya. Hanya saja kondisi di balik pintu membuatnya terkejut setengah mati. Dibandingkan dengan ruangan kelas, keadaannya lebih mirip dengan pasar yang dipenuhi sekumpulan preman. Meja-mejanya tersebar tak beraturan dan 'sekumpulan preman' itu duduk di tengah-tengah ruangan sambil memainkan sesuatu.''Apa yang Kau lakukan di sini? Cepat masuk!'' Sentakan keras di bahunya membuat Gale terdorong ke depan. Gale menoleh patah-patah dan menemukan pria kurus tinggi berkacamata perak menatapnya tajam. Pakaiannya lusuh dan wajahnya tak terawat, dipenuhi jambang tipis di sekitar dagunya. Hanya dengan sekali pandang, kelesuan dan kemalasannya dapat dirasakan.Pria itu membuka pintu di depannya setelah mendorong Gale ke samping. Sama seperti sebelumnya, tidak ada yang peduli dengan suara engsel pintu yang berderit. Begitu pria tinggi itu memukul meja dengan keras, perhatian 'para preman' di sana teralihkan. ''Rapikan!'' tanpa salam s
'Boom!'Bunyi ledakan ringan terdengar diikuti asap hitam yang mengepul. Gale terbatuk dan tangannya bergerak mengibaskan asap hitam yang menyesakkan pernapasannya.''Sial, gagal lagi!'' keluh seseorang di samping Gale. Wanita itu mengusak rambut pendeknya, yang malah membuatnya makin berantakan. Matanya bergerak, melirik Gale yang masih menutupi mulut serta hidungnya. ''Ah, maaf, maaf,'' sesal wanita itu dengan raut tak bersalah, atau lebih tepatnya acuh tak acuh sambil menyingkirkan tungku di hadapannya.Gale tidak tertarik untuk mempersalahkannya dan kembali fokus pada racikannya. Berbeda dari sebagian besar murid yang hampir meledakkan tungku mereka, Gale bisa dibilang melakukan dengan baik meskipun ini kali pertama ia mencoba. Tangannya mengusap keringat tipis di dahinya. Memasukkan ramuan ungu setelah memastikannya sesuai dengan buku panduan di meja. Cairan dalam tungku berubah menjadi hijau terang, menandakan jika ramuannya berhasil.''Wah
''Masih ada waktu dua jam. Lanjutkan!'' Begitu kata 'lanjutkan' jatuh, keadaan kembali sunyi. Masing-masing kembali fokus pada tungku di hadapan mereka. Suasananya terlalu serius, bahkan hembusan napas pun tak terdengar. Hanya suara 'blup blup' dari cairan yang dipanaskan di atas api, membuktikan jika lingkungan sekitar hidup.Meskipun Gale sudah menyelesaikan bagiannya, namun keseriusan di sekitarnya membuat dirinya terhanyut. Tangannya gatal ingin bereksperiman dan menciptakan sesuatu yang lain. Beberapa kali membalik-balik buku panduan tebal, Akhirnya Gale menyerah pada keinginannya. Mengambil beberapa helai daun ungu, menghaluskannya menjadi serbuk kasar dan memasukannya ke dalam tungku. Dia mengaduk beberapa putaran hingga serbuk kasar daun larut dalam cairan panas.Bunyi 'blup' serta gelembung-gelembung panas naik ke permukaan. Aroma menyebar seiring dengan uap yang dihasilkan. Sayangnya, dibandingkan aroma manis sebelumnya, aroma yang dihasilka
''Ternyata Kau hebat juga dalam menargetkan,'' puji Sydney setelah kembali bertemu. Matanya memancarkan kilau kekaguman. Gale tertawa kaku. Sangat berlebihan baginya dipuji seperti ini.''Omong-omong, karena tadi Kau sudah membantuku, aku juga akan membantumu,'' ucap Sydney penuh kegirangan. Dia merebut kertas kaku dari tangan Gale sebelum bisa dihentikan. ''Kau belum menumukan satu bahan pun?!'' Sydney membelalakkan matanya.Biasanya, saat bahan yang tertera di daftar ditemukan, bahan itu akan dicoret secara otomatis, menandakan jika bahan sudah ada di tangan pencari. Namun, di kertas Gale tidak ada satupun bahan yang dicoret, yang artinya Gale masih tidak memiliki bahan apapun di tangannya.Bahkan seorang anak kecil pasti akan menemukan setidaknya satu! Sydney menoleh ke arah Gale, seolah meminta penjelasan. Gale menundukkan kepalanya karena malu. Jelas saja, dia sudah berkeliling hampir satu jam, namun tidak berhasil mendapatkan hasil. Oh, sa
Sebelum tubuh Gale tercabik-cabik ranting-ranting runcing, jam liontin yang terpasang di setelannya bergetar. Pemikiran jika akan mati di detik berikutnya sudah membayangi. Namun, beberapa saat berlalu, tidak ada rasa sakit karena benda tajam yang menembus kulitnya. Sebaliknya, dia merasakan tubuhnya terbaring di atas permukaan datar dan keras. Perlahan Gale membuka matanya.Yang tadinya ia pikir akan dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang menutupi sinar matahari dengan kondisi tubuh berlumuran darah, salah besar. Meskipun ia memang dikelilingi, namun objeknya berbeda, bukan benda mati tapi benda hidup. Para 'benda hidup' itu menjulang tinggi dengan pandangan menusuk yang tertuju ke arahnya, seolah berkata, ''dia sudah gila.''''Persiapkan diri kalian masing-masing!'' Untungnya, Huan segera menyingkirkan kerumunan itu. Dia mendatangi Gale yang sudah terduduk dan berkata, ''Cepat bangun! Kita tidak sedang berada di jam tidur.'' Dia memandang Gale seki
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K
Pagi hari berikutnya datang setelah hari melelahkan berakhir. Aktivitas pagi hari tetap berjalan seperti biasa, tidak terpengaruh oleh suasana pertandingan hari kemarin. Begitu juga dengan kelas pembelajaran serta kewajiban yang harus dilaksanakan.Mengingat tentang kelas, ini adalah hari pertama Gale di kelas barunya. Dia tidak bisa menahan perasaan gugup, apalagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sambil menghembuskan napas, ia berpikir untuk menenangkan dirinya, setidaknya masih ada Jean.Namun, harapannya seketika harus dipatahkan oleh kenyataan di hadapannya. Gale memasuki ruang kelas barunya, memilih bangku di paling ujung belakang dan mengamati sekeliling, berusaha menemukan sosok kecil yang dikenalnya. Setelah beberapa saat kepalanya menoleh ke kanan kiri, dia tetap tidak bisa menemukan Jean.Beberapa sosok yang familiar memang tertangkap matanya, entah dari kelas sebelumnya ataupun yang menjadi anggota timnya saat pertarungan kemarin. Berbeda dengan saat ia pertama kali t
Di sisi lain bangunan, di sebuah ruangan luas dengan sinar matahari mengintip dari celah tirai, dua sosok terlihat saling berhadapan, terlibat dalam percakapan serius. Salah satu duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya, sedangkan yang lain berdiri tegak. Udara tegang mengisi ruang kosong di antara mereka, meskipun keberadaannya lebih didominasi oleh sosok yang berdiri diam. Charlie menyanggah dagunya saat ia tersenyum menenangkan. Tidak ada keseriusan di wajahnya seperti yang dimiliki oleh sosok di seberangnya, seolah ia hanya akan membicarakan tentang ramalan cuaca sembari menikmati teh lavendernya. ''Jangan terlalu tegang seperti itu. Bagaimana kalau duduk dulu dan makan beberapa camilan?'' Kemudian tawanya mengalun pelan, merasa geli dengan tawarannya. Menghadapi candaannya, Sydney tidak terpengaruh sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak seperti patung dengan ekspresi sedingin lapisan es. Bahkan punggungnya lurus seperti anak panah. ''Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi,'' set
''Kau tahu, kan, jika elemenku dengan seorang Caesar Hardenlez sangat berbeda. Elemen miliknya adalah sihir penyerang sedangkan milikku hanya sebagai pertahanan, yang artinya elemenku tidak digunakan untuk menyerang. Dan lagi, Kau ingat, peraturan tidak memperbolehkan kita untuk membunuh di arena pertarungan ini. Karena itu, jika sihir elemen penyerang digunakan untuk membuat jebakan seperti itu, sudah bisa dipastikan mereka akan mati. Elemen sihirku adalah yang paling tepat jika ingin membuat jebakan.''Gale mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Jean. Sebelumnya, saat Caesar bergerak mendahuluinya dan membuat lingkaran api yang memerangkap lawan mereka, Gale cukup terkejut. Dia pikir, Caesar mengubah rencana dan bergerak langsung untuk menyerang sendirian.Namun, tidak lama, lingkaran api itu menghilang dan digantikan dengan elemen sihir milik Jean. Hal ini membuat Gale bertanya-tanya, mengapa Caesar tidak langsung membereskannya. Dan penjelasan lengkap dari Jean menjawa