Viola menatap manik Duke Aland, hingga Duke Aland sadar, dia menurunkan tangannya, berusaha mengatur nafasnya.
"Senangnya jadi Duchess. Kini dua orang yang mencintainya, sedangkan aku tidak." Viola menggeleng lemah. "Kamu tahu, aku pergi karena aku tidak ingin menjadi orang ketiga, perebut laki orang. Duchess mengatakan pada Duke, jangan mencintainya, cukup aku. Saat itu aku sadar, Duke tidak akan mencintai ku dan aku memilih pergi." Lirih Viola, tiba-tiba kedua air matanya menggenang.
"Aku yakin dia orang baik, tapi setelah mendengarkan semuanya. Aku sadar, dia melakukannya hanya cemburu." Viola berdiri, ia memutar tubuhnya meninggalkan Duke Aland yang terpaku memikirkan perkataan Viola.
"Apa maksudnya? Apa Duchess memang benar melakukannya? Argh! Viola adalah korban, apa yang Duchess katakan sampai Viola memilih pergi? Dan aku, apa yang aku lakukan tadi?!" Duke Aland menjambak rambutnya frustasi.
Sedangkan Viola, wanita itu membuka pintunya dengan
"Tidak-tidak, dimana Viola? Dia tidak mungkin pergi."Duke Cristin meninggalkan lemari yang kosong itu, dia berteriak seraya memasuki kamar lainnya, ke arah dapur dan ke tempat lainnya. Bahkan di halaman belakang pun, dia tidak menemukan Violanya."Viola, Luis! Luis!"Kesatria itu tergopoh-gopoh berlari mendengarkan teriakan majikannya. "Iya tuan,""Apa yang kamu lakukan, hah? Dimana Vio?""Tentu saja nona Vio ada di paviliun."BughBogeman itu melayang di pipi Kesatria Luis, hingga sudut bibirnya sobek dan darah segar keluar dari mulutnya.Tak hanya itu, Duke Cristin menarik kerah baju Kesatria Luis."Kamu bodoh, hah. Dia tidak ada, Viola pergi. Dan kamu malah tidak tahu. Cepat cari Vio, jangan pulang sampai kamu menemukannya."Kesatria Luis bergerak cepat, dia mengarahkan para pengawalnya mencari keberadaan majikan keduanya."Viola." Duke Cristin terduduk di atas salju itu, kenangan demi kenangan berp
"Bisakah Duke tidak mencintainya,"Duke Cristin melirik ke atas agar air bening itu tidak keluar. Semua orang tidak tahu, kapan perasaan itu datang dan menghilang."Apa kamu bisa memprediksi? Bagaimana bisa aku mencintainya? Kapan aku mencintainya? Bukankah selama ini kamu menginginkan semua ini Duchess, lalu sekarang apa letak kesalahan ku. Oh benar, kesalahan yang paling menyakitkan bagi ku karena aku tidak jujur pada mu, aku mementingkan perasaan dari pada dia."Duchess Lilliana langsung memeluk punggung Duke Cristin, melingkarkan kedua tangannya di dadanya. Ia tidak sanggup, baru ia rasakan saat Duke Cristin memberikan perhatian. Ia tidak bisa, hatinya sangat sakit."Aku sudah menolaknya, bahkan aku sudah menyakitinya terlalu dalam. Dulu, aku sempat berfikir, tindakan ku yang arogan dan kejam, aku bisa membuat Viola membenci ku karena aku takut membahayakan nyawa Viola dan yang lebih menakutkan, aku takut mencintainya dan menyakiti mu. Kamu sangat heb
Duchess Lilliana semakin tertekan, dengan cara apa dia harus menghilangkan bayang-bayang Viola. Melihat suaminya saja meringkuk di atas ranjang Viola. Semakin dia tidak percaya diri, apakah cintanya akan berakhir?Duchess Lilliana menggenggam erat gaunnya. Dia akan menjaga hati Duke, ya Duke adalah miliknya dan hanya miliknya.Duchess Lilliana pun melangkah, satu langkah saja kakinya langsung berhenti. Viola berjalan di depannya, memutari ranjangnya, menaiki ranjang itu dan mencium kening Duke Cristin.Matanya membulat, darahnya mendidih. "Viola!" Geramnya.Mata Viola melihat Duchess Lilliana dengan senyuman mengejek. Tanpa rasa bersalah, Viola mencium Duke Cristin dan Duke Cristin justru menyambutnya, laki-laki itu menahan tengkuk Viola, melumat bibir seksinya dengan rakus.Kedua pipi Duchess Lilliana di banjiri oleh air mata yang turun dari matanya. Ia menutup bibirnya agar suaranya tertahan."Aku mencintai mu, Viola."Viola bergera
Duchess Lilliana tersadar, dia memandang sekelilingnya, ruangan yang terasa asing, namun mengenalinya."Emmm, dimana aku?"Duchess Lilliana beringsut duduk, matanya menangkap sosok Duke Cristin yang sedang berdiri di balkom dengan kedua tangannya yang menyeludup masuk ke saku samping pakaian hangatnya.Duchess Lilliana pun turun, dia berjalan berjinjit dan langsung memeluk Duke Cristin dari belakang."Duke, sedang apa? Aku merindukan mu."Duke Cristin menghapus kedua sudut matanya menggunakan tangan kanannya. Kemudian melepaskan tautan yang melingkar itu. "Sudah sadar, hem.."Duke Cristin mengecup singkat kening Duchess. "Sudah malam, sebaiknya kamu makan malam. Tadi pagi kamu pingsan dan maaf atas perkataan ku.""Lupakan, aku sudah melupakan semuanya. Mari kita memulai dari awal."Bagaimana aku bisa memulai dari awal Duchess, se
"Duchess.. "Duke Arland tersenyum, dia merubah kesedihan di balik senyumannya itu. "Ada apa?""Aku tidak bisa tidur karena tidak ada Duke."Duke Cristin tersenyum tipis. Semenjak kepergian Viola, Duchess Lilliana sedikit manja, perubahannya membuat Duke Cristin merasa risih."Kamu duluwan, aku akan segera menyusul.""Tapi aku ingin... ""Lilliana, aku tidak pernah mendengarkan mu menolak perintah ku."Duchess Lilliana tak ingin pergi, dia ingin mendengarkan obrolan mereka. Apakah tentang Viola atau tentang pekerjaannya. "Sebenarnya apa yang mereka bicarakan?" Duchess Lilliana menempelkan telinganya, namun sial, ia tidak bisa mendengarkannya.Duchess Lilliana pun memilih pergi dengan pikiran kosong.Sedangkan di dalam ruangan itu. Sang Kesatria sangat serius. Dia harus melaporkan apa yang ia dengar tadi dengan kedua orang laki-laki yang tanpa sengaja mendengarkannya.FlasbackKesatria Luis menghentikan lang
"Jangan berbicara sembarangan, Viola tidak mungkin mengkhianati ku." Duke Aland tertawa, dia akan menyiksa perasaan Duke Cristin seperti perasaannya. Ia ingin melihat, sejauh mana Duke Cristin kehilangan Viola. "Kamu merasakannya sama dengan perasaan ku dulu. Aku menahan sakit dan sekarang aku sudah memiliki Viola. Viola mu itu, dia pernah menginap di Villa ku dan kamu tahu apa yang terjadi pada kita. Satu wanita dan satu laki-laki di atap yang sama." Duke Cristin semakin melundak, amarahnya tidak bisa di kendalikan. "Kamu! Aku mempercayai Viola sebesar aku mencintainya." Duke Cristin hendak melangkah ke depan, namun di cegah oleh Kesatria Luis. "Hentikan, Tuan! Kendalikan amarah Tuan. Kita tidak boleh memicu keributan di kediaman Duke Aland, tenanglah. Duke Aland tidak tahu keberadaan Nyonya, saya yakin. Duke Aland memancing amarah tuan. Jika nyonya mencintai Duke Aland, dia tidak mungkin pergi bersama pelayannya dan meninggalkan Duke A
Sembilan bulan kemudian.Kehidupan keempat orang yang terjebak ke dalam lingkaran cinta itu berubah total.Kini Viola telah melahirkan seorang dua orang laki-laki. Kedua anaknya sangat mirip dengan Duke Cristin, seolah takut tidak di akui oleh Duke Cristin. Putra pertama ia beri nama Javier dan kedua ia beri nama Jasper. Untuk membedakan keduanya pun terletak pada tahi lalat. Javier memiliki tahi lalat di telinga kanannya sedangkan Jasper memiliki tahi lalat di telinga kirinya."Nyonya,"Viola mencoel pipi Javier, untungnya dia melahirkan secara normal dan butuh perjuangan ektra untuk melahirkan kedua buah hatinya. Tepat jam 12.00 malam dia melahirkan, hanya di temani oleh pelayan Milea dan Dokter.Dia tidak ingin ke rumah sakit dan memilih melahirkan di rumahnya saja."Dia mirip sekali, seandainya Duke tahu, apa dia juga merasa senang."Pelayan Milea melirik ke arah Jasper, bocah laki-lali itu menggesekkan kepalanya. Pertan
Malam harinya.Pelayan Milea membereskan pakaiannya, dia masukkan ke dalam koper berbentuk kotak itu. Sedangkan Viola, dia hanya diam seraya berdiri dan menggendong Jasper."Nyonya, aku akan mencari situasi di sana.""Terima kasih, maaf merepotkan mu.""Tidak, selama ini saya sangat senang membantu dan menjadi pelayan nyonya, sekarang nyonya istirahatlah. Nyonya pasti lelah."Viola mengangguk, dia dia antar oleh pelayan Milea ke kamarnya. Sesampainya di sana, pelayan Milea mengambil alih Jasper, lalu membaringkan tubuhnya ke box itu."Terima kasih banyak Milea," ujar Viola seraya memeluk pelayan Milea begitu hangat.Setelah selesai berpelukan, keduanya berpisah dan tidur di kamar masing-masing.CitCitSuara burung membangunkan Viola, dia membuka matanya, lalu menghadang silau matahari yang menerpa wajahnya."Ini jam berapa?"Viola beringsut turun, pertama kali yang ia lihat kedua bayi gembulnya. Keduany
Seusai makan malam, Duke Cristin mengantarkan Viola ke kamarnya. Kedua berjalan dengan rasa canggung tanpa menimbulkan suara."Selamat malam Vio.."Duke Cristin tersenyum dan hendak pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya. "Apa Duke tidak tidur di kamar ini? Maksudnya kita tidur bersama."Seulas senyum muncul di kedua sudut bibir Duke Cristin. Ia lalu menoleh dan mengelus tangan Viola yang sedang memegangnya. Duke Cristin memeluk Viola, mendekapnya dengan erat. Menumpahkan tangisannya ke bahunya. Tubuhnya bergetar di irikan isakannya."Aku mencintai mu, Viola. Sangat! Sangat mencintai mu. Demi apapun, akan aku lakukan."Dalam sekali kedipan, buliran bening itu mengalir deras. "Viola." Hatinya sangat sakit mengingat semua perlakuannya.Demi membentengi hatinya, ia menyakiti wanita yang rela untuk Duchess dan dirinya, tapi ia tidak pernah tahu, bahagiakan dia? Seharusnya ia menanyakannya. "Viola."Viola melerai pelukannya, meng
Viola menatap ke arah langit, buliran salju turun mengenai wajahnya.Duke Cristin yang melihatnya dari jauh pun menghampirinya, tangannya bergerak membuang buliran salju yang mengenai pipi kanannya."Duke."Duke Cristin menahan air matanya, wanita yang berdiri di hadapannya, wanita yang dulunya ia abaikan demi Duchess, mencoba membencinya karena takut akan ada hati yang terluka. Namun perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya dan malah ingin menggenggamnya.Diam-diam ia mencintai wanita itu, mengorbankan perasaannya demi seorang wanita, tapi sekarang ia bahagia sangat bahagia. Meskipun ia tidak ingin Duchess pergi, karena bagaimana pun juga. Wanita itulah yang hadir untuk pertama kalinya dalam hidupnya."Terima kasih telah bersedia kembali."Viola diam, ia masih belum memberitahukan. Bahwa hatinya telah menerima Duke. Ia ingin tahu, seberapa besar cinta sang Tuan Duke padanya."Ya,
Viola mengetuk pintu Javier, ia mengetuk dengan hati-hati. "Sayang."Tidak ada sahutan, Viola memberanikan diri memasuki ruangan itu.Diedarkannya pandangannya itu ke seluruh ruangan, namun tidak menemukan sosok yang ia cari. Hingga pandangannya melihat gorden yang terombang-ambing terbawa angin."Sayang...""Jangan memohon, Bu. Ibu tahu, aku tidak bisa melihat air mata Ibu. Aku tidak bisa.... "Viola berusaha menahan air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan, Sayang?""Apa Ibu masih mencintai Ayah?""Ibu tidak tahu, yang ibu tahu. Ibu masih kecewa. Bisakah kami egois menginginkan orang tua bersama. Bisakah kami egois menginginkan Ibu dan Ayah bersama, kita lalui bersama."DegViola tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya. "Ibu akan menuruti mu, ibu akan berusaha menerima Ayah mu."Javier seketika memutar tu
Duke Cristin semakin terpukul, sangat jelas Viola menolaknya dan hal itu membuat Duke Aland tertawa sinis."Viola apa maksud mu? Kita belum bercerai dan tidak ada kata cerai di antara kita." Duke Cristin mengalihkan pandangannya. "Lebih baik kalian pergi, kalian tidak di undang di sini.""Aku memiliki urusan, aku tidak bisa menemani kalian," ujar Viola dengan halus. Ia tidak mau menyinggunga keduanya.Lagi-lagi Viola membuatnya cemburu, perkataan Viola yang halus membuat cemburu. "Viola."Viola berdiri, ia memilih pergi dari pada harus mendengarkan perkataan Duke."Tunggu Duke!" Cegah Duke Aland. "Sebaiknya Duke menjauh dari Nyonya Viola.""Apa maksud mu?" Duke Cristin menarik kerah baju Duke Aland, kemudian melepaskannya dengan kasar. "Dan kamu, kamu hanyalah masa lalu atau mantan kekasih Viola. Dia sekarang adalah istri ku, jadi jangan mengganggunya lagi." Duke Cristin menatap laki-laki di samping Duke Aland. Peringatan tegasnya membuat la
Sepanjang malam Viola memikirkan perkataan Eryk, sebuah surat yang berada di tangannya. Memikirkan nama Jasper dan Javier."Apa aku kembali saja?""Tapi rasanya."Tak terasa sinar matahari mulai memasuki kaca jendela, Viola masih tak bergeming di kursinya, lelah berdiri. Ia memilih untuk duduk.TokTokTok"Nyonya sarapan sudah siap," ujar Milea.Viola pun mendekati pintu, ia keluar dengan hati tak karuan. Duduk di tengah-tengah kedua putranya, di raihnya susu di sampingnya itu, dalam sekali teguk, susu itu pun tandas tanpa tersisa."Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" Tanya Javier. Mungkin karena sosok ayahnya yang datang dan mengganggu pikiran ibu. Ia sudah tahu semuanya, Duke Cristin adalah Ayahnya dan Eryk adalah kakak angkatnya.Sejujurnya ia sangat ingin memiliki keluarga lengkap, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak akan memaksa keinginan sang ibu. Kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya.E
Duke Cristin memegang pergelangan tangan laki-laki di sampingnya, kedua ekor matanya pun melirik laki-laki itu.Ia ingat betul, sebelum menikahi Viola. Ia sudah menyelidiki semua identitas Viola termasuk kekasihnya."Lepaskan tangan anda dari istri ku."Laki-laki itu langsung melepaskan tangannya. Namun sorot matanya mengisyaratkan permusuhan yang mendalam."Vio, bisakah kita bicara." Pinta laki-laki itu memohon."Apa maksud anda?" Duke Cristin berpindah tempat. Dia menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Viola. Kemudian merangkul pinggangnya. "Viola adalah istri ku, jadi anda harus meminta ijin pada ku, tapi aku tidak mengijinkannya."Duke!"Viola menggoyangkan bahu kanannya agar Duke Cristin memundurkan tubuhnya. Ia merasa risih dengan lirikan orang."Sayang, apa kamu merasa malu? Emm baiklah, aku akan meminta jatah pada mu nanti malam. Kamu ingat kan, nanti malam janji mu.""Duke!""Ah, iya. Aku tahu, jangan ma
Sinar matahari mulai menembus kaca. Menerpa wajah seorang wanita yang tengah berdiri di depan kaca jendela itu, matanya lurus melihat ke halaman depan seolah pikirannya terbang entah kemana.TokTokTok"Nyonya."Panggilan itu belum membuyarkan lamunannya. Ia tetap melihat ke depan. Hingga ketukan entah berapa kalinya. Kedua matanya langsung berkedip.Ah"Iya Milea."Langkah kakinya bergegas menuju ke arah pintu. "Ada apa?" Ia melihat seorang wanita yang turut membohonginya tengah berdiri dan tampak ragu mengucapkan sesuatu."Katakan saja, aku tidak marah pada mu, walaupun aku cukup kecewa pada mu.""It-""Itu....""Di luar ada Tuan Duke, Nyonya."Viola menatap ke atas, kemudian menghembuskan nafas dari mulutnya. "Baiklah, aku akan menemuinya," ujarnya bergegas pergi. Semal
Viola diam seribu bahasa, Duke Cristin pun berharap Viola mau menerimanya kembali."Tolong pikirkan Viola, ini permintaan dari Duchess."Otak Viola tak bisa berfikir, kejadian ini sangat mengejutkan baginya. Ia pun langsung pergi dengan membawa surat itu, melipatnya kembali, lalu Memasuki Restaurant tadi, terlihat kedua putranya berbincang dengan laki-laki yang tadi bersama Duke Cristin."Nyonya Viola."Viola menatap ringan, ia pun langsung melihat ke arah kedua putranya. "Ayo pulang!""Kakak aku pulang."Aronz tersenyum, ia mengelus kepala Jasper. "Lain waktu kita akan bertemu kembali.""Iya kak." Tangan kanannya beralih mengelus kepala Javier.Viola meraih kedua tangan putranya. Sampai di ambang pintu Restaurant. Mereka kembali berpapasan dengan Duke Cristin."Aku harap kamu jangan memarahinya."Viola kembali melanjutkan langkah kedua kakinya.Sesampainya di kediamannya. Ia melihat Milea dan E
Sebelumnya alurnya memang author pengen gak balikin, tapi melihat karya orang lain banyak yang balik ada juga yang enggak jadi author putuskan milih yang balik saja.Lima Tahun Kemudian...Duke Cristin tak pernah lelah melihat sebuah lukisan yang terpanjang indah di ruangannya, salah satunya wanita pertama dan kedua. Salah satunya memiliki peran di hati Duke Cristin.Selama Lima Tahun ini, ia hanya bisa menatap dalam-dalam kedua lukisan itu. Duchess Lilliana yang pada akhirnya meninggal sebelum ia membawa Viola kembali dan ini janji terakhirnya."Maafkan aku Duchess, tapi aku berjanji akan membawa Viola kembali."Sebelum Duchess pergi, ia sudah memberi tahukan, bahwa ia dan Viola sudah memiliki anak. Duchess sangat bahagia dan saat itu, Eryk pun juga tahu.Laki-laki yang sudah berumur 10 tahun itu juga berjanji pada Duchess, akan membawa nyonya Viola dan kedua putranya.