"Usiaku sudah 19 tahun. Bagaimana bisa aku masuk ke sekolah? Sudah terlalu tua untukku, bukan?" Bisik Gale cemberut. Dia berdiri dengan kesusahan karena beban di tangannya.
Di depannya adalah gerbang besi raksasa saat Gale menyadari suatu hal yang ia lupakan. Caesar turun dari kereta kuda diikuti dirinya dengan bawaan penuh di tangan kanan kirinya. Kusir yang mengendarai kereta memastikan penumpangnya sudah turun dan segera pergi. Dia menarik tali kekangnya dan segera, kuda yang menjadi penariknya berlari cepat, mengeluarkan suara ketukan tak berirama. Kereta kuda itu semakin menjauh dan menghilang di antara pepohonan lebat.
Jika sebelumnya Gale berpikir sekolah sihir, Scootharts akan berada di kota besar, pemikirannya meleset jauh. kenyataannya, Scootharts yang dimaksud berada di tengah hutan, dikelilingi oleh pohon-pohon rimbun. Tidak ada yang lain selain hijau dan hitamnya kegelapan. Akan jauh lebih baik jika berada di pinggiran kota. Setidaknya bukan hanya kesunyian yang melingkupi sekitarnya.
"Tidak masalah. Scootharts tidak memandang umur. Selagi Kau ingin belajar, mereka akan menerimamu. Juga, yang menentukan kelulusanmu adalah kemampuan. Jadi, jika tidak berhasil melaluinya, bersiaplah tinggal di sini selamanya," jawab Caesar ringan. Tidak menyadari kecemasan Gale karena kalimat terakhirnya, dia bergerak ke arah gerbang raksasa.
Dalam pemikiran Gale, selama dia tidak bisa lulus dari Scootharts, dia juga tidak akan bisa kembali ke dunianya. Semakin dia memikirkannya, kulit kepalanya menjadi mati rasa dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.
Gerbang besi raksasa itu terbuka dengan sendirinya. Suara deritan tajam terdengar menyakiti telinga. Begitu terbuka lebar, memperlihatkan bagian dalamnya yang sunyi. Ditambah dengan hiasan air mancur berbentuk makhluk bertelinga panjang dengan mata besar melirik ke arah gerbang, membuat siapa pun merasa diintimidasi. Daripada disebut sekolah, suasananya lebih terasa seperti rumah hantu.
Caesar tampak tidak terpengaruh oleh suasananya, seolah sudah terbiasa. Dia dengan santai melanjutkan langkahnya tanpa menoleh. Gale yang ditinggalkan, mencoba mengikuti dengan langkah susah payah. Bawaan di kedua tangannya memberatkan dirinya.
Satu langkah Gale melewati gerbang, ia dihentikan oleh suara lengkingan dari atas kepalanya. Tanpa perlu mendongak, si pembuat lengkingan menampakkan dirinya. Itu adalah patung burung elang yang sebelumnya bertengger di atas gerbang.
Elang itu menghalangi langkah Gale, mengamati dengan mata tajamnya. Sayap kakunya bergerak perlahan, tampak akan hancur kapan saja. Warna merah bersinar dari matanya dan menyorot Gale dari atas ke bawah seperti laser.
"Identitas dikonfirmasi," suara datar dan serak mengejutkan Gale datang dari burung elang yang ada di depannya. Kemudian berbalik kembali ke tempat sebelumnya bertengger dan diam tak bergerak, menjadi patung.
Gale menggelengkan kepalanya bingung dan melanjutkan langkahnya, menyusul Caesar yang sudah jauh di depan. Gerbang raksasa di belakangnya tertutup dengan keras, membuatnya sedikit berjingkat kaget. Begitu berhasil menyusul, Gale membuka mulutnya, bertanya, "apakah ini benar-benar Scootharts? Mengapa sangat sepi?"
Caesar bersenandung tanpa arti. Jelas tidak berniat untuk memuaskan rasa penasaran pria di belakangnya. Dua pasang tungkai panjang itu masih bergerak melewati jalan berlumut. Di kanan kiri adalah bangunan rusak yang memberikan kesan 'kerusakan setelah pertempuran'.
Mereka terus bergerak mencapai bangunan yang memiliki gaya mirip dengan lainnya. Itu akan menjadi bangunan besar dan mewah jika saja tidak hancur di sana sini. Memasuki bagian dalamnya, perasaan akrab menyelimuti tubuh Gale. Perasaan yang sama ketika ia dibawa ke dunia ini.
Matannya membelalak penuh ketidakpercayaan. Begitu dia berada di dalam, pemandangan di sekitar berubah. Yang tadinya ia kira akan penuh dengan pecahan batuan, sekarang adalah tanah luas beralaskan ubin putih gading. Air mancur dengan patung seorang wanita cantik memegang kendi berada di tengah-tengahnya. Serta makhluk-makhluk berbeda jenis darinya berkeliaran, menunjukkan lingkungan kehidupan yang sebenarnya.
Mulut Gale terbuka lebar. Di atasnya dua sosok makhluk terbang. Yang dikejar bergerak dengan kecepatan penuh hingga meninggalkan embusan angin, sedangkan yang mengejar berteriak, "berhenti di sana". Setelah itu kilatan biru seperti petir muncul, mengejar sosok paling depan yang menjerit ketakutan.
Kedua makhluk itu terbang mengeliling sebuah kastel besar di ujung. Kastel yang sangat mewah, tampak seperti milik kerajaan dan bukan bangunan sekolah. Kristal-kristal halus menghiasi dindingnya dengan penuh warna. Atapnya membentuk kerucut dengan simbol hexagram pada ujung kerucutnya. Gale terus menatap dengan mulut terbuka lebar. Mereka bergerak melewati jembatan putih bersih yang menghubungkan ke pintu masuk kastel.
"Selamat datang."
Suara halus yang menghantarkan kelembutan datang dari arah depan. Gale menarik pandangannya dan mendapati seorang wanita berambut biru tersenyum ke arahnya.
"Kejayaan selalu bagi Federlin." Caesar yang tidak pernah terlihat begitu sopan, memberikan salam yang terdengar asing di telinga Gale. Dia melepaskan topinya dan meletakkan di dadanya. tubuh tegapnya sedikit membungkuk. Rambut merah terangnya berkibar tertiup angin sebelum kembali tertutupi dengan topi cowboy hitam.
"Kejayaan selalu bagi Federlin," balas wanita berambut biru itu dengan salam dan gerakan yang sama. Dia kemudian menegakkan tubuhnya dan berbincang singkat dengan Caesar, "Akhirnya Kau kembali ke sini, Caesar. Kau semakin tampan setelah bepergian." Wanita itu mengedipkan matanya genit pada Caesar, yang melotot jijik, sebelum beralih pada Gale.
"Oh, Kau pasti Ervent yang dimaksud Yang Mulia Lui." Anggukan samar diberikan Gale. Ini pertama kalinya dia mendengar sebutan yang mulia yang ditujukan pada Lui.
"Perkenalkan, aku Charlie Fradleniz. Kepala sekolah Scootharts." Dia memberi seringai kecil sebelum melanjutkan, "aku biasanya tidak akan repot-repot menyambut para murid baru. Tapi karena kau spesial, aku datang secara khusus untukmu."
Gale berpura-pura tidak mendengar kalimat terakhirnya yang memiliki makna tersendiri. Diam-diam ia bergerak sedikit menjauh, namun tetap mengikuti di belakang Charlie, yang memberi isyarat untuk mengikuti.
Mereka bertiga baru memasuki kastel saat suara lain memanggil salah seorang di antara mereka, "Hei, Caesar."
Sang pemilik nama serta dua lainnya menoleh, menanggapi panggilan. Pria berwajah lembut yang memanggil Caesar melambaikan tangannya, meminta Caesar untuk datang. Pria itu sedikit tersenyum dan mengangguk pada Gale saat pandangan mereka bertemu.
"Kau pergi dulu. Aku akan segera menyusul," Caesar berkata pada Gale sebelum beralih pada wanita berambut biru dengan delikan tajam, "Jangan lakukan sesuatu yang aneh."
Charlie tidak membalas kata-katanya dan hanya memberikan "hoho" mencurigakan. Caesar berpura-pura tidak mendengar dan berlalu menghampiri pria berwajah lembut yang memanggilnya.
"Sekarang hanya ada kita berdua. Ayo kita lanjutkan." Saat Gale mengamati kepergian Caesar dengan raut enggan, Charlie berseru gembira. Tanpa peringatan Charlie meraih tangan pemuda di sebelahnya dan menariknya. Gale sedikit tersentak dan mencoba menarik tangannya kembali namun tidak berhasil. Tangan yang mencengkeramnya erat terlihat ramping. Sayangnya tenaga yang diberikan melebihi ekspetasi Gale. Jika dia terus memberontak, bisa dipastikan tulangnya akan patah. Jadi, pilihan terakhir yang diambil Gale adalah mengikuti wanita berambut biru ini dengan pasrah.
Gale duduk termenung dengan pandangan kosong, mengamati wanita berambut biru yang berjalan mondar-mandir sembari membawa setelan berwarna hijau tua. Dia terkadang mengangkat setelan itu saat menatap Gale, seolah membandingkannya dengan tubuh Gale. Kemudian wanita itu mendesah kecewa, menggeleng dan bergumam, ''tidak cocok.''Kaki yang tidak pernah merasa lelah itu melangkah menuju lemari tua berwarna cokelat dan membukanya. Ajaibnya, lemari yang hanya berukuran sedang itu memiliki ruang luas dan berbagai setelan mewah memenuhinya. Kali ini, Charlie mengambil setelan berwarna biru muda dan mencocokannya dengan penampilan Gale. Matanya berbinar, dengan gembira ia bersenandung.''Bagus, ini cocok untukmu!''Tanpa kata-kata, Charlie menarik Gale, yang sedang memegang cangkir, untuk berdiri dan memaksanya mengganti pakaian. ''Ayo, ayo! Jangan menunda waktuku lebih lama,'' desaknya tak sabar. Gale yang tidak punya pilihan, hanya bisa menuruti. Begitu setelan biru muda
''Kamar asrama? Belum disiapkan,'' kata seorang pria bertelinga panjang. Tangannya membalik-balik buku tebal yang berisi daftar siswa asrama. ''Eh? Tapi sebelumnya kepala sekolah Fradleniz sudah mengaturnya untukku,'' jawab Gale dengan bingung. Caesar berjalan mendekat, mengambil alih buku tebal dari pria bertelinga panjang itu. Dia membalik-balikannya sebentar sebelum mengembalikannya. ''Siapa yang berjaga di sini sebelumnya?'' ''Itu Ellyn. Dia menjaga di sini sebelumnya, lalu bertukar denganku setelah mendapatkan panggilan.'' Pria bertelinga panjang itu melanjutkan, ''Mungkin dia lupa menambahkanmu ke daftar.'' Pria itu mendongak dan menatap Gale. Kedua orang itu kemudian pergi setelah Caesar memberi pesan untuk menyiapkan satu kamar. Pria bertelinga panjang itu menggaruk kepalanya bingung sembari menatap buku tebal di tangannya, ''sangat aneh. Biasanya Ellyn tidak pernah lupa.'' ''Apakah Kau juga tinggal di sini?'' tanya Gale penasaran. Dia
Bukan tanpa alasan Gale membanting pintu di depannya. Hanya saja kondisi di balik pintu membuatnya terkejut setengah mati. Dibandingkan dengan ruangan kelas, keadaannya lebih mirip dengan pasar yang dipenuhi sekumpulan preman. Meja-mejanya tersebar tak beraturan dan 'sekumpulan preman' itu duduk di tengah-tengah ruangan sambil memainkan sesuatu.''Apa yang Kau lakukan di sini? Cepat masuk!'' Sentakan keras di bahunya membuat Gale terdorong ke depan. Gale menoleh patah-patah dan menemukan pria kurus tinggi berkacamata perak menatapnya tajam. Pakaiannya lusuh dan wajahnya tak terawat, dipenuhi jambang tipis di sekitar dagunya. Hanya dengan sekali pandang, kelesuan dan kemalasannya dapat dirasakan.Pria itu membuka pintu di depannya setelah mendorong Gale ke samping. Sama seperti sebelumnya, tidak ada yang peduli dengan suara engsel pintu yang berderit. Begitu pria tinggi itu memukul meja dengan keras, perhatian 'para preman' di sana teralihkan. ''Rapikan!'' tanpa salam s
'Boom!'Bunyi ledakan ringan terdengar diikuti asap hitam yang mengepul. Gale terbatuk dan tangannya bergerak mengibaskan asap hitam yang menyesakkan pernapasannya.''Sial, gagal lagi!'' keluh seseorang di samping Gale. Wanita itu mengusak rambut pendeknya, yang malah membuatnya makin berantakan. Matanya bergerak, melirik Gale yang masih menutupi mulut serta hidungnya. ''Ah, maaf, maaf,'' sesal wanita itu dengan raut tak bersalah, atau lebih tepatnya acuh tak acuh sambil menyingkirkan tungku di hadapannya.Gale tidak tertarik untuk mempersalahkannya dan kembali fokus pada racikannya. Berbeda dari sebagian besar murid yang hampir meledakkan tungku mereka, Gale bisa dibilang melakukan dengan baik meskipun ini kali pertama ia mencoba. Tangannya mengusap keringat tipis di dahinya. Memasukkan ramuan ungu setelah memastikannya sesuai dengan buku panduan di meja. Cairan dalam tungku berubah menjadi hijau terang, menandakan jika ramuannya berhasil.''Wah
''Masih ada waktu dua jam. Lanjutkan!'' Begitu kata 'lanjutkan' jatuh, keadaan kembali sunyi. Masing-masing kembali fokus pada tungku di hadapan mereka. Suasananya terlalu serius, bahkan hembusan napas pun tak terdengar. Hanya suara 'blup blup' dari cairan yang dipanaskan di atas api, membuktikan jika lingkungan sekitar hidup.Meskipun Gale sudah menyelesaikan bagiannya, namun keseriusan di sekitarnya membuat dirinya terhanyut. Tangannya gatal ingin bereksperiman dan menciptakan sesuatu yang lain. Beberapa kali membalik-balik buku panduan tebal, Akhirnya Gale menyerah pada keinginannya. Mengambil beberapa helai daun ungu, menghaluskannya menjadi serbuk kasar dan memasukannya ke dalam tungku. Dia mengaduk beberapa putaran hingga serbuk kasar daun larut dalam cairan panas.Bunyi 'blup' serta gelembung-gelembung panas naik ke permukaan. Aroma menyebar seiring dengan uap yang dihasilkan. Sayangnya, dibandingkan aroma manis sebelumnya, aroma yang dihasilka
''Ternyata Kau hebat juga dalam menargetkan,'' puji Sydney setelah kembali bertemu. Matanya memancarkan kilau kekaguman. Gale tertawa kaku. Sangat berlebihan baginya dipuji seperti ini.''Omong-omong, karena tadi Kau sudah membantuku, aku juga akan membantumu,'' ucap Sydney penuh kegirangan. Dia merebut kertas kaku dari tangan Gale sebelum bisa dihentikan. ''Kau belum menumukan satu bahan pun?!'' Sydney membelalakkan matanya.Biasanya, saat bahan yang tertera di daftar ditemukan, bahan itu akan dicoret secara otomatis, menandakan jika bahan sudah ada di tangan pencari. Namun, di kertas Gale tidak ada satupun bahan yang dicoret, yang artinya Gale masih tidak memiliki bahan apapun di tangannya.Bahkan seorang anak kecil pasti akan menemukan setidaknya satu! Sydney menoleh ke arah Gale, seolah meminta penjelasan. Gale menundukkan kepalanya karena malu. Jelas saja, dia sudah berkeliling hampir satu jam, namun tidak berhasil mendapatkan hasil. Oh, sa
Sebelum tubuh Gale tercabik-cabik ranting-ranting runcing, jam liontin yang terpasang di setelannya bergetar. Pemikiran jika akan mati di detik berikutnya sudah membayangi. Namun, beberapa saat berlalu, tidak ada rasa sakit karena benda tajam yang menembus kulitnya. Sebaliknya, dia merasakan tubuhnya terbaring di atas permukaan datar dan keras. Perlahan Gale membuka matanya.Yang tadinya ia pikir akan dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang menutupi sinar matahari dengan kondisi tubuh berlumuran darah, salah besar. Meskipun ia memang dikelilingi, namun objeknya berbeda, bukan benda mati tapi benda hidup. Para 'benda hidup' itu menjulang tinggi dengan pandangan menusuk yang tertuju ke arahnya, seolah berkata, ''dia sudah gila.''''Persiapkan diri kalian masing-masing!'' Untungnya, Huan segera menyingkirkan kerumunan itu. Dia mendatangi Gale yang sudah terduduk dan berkata, ''Cepat bangun! Kita tidak sedang berada di jam tidur.'' Dia memandang Gale seki
Pelayanan asrama Scootharts benar-benar melampaui ekspetasi Gale. Bukan hanya dia mendapatkan kamar yang baik, tapi juga makanan lezat yang disediakan setiap pagi, siang, dan malam. Tidak aneh jika Gale merasa nyaman dan ingin menetap di sini selamanya walaupun baru saja tinggal selama satu hari. Dia tidak perlu lagi bersusah payah untuk mendapatkan uang, atau berhadapan dengan para preman yang selalu merampas uang hasil kerja kerasnya.Namun, tentu saja pelayanan terbaik pasti ada harganya. Contohnya, pada pagi hari, saat matahari belum menampakkan wujudnya, Gale sudah dibangunkan oleh alarm yang hampir menulikan telinga untuk mengikuti ritual aneh. Semua murid diharuskan berkumpul di aula dan membentuk lingkaran besar di antara patung sang Dewi.Apa yang dilakukan? Jawabannya tentu saja berdoa.Akan bagus jika ritual berdoa itu hanya dilakukan selama beberapa menit. Sayangnya, ritual ini dilakukan selama dua setengah jam. Entah apa yang mereka doakan, Gale tid
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K
Pagi hari berikutnya datang setelah hari melelahkan berakhir. Aktivitas pagi hari tetap berjalan seperti biasa, tidak terpengaruh oleh suasana pertandingan hari kemarin. Begitu juga dengan kelas pembelajaran serta kewajiban yang harus dilaksanakan.Mengingat tentang kelas, ini adalah hari pertama Gale di kelas barunya. Dia tidak bisa menahan perasaan gugup, apalagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sambil menghembuskan napas, ia berpikir untuk menenangkan dirinya, setidaknya masih ada Jean.Namun, harapannya seketika harus dipatahkan oleh kenyataan di hadapannya. Gale memasuki ruang kelas barunya, memilih bangku di paling ujung belakang dan mengamati sekeliling, berusaha menemukan sosok kecil yang dikenalnya. Setelah beberapa saat kepalanya menoleh ke kanan kiri, dia tetap tidak bisa menemukan Jean.Beberapa sosok yang familiar memang tertangkap matanya, entah dari kelas sebelumnya ataupun yang menjadi anggota timnya saat pertarungan kemarin. Berbeda dengan saat ia pertama kali t
Di sisi lain bangunan, di sebuah ruangan luas dengan sinar matahari mengintip dari celah tirai, dua sosok terlihat saling berhadapan, terlibat dalam percakapan serius. Salah satu duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya, sedangkan yang lain berdiri tegak. Udara tegang mengisi ruang kosong di antara mereka, meskipun keberadaannya lebih didominasi oleh sosok yang berdiri diam. Charlie menyanggah dagunya saat ia tersenyum menenangkan. Tidak ada keseriusan di wajahnya seperti yang dimiliki oleh sosok di seberangnya, seolah ia hanya akan membicarakan tentang ramalan cuaca sembari menikmati teh lavendernya. ''Jangan terlalu tegang seperti itu. Bagaimana kalau duduk dulu dan makan beberapa camilan?'' Kemudian tawanya mengalun pelan, merasa geli dengan tawarannya. Menghadapi candaannya, Sydney tidak terpengaruh sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak seperti patung dengan ekspresi sedingin lapisan es. Bahkan punggungnya lurus seperti anak panah. ''Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi,'' set
''Kau tahu, kan, jika elemenku dengan seorang Caesar Hardenlez sangat berbeda. Elemen miliknya adalah sihir penyerang sedangkan milikku hanya sebagai pertahanan, yang artinya elemenku tidak digunakan untuk menyerang. Dan lagi, Kau ingat, peraturan tidak memperbolehkan kita untuk membunuh di arena pertarungan ini. Karena itu, jika sihir elemen penyerang digunakan untuk membuat jebakan seperti itu, sudah bisa dipastikan mereka akan mati. Elemen sihirku adalah yang paling tepat jika ingin membuat jebakan.''Gale mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Jean. Sebelumnya, saat Caesar bergerak mendahuluinya dan membuat lingkaran api yang memerangkap lawan mereka, Gale cukup terkejut. Dia pikir, Caesar mengubah rencana dan bergerak langsung untuk menyerang sendirian.Namun, tidak lama, lingkaran api itu menghilang dan digantikan dengan elemen sihir milik Jean. Hal ini membuat Gale bertanya-tanya, mengapa Caesar tidak langsung membereskannya. Dan penjelasan lengkap dari Jean menjawa