“Yoona... bangun lah!” Terasa berat, matanya masih terasa berat. Sungguh aneh karna ia merasa benar-benar mengantuk seperti manusia, makhluk sepertinya tidur hanya untuk istirahat mata saja, jarang sekali bisa terlelap parah apalagi sampai bermimpi, akhir-akhir ini ia terlalu sering bermimpi. "Aih... Kau mimpi lagi, kali ini mimpi apa? akhir-akhir ini kau terlalu sering bicara dalam tidur!" Luna duduk di sebelahnya setelah membangunkannya dan memakan apel yang ada di meja. Yoona terlihat berpikir dan mengingat-ingat, memang benar ia tadi bermimpi. "Mimpi, ya. Aku juga tidak ingat mimpi apa, memangnya aku bicara apa dalam tidur?" Luna mengangguk kemudian menelan apel dalam mulutnya dan mulai berbicara. "Jangan dekati mereka! Kau ucapkan itu sampai tiga kali!" terasa aneh, dia sama sekali tidak bisa mengingat mimpinya barusan, kepalanya jadi sakit jika berusaha mengingat. Yoona melihat ke arah Andrew dan Nataly, dalam benaknya mulai penasaran, siapa pemilik darah bangsawan suci y
Kapal sudah terasa lebih hangat, cahaya silau dari luar pun mulai masuk dan membangunkan satu-persatu dari mereka. Mereka mulai membuka mata dan melongo keluar, terkesima saat ini sedang berada di atas danau berwarna biru bersih, dengan tanaman rambat dan banyak bunga liar yang tumbuh di sekelilingnya. Satu persatu mereka keluar dan memperhatikan keadaan sekitar. "Disini cantik syekali, apa ini hutan Estel?" Nataly berseru kegirangan berusaha memasukkan tangannya ke air ingin mengambil ikan kecil yang berenang di sekitarnya. Hutan yang hangat dengan banyak burung-burung cantik yang terbang, dan tanaman bunga liar yang tumbuh subur. Yoona melihat ke sekeliling, sekarang posisi mereka berada di tengah danau, ia mencari sisi mana yang paling bagus untuk menepi, kemudian meminta tolong kepada Luna, dengan kekuatannya membawa perahu mereka ke tepi danau. Mereka turun dari kapal, Luna memasukkan tangannya ke air kemudian mulai bertanya tentang tempat yang mereka singgahi ini. "Ini
Tap... Tap... “Pelan-pelan... Tidak ada yang boleh melihat aku melewati garis perbatasan.” Saat ini seorang gadis membawa dua ekor kelinci segar berjalan melewati sinar biru yang memisahkan antara dua hutan. “Chester... Leon... aku datang....” Gadis itu dengan wajah gembiranya berlari menghampiri dua lelaki yang sedang berdiri tak jauh darinya, mereka serempak menengok kemudian tersenyum hangat, membuka tangan lebar memeluk gadis bertubuh mungil itu. “Elea....” sahut mereka bersamaan dengan senang menyambut gadis itu. Gadis cantik dengan rambut coklat berkilau, warna matanya yang senada dengan rambutnya, kulit putih seperti salju, dan pipi merah seperti tomat yang sudah masak. Mereka sudah menjalin pertemanan sejak hari itu, hari di mana Elea kembali masuk ke dalam hutan buangan. Tiga tahun lalu, seorang gadis dengan takut kembali masuk ke dalam hutan yang gelap untuk mencari gelang rantainya yang hilang. Ia sudah mencari ke seluruh desa, juga pergi ke hutan desa dan perkebunan
... Elea berkeringat dingin, ia tak tahu bagaimana caranya kembali ke desa. Langkahnya terus mundur, sampai ia tidak sengaja menginjak sebuah ranting memicu perhatian dari Serigala besar itu. “Hmp!” Elea tersentak saat sebuah tangan membekap mulutnya dan dengan cepat membawanya pergi. Serigala besar itu menengok dan tak menemukan apa pun, kemudian berjalan pergi untuk kembali ke sarangnya. Elea yang kaget berusaha melepaskan tangan itu dan berteriak, namun orang itu langsung memberi isyarat diam dan melepas tangannya. Elea menengok dan langsung terkejut saat melihatnya. Dia salah satu dari dua anak yang bertarung kemarin, anak dengan telinga Serigala di kepalanya. Seketika Elea mundur dengan takut. “Apa yang kalian lakukan di sini!” Elea menengok menemukan lelaki bertaring yang menatapnya dengan dingin. Saat ini mereka berada di sebuah gua kosong di dalam hutan. Di luar ada banyak sekali Serigala berkeliaran untuk mencari makanan, para Vampir juga sudah mulai keluar dari saran
Saat ini seorang gadis sedang duduk di sebuah kursi sambil membaca sebuah buku pengendalian sihir kuno. Elea berjalan berjinjit tak mau mengganggu saudaranya, mengambil mantel bulu beruangnya kemudian menuju pintu untuk pergi. “Elea… kamu mau pergi lagi?” Elea seketika berhenti, tertangkap basah hendak pergi keluar. Gadis itu segera berbalik mendapati Ester menutup buku yang dibacanya kemudian berdiri menghampirinya, gadis dingin yang dengan tenang menghampirinya untuk menginterogasi. Kepribadian yang sangat jauh berbeda darinya. “Ada apa Ester?” Elea berusaha bersikap tenang menghadapi tatapan Ester yang menyelidik. Ester bunga segar kebanggaan desa, parasnya sangat cantik dengan rambut berwarna perak berkilauan, kulitnya putih segar dengan tatapan mata yang dingin. Dan walaupun mereka berdua tumbuh bersama, saat dewasa sifat mereka sangat jauh berbeda. “Sudah lama aku perhatikan, kau selalu pergi setiap akhir pekan. Sebenarnya kau pergi ke mana? Selama berkeliling desa aku sa
Mereka kini sampai di pusat desa dengan Ester yang sudah berdiri di tengah kerumunan, di atas sebuah panggung kecil yang terbuat dari campuran pasir dan batu bata. Ester memegang tongkat penyihir yang terbuat dari rotan ajaib yang memiliki banyak kekuatan sihir di dalamnya. Ester berdiri sambil memejamkan mata dan mulutnya merapalkan banyak mantra meminta berkah dari dewa alam, Elea melihatnya dari bawah, namun ia tampak tak senang. Segera naik ke atas dan menemui kakaknya. “Ester….” Ester membuka matanya seketika menoleh, gadis itu tersenyum menyambut kedatangan Elea. “Kau sudah datang, lihatlah.. aku sudah membuat persiapan perang, sebentar lagi kita akan menghabisi para monster yang mengancam kita di luar sana, dan kita semua akan hidup damai.” Elea menunjukkan ketidaksenangannya, dengan segera memprotes tindakan Ester ini yang menurutnya sanggatlah impulsif. “Ester… bukankah kita sudah cukup hidup damai selama ini? selama kita berada di dalam pelindung, kita semua akan aman.” U
Elea menahan nafas dengan gemetar melihat Leon memukuli Chester dengan brutal, ia bisa melihat kemarahan yang begitu besar dari matanya. Leon mengangkat kerah baju Chester membuatnya yang terbaring kini terangkat hampir ke posisi duduk. “Leon…!” Elea berteriak memanggil saat Leon mengangkat tangan ingin kembali memukul membuat Leon menengok ke arahnya, gadis yang terduduk berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka karena pakaiannya sudah robek dikoyak oleh Chester. Gadis itu menggeleng pelan meminta Leon untuk berhenti memukuli. Leon mendorong tubuh Chester membiarkannya jatuh ke tanah. Serigala yang kini sudah jatuh pingsan karena menerima pukulan bertubi darinya. Leon berjalan menghampiri Elea dan membuka mantelnya memberikannya pada gadis itu untuk menutupi tubuhnya. Leon duduk di sebelahnya sembari menghela nafas berat sementara Elea memegang erat mantel itu menutupi tubuhnya dengan malu. “Kau marah? Kalau iya kau bisa pukuli dia sekarang. Tenang saja, dia tidak akan mati
Saat ini tepat satu minggu setelah pengumuman perang di pusat desa diumumkan, Elea masih di hutan buangan bersembunyi di dalam gua yang gelap dan hanya ada sebuah obor untuk penerangannya. Dia tidak bisa kembali ke desa menemui Ester sementara ia telah kehilangan tanda di pergelangan tangannya, selain itu ia juga takut keluar Gua karena ada banyak Vampir dan Serigala di luar sana, jadilah Elea hanya menunggu di dalam Gua sembari memeluk lutut merasakan dinginnya sore karena matahari hampir sepenuhnya tenggelam. Elea yang membenamkan kepalanya di antara lutut mendongak saat mendengar suara keributan di luar. Terdengar suara cekcok Leon dan Chester berdebat dengan beberapa orang yang suaranya tak ia kenal. “Tolong biarkan kami masuk putra mahkota, sebentar lagi juga raja akan datang, dia telah mengetahui apa yang kalian berdua sembunyikan di tempat ini.” Elea berdiri dengan penasaran berjalan lebih dekat ke arah mulut Gua, di sana ia dapat melihat ada enam orang berdiri di depan pint